Tampilkan postingan dengan label MANAGEMEN PENDIDIKAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MANAGEMEN PENDIDIKAN. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 28 Juni 2014

KEUNGGULAN SEKOLAH SWASTA BERBAYAR

Di tengah dorongan untuk penyelenggaraan pendidikan gratis, di tengah masyakat berkembang sekolah-sekolah swasta berbayar, yang sebagian bahkan bernilai fantastis bagi kebanyakan orang. Kehadiran sekolah gratis tidak dengan sendirinya menghapuskan keberadaan sekolah swasta. Bahkan sebagian sekolah swasta jauh lebih diminati dibanding sekolah gratis.
Fenomena ini sering kali sulit dipahami oleh masyarakat awam, terutama yang masih perhitungan dalam memilih pendidikan bermutu. Bagaimana bisa, sekolah yang berbayar bahkan sangat mahal lebih diminati dibanding yang gratis. 
Sekolah berbayar memang memiliki kelebihan yang hanya dipahami oleh masyarakat dengan tingkat berfikir dan tingkat sosial ekonomi tertentu. Mereka memiliki kebutuhan yang tidak dapat dipahami oleh masyarakat awam pada umumnya. Kebutuhan itulah yang diapresiasi oleh sekolah-sekolah swasta hingga memungkinkannya tetap memiliki "pasar" sendiri. Di antara kelebihan tersebut terletak pada beberapa aspek berikut. 
1.  Kualitas Layanan
Selain menekankan mutu pembelajaran, sekolah berbayar pada umumnya menekankan aspek service atau pelayanan. Pelayanan tersebut berkaitan dengan berbagai hal dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling prinsip, mulai dari keramahan, kelengkapan dan kenyamanan sarana-prasarana, hingga keamanan. Sekolah gratis pada umumnya kurang memperhatikan aspek ini. Berbagai fasilitas sarana dan prasarana mungkin saja selengkap atau bahkan lebih lengkap dibanding sekolah berbayar, hanya saja keberadaannya baru sebatas ada. 
2.  Kualitas Pendidikan
Pada dasarnya kualitas lulusan sekolah berbayar tidak selalu lebih baik dibanding sekolah gratis. Hal ini dikarenakan kualitas lulusan ditentukan oleh banyak faktor, termasuk faktor bawaan anak. Hanya saja, sekolah swasta pada umumnya mengupayakan untuk dapat memberikan layanan pendidikan yang lebih optimal dibanding sekolah gratis. Mereka memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan pendidikan yang semaksimal mungkin mampu mendorong anak mencapai kompetensi seoptimal yang mampu mereka raih. 
3.  Kualitas Lingkungan Sosial
Sekolah berbayar pada umumnya bukan hanya fokus pada kualitas pembelajaran. Hal-hal yang dinilai turut memberikan nilai tambah bagi perkembangan anak juga diberikan perhatian yang besar. Bila di sekolah gratis lingkungan sosial dibiarkan sebagaimana adanya, sekolah berbayar justeru berupaya mengelola lingkungan sosial agar lebih ramah dan manusiawi. 
4.  Etos Kerja
Sekolah berbayar mengemban tanggung jawab langsung dari masyarakat. Sekolah berbayar akan dengan serta merta dikomplain, bahkan kadang memunculkan pemberitaan bilamana teledor dalam memberikan layanan yang kurang memuaskan. Kondisi ini memaksa guru dan pengelola sekolah berbayar untuk bekerja lebih keras dibanding guru dan pengelola sekolah gratis.
5.  Variasi Kegiatan
Nuansa sekolah swasta berbayar pada umumnya berbeda dari sekolah gratis. Sekolah akan berupaya memberikan kegiatan yang lebih berwarna bagi anak, dalam rangka memberikan pengalaman belajar yang lebih berwarna. Oleh karenanya, kegiatan sekolah pada umumnya lebih bervariasi dibanding sekolah gratis, yang umumnya justeru berupaya meminimalkan kegiatan demi penghematan.
6.  Program Unggulan
Sekolah swasta berbayar selalu menonjolkan suatu kegiatan yang ditempatkan sebagai nilai tambah dibanding sekolah sejenis. Bila sekolah gratis cenderung mencari kesamaan dengan sekolah lain, sekolah berbayar justeru terdorong untuk berupaya menemukan perbedaan dan keunikah sekolah dibanding sekolah lain. Perbedaan itulah yang dapat memberikan nilai tambah bagi sekolah dan siswanya. Nilai tambah tersebut dengan jelas membedakan sekolah tersebut dibanding sekolah-sekolah lain hingga lebih mudah dikenali dan memberikan pengalaman belajar yang berbeda. 

Senin, 18 November 2013

4 MODEL KELEMBAGAAN SEKOLAH SWASTA

Sekolah swasta merupakan entitas yang unik. Setiap sekolah memiliki sejarah berdiri dan perkembangan yang berbeda-beda, yang mengakibatkan pola managemen mereka berbeda satu sama lain. Secara umum pola managemen tersebut dapat dipilahkan menjadi empat model berikut, di mana masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
1.      Tanpa Patron
Ini adalah model managemen sekolah yang tidak memiliki lembaga managemen yang membawahi managemen sekolah. Sekolah seperti ini biasanya berdiri dan berkembang atas inisiatif sekelompok orang yang sekaligus berperan sebagai guru dan pengelola sekolah.
Lembaga atau yayasan yang membawahi biasanya dibentuk kemudian sekedar sebagai persyaratan administratif, terutama terkait dengan aturan hukum. Lembaga atau yayasan tersebut tidak memiliki peran selain administratif dan formalistik, sebab pada dasarnya keberadaannya hanya sebagai formalitas.
Termasuk dalam kategori ini adalah berbagai sekolah atau madrasah di berbagai pelosok daerah yang status hukumnya diatasnamakan lembaga pendidikan Ma’arif dan Muslimat NU. Lembaga-lembaga tersebut hanya berperan sebagai afiliasi organisasi, tetapi secara managemen tidak berperan menentukan visi, misi, dan apalagi sistem dan pembiayaan.
Kelebihan sekolah tipe ini terletak pada “kebebasan” guru dan pengelola sekolah. Mereka tidak tertuntut oleh target-target tertentu dari lembaga yang membawahi, sebab lembaga tersebut tidak lebih tahu urusan sekolah. Hanya saja, kebanyakan sekolah tipe ini tidak berkembang, bahkan kebanyakan menempatkan diri sebagai sekolah “buangan” bagi siswa yang tak diterima di sekolah negeri. Ini dikarenakan guru dan pengelola sekolah menjadi pemikir dan sekaligus pelaksana pengelolaan sekolah. Sekolah tipe ini umumnya rawan konflik, terutama dalam hal rekrutmen tenaga dan saat pergantian kepala sekolah.
2.      Patron Simbolik
Sekolah model ini pada dasarnya mirip dengan sekolah tanpa patron. Hanya saja, antara sekolah dan lembaga atau yayasan memiliki hubungan yang relatif dekat dengan guru dan pengelola sekolah. Pengelolaan sekolah sepenuhnya di tangan sekelompok guru dan pengelola sekolah meski keberadaan sekolah berdiri dan berkembang atas inisiatif seseorang atau komunitas sosial di sekitarnya.
Sebagian sekolah dan madrasah yang berafiliasi pada lembaga pendidikan Ma’arif dan Muslimat NU berpola managemen seperti ini. Perbedaan model ini dan sebelumnya terletak pada kedekatan inisiator pendirian sekolah dengan guru dan pengelola sekolah, yang memungkinkan dukungan dalam kegiatan-kegiatan tertentu.
Inisiator pendirian sekolah pada dasarnya tidak tahu menahu detail pengelolaan sekolah dan hanya berperan sebagai pendukung pasif, terutama bilamana ada kegiatan besar seperti pengadaan gedung baru. Patron sekolah berperan menggerakkan dukungan sosial guna membantu mewujudkan kebutuhan sekolah.  
Kelebihan dan kekurangan sekolah tipe ini hampir sama dengan sekolah tanpa patron. Sebagian sekolah dapat berkembang pesat dari segi jumlah siswa, karena dukungan masyarakat yang kuat. Sekolah tertentu biasanya menjadi kebanggaan karena jumlah siswanya, meski honorarium gurunya biasanya tak begitu besar. Hanya saja, sekolah tipe ini umumnya rawan konflik, terutama dalam hal rekrutmen tenaga dan saat pergantian kepala sekolah.
3.      Semi Patron
Sekolah tipe ini pada dasarnya juga berjalan sepenuhnya di tangan guru dan pengelola sekolah, tetapi pendiri sekolah memiliki pengaruh besar terhadap sikap, perilaku guru dan pengelola sekolah, maupun kebijakan penting di sekolah. Inisiator dan pendiri sekolah berperan menentukan berbagai kebijakan strategis mulai dari menentukan visi dan misi, kebijakan pendidikan, hingga kriteria-kriteria guru dan pengelola sekolah.
Ini terjadi dikarenakan sang inisiator merupakan pihak yang memiliki posisi hukum kuat dan berperan dalam menyediakan berbagai sarana dan pembiayaan. Berdirinya sekolah terjadi akibat inisiatif seseorang atau komunitas, yang hanya dapat berperan dalam menentukan kebijakan-kebijakan besar, tetapi kurang mampu mengelola urusan teknis di sekolah.
Sekolah-sekolah di bawah naungan Muhammadiyah dan sekolah atau lembaga pendidikan yang didirikan oleh para tokoh dan artis pada umumnya menganut model seperti ini. Guru dan pengelola sekolah memiliki kebebasan penuh dalam menentukan berbagai kebijakan sekolah, selama tidak berseberangan dengan garis besar kebijakan sang “pemilik” sekolah.
Sekolah tipe ini biasanya memiliki program dan kebijakan yang lebih terarah karena dukungan tokoh atau organisasi yang kuat. Managemen sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sekolah, kecuali bila menyimpang dari kebijakan pemilik sekolah. Sebagian sekolah dapat berkembang menjadi sekolah favorit, tetapi sebagian lagi sulit berkembang karena tokoh atau lembaga yang membawahi kurang mampu memberikan arahan yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
4.      Patron Penuh
Sekolah tipe ini pada umumnya dikelola dengan kriteria yang ketat, mulai dari visi, misi, program kurikulum hingga pembiayaan yang secara detail dirancang dan kendalikan oleh lembaga pendiri dan pemilik sekolah. Sekolah tipe ini biasanya berdiri atas inisiatif seseorang atau komunitas di mana sang inisiator berperan dalam pengelolaan sekolah secara menyeluruh. Selain menentukan visi, misi dan sistem kerja secara luas, lembaga atau yayasan yang membawahi sekolah merancang dan mengendalikan pengelolaan sekolah hingga aspek yang paling detail.
Pengelola sekolah sepenuhnya berperan layaknya manager perusahaan atau kepala sekolah negeri yang segala kebijakan, sikap dan keputusannya harus dikonsultasikan dengan lembaga atau dinas yang membawahi. Sekolah-sekolah swasta bonafide yang berkembang pada kurun sekitar menjelang tahun 2000-an dan sesudahnya pada umumnya menganut model ini.
Sekolah didirikan sebagai hasil rancangan seseorang atau sekelompok orang yang memiliki keahlian di bidang pendidikan, yang mampu merancang dan mengendalikan pengelolaan sekolah hingga aspek yang sangat detail. Guru dan pengelola sekolah pada dasarnya hanya instrumen pengelolaan yang bertugas mewujudkan visi, misi dan kebijakan pemilik sekolah.

Sekolah tipe ini umumnya menempatkan diri sebagai sekolah favorit dengan biaya mahal. Kuatnya managemen menjadikan sekolah mampu memberikan jaminan mutu yang terpercaya di masyarakat. Hanya saja, ketatnya managemen membuat sekolah ini membutuhkan guru dan pengelola sekolah dengan kriteria dan pola kerja yang ketat. Meski mampu memberikan honorarium lebih baik dibanding sekolah kebanyakan, tetapi tak semua orang yang memilih profesi guru memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk mengelola sekolah seperti ini.

Minggu, 20 Oktober 2013

2 PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN SEKOLAH SWASTA

Keuangan sering kali menjadi masalah menonjol di sekolah, bahkan tidak jarang jauh lebih menonjol dibanding persoalan akademik yang sebenarnya merupakan fokus utama sekolah. Banyak orang begitu mudah meributkan masalah keuangan, tetapi jarang dijumpai mereka yang mempersoalkan kualitas pembelajaran maupun sikap dan perilaku siswa-siswi di sekolah.
Barangkali uang sudah menjadi raja - ada yang menyebut Tuhan - dalam kehidupan. Apapun masalah yang terjadi, sebenarnya yang melatarbelakangi hanya persoalan uang, kata Slank UUD (ujung-ujungnya duit). Makna pengabdian bagi sebagian guru, kepala sekolah dan wali murid semakin pudar oleh uang. Dimensi spiritual pendidikan semakin luntur akibat dasar dan orientasi hidup sudah beralih kepada uang.
Itu sebabnya penyelenggara dan pengelola sekolah harus bijak dalam memanfaatkan sumber dana yang masuk demi kemaslahatan sekolah. Pada prinsipnya, pengelolaan keuangan sekolah memiliki 2 tujuan pokok:
1.  Agar Kegiatan Pendidikan Berjalan Sesuai Program
Lembaga pendidikan harus mampu mendayagunakan sumber pemasukannya pertama-tama untuk membiayai kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Biaya kegiatan ini dapat disebut dengan biaya operasional, yaitu biaya yang dibutuhkan untuk membuat sekolah dapat beroperasi dengan baik.
Besaran biaya operasional tentu saja harus secara timbal balik disesuaikan dengan target program dari setiap sekolah. Di sisi lain, program dan kegiatan sekolah juga harus memperhatikan besaran sumber dana yang dimiliki, yaitu sebesar pengeluaran optimal yang mungkin dikeluarkan berdasarkan sumber pemasukan, yang rata-rata sebesar 50% sampai 75% dari total pemasukan.
2.  Agar Lembaga Pendidikan Terus Berkembang
Sekolah swasta sebaiknya tidak menghabiskan seluruh pemasukan sekolah untuk biaya operasional karena sudah pasti akan membuat sekolah tidak berkembang. Sekolah harus mengalokasikan sebagian pemasukannya untuk keperluan pengembangan sekolah, yaitu usaha untuk membuat kualitas dan kuantitas pelayanannya ditingkatkan.
Secara sederhana dapat dijelaskan, bila sekolah mampu mengalokasikan anggaran pengembangan sebesar 10% misalnya, maka pengembangan sekolah akan meningkat sebesar 10% setiap tahun. Pengembangan tersebut dapat berupa pengembangan sarana-prasarana, program, penelitian bahkan pembukaan sekolah baru..
Ini diperlukan mengingat sekolah swasta tidak mungkin bergantung pada siapapun kecuali pada dirinya sendiri. Sekolah swasta bahkan tidak selayaknya menggantungkan harapan pada kebaikan hati pemerintah, terlebih di tengah carut-marutnya sistem politik dan pemerintahan akhir-akhir ini. Bahkan ada baiknya sekolah swasta melepaskan sama sekali campur tangan pemerintah di bidang pembiayaan, semisal Bantuan Operasional Sekolah (BOS) karena hanya membebani sekolah dibanding membantu meringankan beban.

6 PERTANDA ANDA SIAP MENGHADAPI PEKERJAAN

Apakah Anda siap menghadapi sebuah pekerjaan? Bila jawaban Anda iya, belum tentu Anda memang benar-benar siap menghadapi sebuah pekerjaan, sebab menjawab seperti itu merupakan kecenderungan umum setiap orang yang terlanjur menerima sebuah pekerjaan.
Siap tidaknya seseorang menghadapi pekerjaan ditentukan oleh sikap dia terhadap pekerjaan, bukan oleh kata-katanya. Bila Anda memang benar-benar siap menghadapi sebuah pekerjaan, sikap mental Anda tentu akan seperti beberapa sikap berikut.
1.  Keingintahuan
Mungkin Anda orang baru dalam suatu pekerjaan. Mungkin sebenarnya Anda merasa ada banyak hal yang belum Anda pahami dan belum Anda kuasai dari pekerjaan yang ada di hadapan Anda. Itu merupakan hal biasa bagi setiap orang, terutama saat awal-awal memasuki dunia kerja atau dihadapkan pada hal-hal baru yang sebagian jauh dari apa yang Anda bayangkan sebelumnya.
Kesipan Anda tidak ditentukan oleh bekal kemampuan yang Anda miliki, melainkan pada sikap mental Anda menyikapi hal-hal baru atau hal-hal yang belum Anda kuasai. Bila keterbatasan pengetahuan dan kemampuan tersebut membuat Anda tertantang untuk mempelajarinya, maka itu pertanda Anda siap menghadapi pekerjaan, sebab pada dasarnya tidak ada apapun yang tak mungkin dipelajari. Bila keawaman Anda mendorong Anda bertanya dan belajar, maka itu pertanda Anda siap mendalami, menguasai dan menerapkan hal-hal baru yang sangat boleh jadi akan mengubah masa depan Anda.
Sebaliknya bila Anda cenderung mengeluh, enggan bertanya dan mempelajari lebih dalam hal baru atau apa yang Anda belum kuasai, maka itu akan semakin menjauhkan diri Anda dari pekerjaan yang Anda hadapi. Keluh kesah dan keengganan tak akan mengubah Anda keluar dari keadaan.
2.  Kritik Mengubah Anda
Sebagai orang yang belum benar-benar menguasai pekerjaan, sangat mungkin membuat Anda mendapat arahan, bimbingan, kritik, bahkan cemoohan. Bila Anda memang seorang yang berkarakter sukses, ingin berkembang dan siap menghadapi pekerjaan, itu semua tak akan membuat Anda lemah, apalagi mundur. Orang sukses menyikapi saran, kritik, dan apapun sebagai masukan dengan sikap positif. seseorang yang berkarakter sukses selalu menjadikan kritik, saran dan cermohan sebagai vitamin" penambah vitalitas yang mampu membuat seseorang semakin kuat dan lebih baik.
Sebaliknya kritik, saran, apalagi cemoohan merupakan racun yang efektif untuk melemahkan, mematahkan dan membuat manusia bermental pecundang menyerah, atau berang. Mereka bukan manusia yang siap belajar untuk menghadapi tantangan pekerjaan. Padahal setiap pekerjaan memiliki masalah, hambatan dan tantangannya sendiri.
3.  Terus Belajar
Sukses dan gagal adalah dua hal yang selalu ada dalam setiap gerak kehidupan. Mungkin suatu saat Anda belum berhasil mewujudkan sebuah harapan, atau bahkan gagal total. Tidak ada yang dapat disalahkan atas setiap kegagalan kecuali diri kita sendiri, sebab kegagalan berarti pertanda kita belum cukup belajar dan harus lebih banyak belajar.
Bila Anda memilih untuk terus belajar sampai menemukan cara terbaik mengatasi masalah pekerjaan yang Anda hadapi, maka itu pertanda Anda siap menghadapi pekerjaan Anda. Kemauan untuk belajar dan meningkatkan kemampuan untuk menghadapi sebuah pekerjaan merupakan pilihan manusia berjiwa sukses dalam menyikapi pekerjaan yang dihadapinya. Sebaliknya, keengganan belajar dan melakukan perubahan pada diri sendiri merupakan "penyakit" krusial yang menghambat kesiapan dan kemampuan seseorang untuk menghadapi sebuah pekerjaan. 
4.  Menjelaskan Detail 
Level pertama yang menunjukkan bahwa Anda bukan saja siap menghadapi suatu pekerjaan, melainkan menguasai pekerjaan adalah kemampuan Anda memaparkan pekerjaan Anda. Ketika Anda mampu mempresentasikan secara meyakinkan terhadap pekerjaan yang Anda hadapi di hadapan atasan atau forum, itu merupakan pertanda awal bahwa Anda bukan hanya siap menghadapi pekerjaan Anda.
Level lebih tinggi lagi adalah apabila Anda mampu menjelaskan berbagai permasalahan pekerjaan yang Anda hadapi dan solusi cerdas yang Anda ambil. Mungkin hasil kerja Anda tidak seperti yang diminta atasan Anda, tetapi Anda punya beberapa alasan logis dan faktual yang dapat diterima atasan. 
5.  Menerapkan Keputusan
Banyak hasil rapat dan evaluasi yang menguap begitu saja setelah rapat usai. Tak semua orang mampu mewujudkan sebuah konsep dalam kenyataan, sekalipun dibahas sangat serius. Bila Anda termasuk mereka yang mampu menerapkan keputusan dan konsep-konsep yang dibahas dalam suatu rapat evaluasi dalam bentuk tindak lanjut yang nyata, maka itu pertanda Anda memang seorang profesional yang memang pantas utuk diberi kepercayaan mengemban suatu pekerjaan.
Sebaliknya, bila Anda tidak berbuat apa-apa setelah pengambilan keputusan dilakukan, itu pertanda Anda tak punya "chemistery" pada pekerjaan Anda. Kalaupun Anda tidak tahu harus berbuat apa, seharusnya ada menujukkan sikap ingin tahu dan mencari tahu, tetapi bila Anda membiarkan hasil evaluasi dan keputusan berlalu tanpa tindak lanjut yang jelas, maka itu pertanda Anda layak dipecat dari pekerjaan Anda. Dengan sikap seperti itu Anda bukan the right man in the right place.
6.  Membangun Visi
Kualitas lebih tinggi lagi dari kesiapan seseorang menghadapi pekerjaan adalah sejauh mana inspirasi seseorang berkembang terhadap pekerjaannya. Bila saat menghadapi pekerjaan ide seseorang berkembang hingga lahir ide-ide segar yang lebih baik untuk membuat pekerjaannya lebih efektif dan efisien, maka itu pertanda Anda memang the right man in the right place. Anda adalah orang yang tepat untuk pekerjaan Anda sekalipun mungkin tak selaras dengan kesarjanaan Anda.
Berkembangnya visi yang lebih maju merupakan pertanda bahwa pekerjaan itu membuat Anda merasa hidup. Anda bukan lagi instrumen atau alat yang dapat digantikan begitu saja dengan orang lain.

Rabu, 09 Oktober 2013

5 TANDA ANDA TAK SIAP MENGHADAPI PEKERJAAN

Setiap pekerjaan tidak hanya membutuhkan kemampuan, tetapi juga kemauan. Ada kalanya seseorang tidak memiliki kesiapan mental dan kemampuan saat terlanjur menerima sebuah pekerjaan. Akibatnya, pekerjaan bukan menjadi wahana yang mampu membuat anda merasa hidup, tetapi sebaliknya. Ketidaksiapan seseorang menghadapi pekerjaa sering kali mendatangkan stress dan diikuti beragam masalah.
Tak semua orang menyadari bahwa masalah mendasar yang dia alami dalam bekerja sebenarnya terletak pada ketidaksiapannya menghadapi pekerjaannya. Padahal hasil kerja Anda pasti mengecewakan bila Anda tidak menikmati pekerjaan Anda. Beberapa tanda berikut kiranya dapat menjadi bahan refleksi apakah Anda siap menghadapi sebuah pekerjaan.
1.  Mengeluh
Ketika memasuki dunia kerja Anda merasa pekerjaan Anda terlalu banyak, terlalu berat, sulit, atau terlalu banyak hal yang Anda tidak kuasai, maka itu pertanda awal Anda tidak siap dengan pekerjaan Anda. Anda belum cukup kemampuan dan kesiapan mental untuk menghadapinya. Itu sebabnya keluhan demi keluhan keluar dari mulut Anda.
2.  Enggan Menyentuh Pekerjaan
Ada kalanya berhari-hari, berminggu atau berbulan Anda tidak segera menyentuh pekerjaan yang seharusnya dapat diselesaikan beberapa waktu. Dengan alasan sibuk, atau masih mengerjakan ini dan itu, atau baru menyelesaikannya pada batas akhir penyerahan,  dapat menjadi anda tidak nyaman dengan tugas Anda. Kesiapan bekerja berarti komitmen untuk memanfaatkan waktu, tenaga dan pikiran seoptimal mungkin. Semakin panjang waktu yang terbuang menjadi pertanda bahwa Anda hanya berusaha menyamankan diri dengan menghindari menyentuh pekerjaan hingga kadang sampai terlupakan. 
3.  Menyalahkan Pihak Lain
Tanggung jawab pekerjaan Anda ada pada diri Anda sendiri, baik yang menyangkut tugas teknis maupun tanggung jawab moralnya. Ketika pekerjaan Anda tidak selesai atau gagal, lalu anda sibuk mengumpulkan beribu alasan kegagalan, itu menjadi pertanda bahwa Anda tidak siap menghadapi pekerjaan Anda. Apalagi bila yang Anda kemukakan hanya alasan-alasan yang tidak profesional, maka itu pertanda Anda tak cukup punya tanggung jawab terhadap pekerjaan Anda.
4.  Merasa Selalu Disalahkan
Ada kalanya Anda harus bolak balik menghadap atasan karena hasil kerja Anda dianggap salah dan harus diperbaiki. Kadang pula Anda merasa dipersalahkan oleh situasi atau hasil kerja yang menjadi tanggung jawab Anda. Bila kenyataannya pekerjaan Anda memang salah atau tak memenuhi harapan, dan Anda merasa kecewa saat dipersalahkan, maka itu pertanda Anda tidak siap menghadapi pekerjaan Anda. Anda tidak dapat merespon kritik secara positif bila koreksi pihak lain Anda respon dengan ketersinggungan. Bila hasil kerja Anda memang ada yang benar-benar harus diperbaiki, dan Anda keberatan melakukannya maka itu menunjukkan bahwa kemampuan Anda masih kurang, dan harus belajar memahami dan melaksanakan tugas Anda dengan baik.
5.  Membangun Konflik
Ini adalah level terburuk yang menjadi petunjuk betapa Anda tak siap menghadapi pekerjaan. Ketika Anda merasa tidak terima saat dikritik, ditegur atau dipersalahkan oleh atasan, lalu tanpa sadar Anda mulai mencari-cari kesalahan pimpinan atau perusahaan, seperti gaji tak sepadan atau mempersoalkan berbagai kebijakan yang semula tidak Anda persoalkan, maka itu pertanda Anda benar-benar tak siap menghadapi pekerjaan. Mungkin terlalu banyak hal yang belum Anda bisa, sehingga untuk menutupinya Anda menyerang balik sebagai pembelaan diri (defense mechanisme) Anda.
Itu mencerminkan Anda tidak mampu bersikap profesional yang mampu melihat dan menyikapi masalah secara proporsional. Lebih parah lagi, sikap seperti itu menandakan bahwa Anda tak punya cukup integritas moral untuk bertanggung jawab terhadap sebuah pekerjaan. 

Sabtu, 03 November 2012

URGENSI SOP DI SEKOLAH


SOP atau prosedur operasi standar merupakan hal biasa, selalu ada dan berlaku pada setiap tugas atau pekerjaan tertentu. SOP adalah panduan yang berisi norma-norma, kriteria-kriteria dan langkah-langkah baku yang diperlukan sebagai acuan dalam pelaksanaan suatu tugas atau pekerjaan dengan kualitas minimal yang diperlukan oleh suatu jenis pekerjaan atau organisasi.
Sebagai organisasi dan tugas profesi, sekolah memiliki tujuan dan berbagai jenis pekerjaan yang perlu dikelola sedemikian rupa, sehingga pengelolaan sekolah, pembelajaran dan berbagai kegiatannya berjalan dengan baik dan mencapai hasil sesuai harapan. SOP memungkinkan sekolah memberikan jaminan mutu pendidikan dan pelayanan berkualitas pada masyarakat.

PENYEBAB SOP TIDAK BERJALAN DI SEKOLAH


SOP bukan hal asing dalam pengelolaan sekolah. Saat ini hampir setiap sekolah memiliki SOP sekalipun belum benar-benar dijadikan acuan dan dilaksanakan secara konsekwen. Bahkan banyak SOP yang baru berfungsi sebatas kelengkapan formal saja. Ini terjadi karena:
1.   Visi Pendidikan Rendah
SOP tidak berjalan di kalangan guru dan pengelola sekolah yang visi pendidikannya rendah. SOP bahkan tak jarang dipandang sebagai aturan aneh, karena pemahaman mereka terhadap pendidikan hanya didasarkan pada pengalaman mereka sendiri saat masih sekolah atau berdasarkan yang mereka ketahui di sekolah sekitarnya.

Minggu, 17 Juni 2012

MEMBANGUN KEKOMPAKAN GURU


Guru merupakan "mesin" utama sekolah. Kekuatan dan laju perkembangan sekolah ditentukan bukan saja oleh seberapa baik guru yang dimiliki, sebab sekolah melibatkan banyak guru. Padahal sebagai manusia guru memiliki beragam karakter, latar belakang, kemampuan, orientasi, ragam sikap dan tanggung jawab serta gaya dalam mengelola sekolah.
Sekolah sendiri merupakan sebuah sistem, yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang saling berkaitan. Satu unsur saja terganggu atau tidak kompak akan mempengaruhi keseluruhan. Selain tuntutan kompetensi, kinerja sekolah juga ditentukan oleh kualitas kerja sama antar setiap unsur dalam sistem sekolah. 

Rabu, 13 Juni 2012

KEJUJURAN ITU MURAH

Catatan Akhir Tahun Pelajaran
Keberanian sekolah dan guru  melepas siswa-siswinya menempuh UASBN secara jujur, tanpa intervensi (diajari) guru, selalu menjadi pilihan dilematis di tengah maraknya praktik kecurangan dalam pelaksanaan UASBN pada jenjang sekolah dasar di daerah kami. Sebagaimana tempat lain di negeri ini, kecurangan dalam pelaksanaan UASBN bukan rahasia lagi, sudah menjadi "hal biasa", bahkan boleh dibilang menjadi keharusan. Ironis!

Kamis, 08 Desember 2011

TIPE-TIPE ENTERPRENEURSHIP KEPALA SEKOLAH

Kemampuan dan pola enterpreneurship kepala sekolah dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Kategori tersebut sangat boleh jadi menunjukkan tingkatan, tetapi tidak selalu demikian. Kategori enterpreneurship sebagai tingkatan berarti kemampuan kewirausahaan kepala sekolah masih dalam proses,  yang dimulai dengan cara meniru hingga kemudian mencapai tahap enterpreneurship dengan inovasi-inovasi yang mandiri.
Kategorisasi enterpreneurship kepala sekolah kurang lebih sama dengan enterpreneurship yang berkembang di dunia usaha. Dengan meminjam konsep enterpreneurship Winardi yang dimuat dalam Digilib Petra Christian University, tipe-tipe enterpreneurship kepala sekolah kurang lebih dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kategori. Kelimanya adalah enterpreneurship imitatif, inovatif, fabian, drone enterpreneurship dan paratistik.

Enterpreneurship Imitatif
Kemampuan kewirausahaan kepala sekolah kadang ditunjukkan dengan cara meniru (imitasi) hasil inovasi orang lain. Pola enterpreneurship ini merupakan yang paling umum terjadi, terutama pada fase-fase awal dimulainya inovasi-inivasi dalam pengelolaan sekolah.
Ketika pemimpin sekolah, baik kepala sekolah, pengurus yayasan atau lembaga penyelenggara pendidikan berniat mengembangkan sekolahnya, mereka umumnya belajar dari sekolah lain. Usaha pertama yang biasanya dilakukan adalah dengan cara studi banding ke sekolah-sekolah yang dijadikan model ideal. Selanjutnya mereka berusaha meniru aspek-aspek tertentu dalam rangka mengembangkan aspek-aspek pengelolaan di sekolahnya.
Sekalipun bersifat peniruan, tetapi tidak semua kepala sekolah mampu melakukannya. Kemampuan meniru sekolah lain tidak selalu mudah dilakukan. Peniruan sesederhana apapun ditentukan oleh kemauan dan cara pandang kepala sekolah dan guru-guru untuk berubah dan mengembangkan diri sesuai sekolah yang ditiru.
Faktanya, banyak kepala sekolah dan guru yang pulang dengan tangan hampa setelah studi banding ke sekolah lain. Studi banding seringkali hanya bermakna sebagai rekreasi semata. Mereka tidak tergerak untuk mengubah atau mengembangkan pola pengelolaan sekolah dan pembelajaran meski melihat sekolah lain lebih baik dan layak dicontoh.
Ketidakmampuan meniru bahkan seringkali mewarnai kegiatan studi banding. Di antaranya adalah munculnya ungkapan-ungkapan minor seperti "Ah..., itu kan sekolah di kota. sekolah kita kan di desa?" atau "Alah..., model itu diterapkan di sekolah itu karena mereka punya banyak dana", dan ungkapan-ungkapan sejenis. Ungkapan tersebut memperlihatkan ketidakberdayaan atau keenggana untuk berubah.  
Singkatnya, meniru sekolah lain tidak selalu mudah dilakukan, karena perbedaan kondisi di setiap sekolah selalu membutuhkan inovasi dan penyesuaian-penyesuaian. Mereka yang tidak siap akan cenderung tidak mampu mengadaptasikan kebijakan sekolah lain di sekolahnya sendiri.
Enterpreneurship Inovatif
Ini merupakan tipe enterpreneurship paling baik, di mana dengan melihat potensi sekolah, kepala sekolah mampu mengembangkan ide dan kreasi secara mandiri. Enterpreneurshi semacam ini biasa dilakukan oleh para kepala sekolah yang kaya ide dan informasi. Mereka rajin bereksperimen dan menawarkan perubahan-perubahan secara atraktif, di luar yang dilakukan oleh kepala sekolah pada umumnya.
Kepala sekolah tipe ini umumnya berbeda dari kepala sekolah kebanyakan. Ide-ide mereka tidak selalu dipahami dan diterima oleh kebanyakan orang, tetapi kekuatan visi dan keyakinannya terhadap ide-ide brilian menjadikan mereka terpercaya dan mampu mengembangkan berbagai inovasi demi kemajuan sekolah.
Enterpreneurship Fabian
Enterpreneurship ini dicirikan dengan kecenderungan melakukan berbagai kreasi dan inovasi,  tetapi masih diliputi dengan ketidakmantapan dalam melangkah. Berbagai kreasi dan inovasi dilakukan dengan kurang terhayati. Hal ini terutama terjadi bilamana kreasi dan inovasi kepala sekolah merupakan jenis peniruan (imitasi) yang kurang ditunjang kematangan konsep.
Drone Enterpreneurship
Ini merupakan tipe enterpreneurship yang dipenuhi keraguan yang lebih besar hingga meningkat pada penolakan. Kreasi dan inovasi batal dilakukan karena pemimpin sekolah lebih memilik sikap dan pola pikir yang terlalu skeptis terhadap ide-ide kreatif dan inovatif.
Kepala sekolah lebih memilih bertahan dengan konsep dan pola kerja lama karena tidak melihat perubahan akan segera memberikan hasil signifikan. Mereka bertahan dengan pola kerja lama sekalipun pada akhirnya kalah bersaing dari sekolah lain. Di antara contohnya, kepala sekolah enggan menerapkan metode atau media terbaru karena tidak yakin hasilnya akan lebih baik. Biasanya muncul ungkapan-ungkapan skeptis seperti, "Alah... metode apapun sama saja, tidak akan ada perubahan berarti" atau "Kita tidak usah ikut-ikutan sekolah lain, karena perubahan seperti itu tidak mungkin  menghasilkan kualitas pendidikan yang lebih baik.
Enterpreneurship Paratistik
Ini merupakan tipe enterpreneurship tambahan. Tipe ini dicirikan dengan kecenderungan negatif dalam melakukan kreasi dan inovasi. Tipe ini kadang juga muncul di sebagian kepala sekolah yang lebih berorientasi pada keuntungan jangka pendek bagi sekolah ataupun pribadi tanpa memperhitungkan halal-haram.
Di antara contoh enterpreneurship tipe ini adalah usaha kepala sekolah menyiasati UN atau UNAS dengan beragam cara, seperti membeli bocoran soal, menyuap pengawas, atau modus-modus lainnya. Mereka lebih memilih jalan pintas untuk mengatasi keadaan sulit, sekalipun melanggar hukum dan nilai-nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi dalam pendidikan. 

Rabu, 07 Desember 2011

STRUKTUR MANAGEMEN SEKOLAH SWASTA

Pengelolaan sekolah swasta seringkali dihadapkan pada konflik internal yang tidak berkesudahan, yang tidak jarang kian membuat nasib sekolah terpuruk. Di antara pangkal utama terjadinya konflik tersebut umumnya dikarenakan ketidakjelasan struktur kelembagaan sekolah. Status, peran dan fungsi setiap pihak yang menjadi tulang punggung pengelolaan (stake holder) sekolah tidak tegas, sehingga menimbulkan problematika dalam pengelolaan sekolah di kemudian hari.

Selasa, 06 Desember 2011

MARKETING PENDIDIKAN MENURUT JENIS SEKOLAH

Istilah marketing sebenarnya tidak lazim digunakan dalam dunia pendidikan, tetapi lekat dengan dunia usaha, persoalan ekonomi. Meski demikian, sebenarnya dunia pendidikan juga membutuhkan pemasaran. Faktanya, ketatnya persaingan membuat banyak sekolah  semakin kesulitan mencari siswa baru. 
Banyak sekolah bahkan harus menempuh berbagai cara agar sekolah memperoleh siswa. Berbagai model pemasaran dilakukan oleh sekolah, mulai dari cara-cara promosi halus, persuasi, datang ke rumah-rumah hingga menawarkan berbagai fasilitas. Semua sekolah mulai membutuhkan pemasaran agar diminati oleh masyarakat. Banyak sekolah yang ditinggalkan oleh masyarakat dan akhirnya ditutup atau dimerger karena tidak mampu "memasarkan" sekolahnya dengan baik.

Rabu, 30 November 2011

PROBLEM SDM SEKOLAH SWASTA DI PEDESAAN

Mengelola sekolah swasta saat ini bukan hal mudah, apalagi bila letak sekolah berada di pedesaan. Berdasarkan pengalaman kami, banyak masalah yang harus dihadapi dalam mengelola sekolah swasta. Dibutuhkan kekuatan mental dan kemauan untuk terus mengasah pengetahuan dan ketrampilan agar sekolah swasta dapat terus eksis, terlebih lagi bila berharap mampu bersaing dengan sekolah lain.
Problem-problem umum yang selama ini mengemuka dalam mengelola sekolah swasta di pedesaan mestinya ditelusuri dari 10 unit analisis yang biasa digunakan dalam pengembangan sekolah. Kali ini masalah tersebut hanya ditelusuri secara sederhana dari aspek-aspek yang selama ini kami pandang sebagai aspek menonjol.

Sabtu, 26 November 2011

KARAKTERISTIK KEPALA SEKOLAH ENTERPRENEUR

Kepala sekolah yang berjiwa enterpreneur ditandai dengan beberapa karakteristik. Karakteristik tersebut kurang lebih sama dengan karakteristik yang umumnya dimiliki para enterpreneur. Bedanya, mereka mencurahkan perhatiannya pada persoalan pendidikan, sementara para enterpreneur lebih fokus pada pengembangan ekonomi. Kemampuan enterpreneurship kepala sekolah bukan mustahil menghasilkan keuntungan yang bernilai ekonomi, meski tidak sebesar hasil kerja para enterpreneur di bidang ekonomi.
Di antara karakteristik kepala sekolah yang berjiwa enterpreneur adalah: (1) Percaya diri, (2)  Kreatif, (3) Berorientasi pada hasil dan kepuasan kerja, (4)  Berani mengambil resiko, (5) Mampu memimpin secara efektif, (6)  Orisinil, dan (7)  Berorientasi masa depan.

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH: ENTERPRENEURSHIP

Enterpreneurship merupakan salah satu kompetensi yang perlu dimiliki oleh kepala sekolah. Dengan kompetensi tersebut kepala sekolah tidak hanya dituntut berjiwa pendidik, melainkan juga memiliki jiwa kewirausahaan, yaitu daya kreatif dalam membaca dan memanfaatkan peluang sehingga mampu mengambil keuntungan. 
Istilah enterpreneurship memiliki konotasi berbeda bagi kebanyakan orang. Di antara pengertian dari istilah yang berasal dari bahasa Perancil tersebut adalah daya kreatif untuk mengembangkan visi, ide dan solusi, serta keberanian mengambil resiko demi memanfaatkan peluang, memperoleh keuntungan dan kepuasan.
Seorang enterpreneur merupakan pribadi yang kreatif dan dinamis. Mereka memiliki visi yang kuat, mampu merespon perubahan dengan kreasi-kreasi positif, unik dan menguntungkan. Mereka mampu merealisasikan ide kreatif ke dalam realitas.

Minggu, 20 November 2011

UNTUNG RUGI YAYASAN "STEMPEL"

Sekolah atau madrasah yang penyelenggaraannya berada di bawah naungan yayasan "stempel" memiliki beberapa keuntungan dan kerugian.
KEUNTUNGAN
Keuntungan pengelolaan sekolah atau madrasah demikian dirasakan oleh kepala dan guru sekolah setempat. 
"Kebebasan" Kepala Sekolah
Kepala sekolah memiliki kebebasan penuh dalam mengelola sekolah. Memimpin sekolah di bawah yayasan "stempel" lebih ringan, tanpa beban bagi kepala sekolah, sebab paling tidak tekanan struktural, dari atasan, tidak dihadapi oleh kepala sekolah. Kepala sekolah dapat memimpin tanpa dituntut pertanggungjawaban.
Tidak jarang sekolah atau madrasah demikian dapat maju dengan pesat, bilamana kebetulan berada di tangan kepala sekolah yang visioner. Kepala sekolah dapat menjalankan kebijakan terbaiknya tanpa banyak pihak yang mungkin mempersoalkannya. Masalahnya, banyak sekolah yang stagnan, alias tidak berkembang karena kepala sekolah swasta yang demikian tidak begitu banyak jumlahnya.  

YAYASAN "STEMPEL"

Secara normatif, setiap sekolah atau madrasah swasta harus diselenggarakan oleh sebuah organisasi atau perorangan yang berkedudukan sebagai penyelenggara yang berbadan hukum. Badan hukum yang menaungi penyelenggaraan sekolah atau madrasah dapat berupa yayasan, organisasi kemasyarakatan (ormas), atau lembaga pendidikan sosial dan pendidikan.
Faktanya, banyak sekolah dan madrasah yang penyelenggaraan maupun pengelolaannya tidak melibatkan lembaga-lembaga berbadan hukum semacam itu. Pengelolaan sekolah atau madrasah biasanya ada di tangan kepala sekolah dan guru sepenuhnya. Merekalah yang bekerja mulai dari merekrut siswa, menentukan program kerja, anggaran, kurikulum pendidikan, merekrut tenaga guru dan pegawai, hingga menggalang dana bagi pembiayaan sekolah.  

Rabu, 09 November 2011

TANTANGAN SEKOLAH SWASTA DI PEDESAAN

Menyelenggarakan sekolah swasta di pedesaan bukan hal mudah saat ini. Pola pikir dan kebutuhan masyarakat desa terhadap pendidikan berbeda dari perkotaan. 
Tingkat sosial ekonomi masyarakat desa pada umumnya tidak lebih tinggi dibanding masyarakat kota, sekalipun banyak juga masyarakat miskin tinggal di kota. Bedanya, tingkat kepadatan penduduk kota menjadikan jumlah keluarga mampu di kota lebih banyak dibanding desa. 

GURU PENGGANTI DI SEKOLAH SWASTA

Dilema umum yang dialami sekolah swasta adalah pergantian guru yang terjadi hampir setiap tahun. Masalah ini biasanya dapat diatasi dengan rekrutmen guru dengan sistem kontrak setiap tahun yang disertai dengan pelatihan demi pelatihan. Dengan begitu, sekolah dapat mempertahankan kualitas pendidikan dan pelayanan sebagaimana standar yang ditetapkan.
Masalahnya, di pertengahan tahun pelajaran, kadang sekolah terpaksa harus merekrut guru pengganti. Biasanya ini terjadi karena guru reguler tidak dapat melaksanakan tugas lagi karena alasan yang sulit dihindari, seperti ikut suami, sakit keras, meninggal dunia dan sebagainya.
Kehadiran guru pengganti pada pertengahan tahun di satu sisi menjadi solusi yang harus dilakukan, tetapi di sisi lain selalu menyisakan beberapa persoalan. Berdasarkan pengalaman kami, di antara persoalan yang timbul akibat guru pengganti adalah:
KEPRIBADIAN & KOMPETENSI DASAR TIDAK TERUJI
Setiap sekolah (berbasis mutu) pasti memiliki standar kepribadian dan kompetensi guru. Guru yang direkrut dalam situasi mendadak biasanya mengabaikan standar tersebut. Akibatnya, sering kali sekolah mendapatkan guru yang mentalitas, kepribadian dan kemampuan dasarnya jauh di bawah standar.
KATRO' ATAU TIDAK PAHAM KONSEP KERJA
Setiap sekolah (berbasis mutu) pasti memiliki kekhasan kebijakan yang menjadikan pola pengelolaan pendidikannya berbeda dari sekolah lain. Guru yang tidak direkrut melalui pelatihan memadai potensial menimbulkan disparitas (kesenjangan) pemahaman. 
Guru pengganti yang direkrut dari mereka yang minim pengalaman, biasanya kurang dinamis. Mereka harus bekerja tanpa konsep, dan hanya mengikuti arus. Bagi mereka yang berkepribadian terbuka tentu mudah beradaptasi, tapi bagi mereka yang sulit untuk beradaptasi akan cenderung menimbulkan hambatan.
Guru pengganti yang direkrut dari mereka yang pernah mengajar di lembaga lain, seringkali menjadikan pola pikir dan cara kerja di lembaga pendidikan sebelumnya sebagai acuan. Padahal lain sekolah tentu lain pola pikir dan pola kerja yang diterapkan. Bahkan tidak jarang pengalaman di sekolah non-formal kadang masih dibawa ketika masuk sekolah formal.
KEMAMPUAN KERJA RATA-RATA RENDAH
Ini merupakan dampak paling krusial digunakannya guru pengganti. Mereka rata-rata tidak paham tugas dan fungsi guru, sehingga banyak tugas yang tidak terlaksana. Mereka hanya berangkat dan pulang tanpa banyak hal yang dilakukan. Bahkan kapan memberi PR, kapan ujian, kapan merekap nilai saja tidak tahu.
SOLUSI
Untuk mengatasi problematika guru pengganti di tengah tahun, sekolah swasta perlu mempertimbangkan dan melakukan beberapa hal.
Rekrutmen Tetap Melalui Proses Seleksi
Rekrutmen guru harus melalui proses seleksi, baik mental, kepribadian maupun kompetensi-kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh guru setempat. Rekrutmen guru tanpa seleksi sangat boleh jadi hanya mendatangkan "penyakit" bagi sekolah. 
Kedepankan Supervisi
Guru yang masuk di tengah tahun perlu diberi pengawasan ekstra, karena mereka belum paham visi, misi dan konsep kerja yang berlaku di sekolah. Kalau perlu, kepala sekolah memberikan bimbingan langsung dalam setiap proses pembelajaran hingga paling tidak 2 bulan.
Meski demikian, supervisi ekstra belum tentu menjadi solusi. Supervisi ekstra perlu kehati-hatian ekstra pula, sebab berdasarkan pengalaman, guru yang disupervisi ekstra kadang justeru tertekan. Mereka terkejut oleh pola kerja yang berlaku, Bisa-bisa guru pengganti kabur beberapa hari kemudian.     
Matrikulasi Melalui Dinamika Tim
Bila ada guru pengganti, sebaiknya sekolah mengadakan sesi pelatihan tambahan. Tujuan utamanya adalah untuk membantu guru pengganti  menyesuaikan diri dengan guru-guru yang lain. 
Guru Cadangan
Alternatif paling aman yang perlu dilakukan adalah menyediakan guru cadangan. Resikonya memang sekolah perlu mengalokasikan anggaran tambahan, tetapi dapat menyelamatkan proses pembelajaran bilamana suatu saat ada guru yang harus digantikan.
Guru cadangan dapat diambil dari staf tata usaha atau pegawai sekolah yang lain, yang diberikan keahlian tambahan berupa pengelolaan kelas. Bahkan mungkin di setiap sekolah swasta, setiap pegawai perlu dilatih untuk sekaligus menjadi guru, setidaknya pada saat-saat diperlukan.


Semoga Bermanfaat.

Selasa, 13 September 2011

SEKOLAH SWASTA HARUS LEBIH BAIK


Pendidikan termasuk bidang layanan sosial, sama dengan bidang sosial lain seperti kesehatan, panti rehabilitasi, panti sosial, panti jompo dan panti asuhan. Penyediaan bidang-bidang layanan sosial pada dasarnya merupakan tugas negara atau pemerintah. Hanya saja, tanggung jawab pemerintah hanya memberi pelayanan pada masyarakat dengan standar minimal.

Dalam bidang kesehatan misalnya, pemerintah harus menyediakan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat. Karena pelayanan pemerintah hanya bersifat minimal, maka masyarakat yang memerlukan fasilitas yang lebih baik dan fasilitas tambahan lainnya secara otomatis harus mengeluarkan biaya sendiri. Mereka yang kurang mampu secara ekonomi berhak memperoleh pelayanan kesehatan gratis, tetapi tidak mungkin diberi fasilitas paviliun. 
Pelayanan pendidikanpun berlaku hal yang sama. Tanggung jawab pemerintah pada dasarnya hanya menyediakan layanan pendidikan dengan kualitas minimal, baik sarana, prasarana, kurikulum pendidikan, maupun pelayanannya.
Perbedaan tingkat sosial ekonomi, pendidikan dan pola pikir menjadikan sebagian masyarakat membutuhkan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang lebih baik dibanding yang disediakan oleh pemerintah. Inilah yang melatarbelakangi munculnya lembaga-lembaga layanan sosial non-pemerintah, swasta, termasuk pendidikan.
Sekalipun pemerintah menyediakan layanan kesehatan melalui puskesmas dan rumah sakit yang relatif murah, tetapi sebagian masyarakat ada yang memilih berobat ke rumah sakit swasta, bahkan ke luar negeri yang sudah pasti tidak lebih murah. Mereka tidak dapat disamakan dengan masyarakat kebanyakan, karena sudah membutuhkan kenyamanan dan akurasi pengobatan yang lebih baik.
Pemerintah juga menyediakan sekolah-sekolah negeri yang murah, bahkan gratis. Meski demikian, ada juga masyarakat yang membutuhkan kualitas pendidikan lebih baik dibanding yang disediakan oleh pemerintah. Mereka adalah anggota masyarakat yang memiliki karakteristik:
1.      Menempatkan anak sebagai prioritas.
Mereka menaruh harapan tinggi pada masa depan putera-puterinya. Mereka berharap putera-puterinya menjadi orang sukses di masa depan, bahkan lebih sukses dibanding dirinya sendiri.
2.      Menempatkan pendidikan sebagai prioritas.
Mereka memandang pendidikan sebagai kebutuhan terpenting di atas berbagai kebutuhan lain. Mereka rela mencurahkan segala daya-upaya agar putera-puterinya mendapat pengalaman belajar sebaik mungkin.
3.      Selektif terhadap pendidikan.
Berbeda dari masyarakat kebanyakan, mereka adalah masyarakat yang memiliki visi dan tujuan hidup yang jelas. Mereka menyekolahkan putera-puterinya karena mempunyai harapan, bahkan target-target tertentu. Mereka bukan penganut paham “asal sekolah”. Mereka hanya memilih sekolah terpercaya, sesuai dengan yang mereka butuhkan.
4.      Percaya bahwa kualitas pendidikan menentukan kualitas dan masa depan putera-puterinya.
Mereka memiliki keyakinan bahwa pendidikan merupakan jalan lapang untuk mengantarkan kesuksesan putera-puterinya di masa depan. Mereka menempatkan pendidikan yang baik hingga jenjang tertinggi sebagai tumpuan.
5.      Berpandangan ke depan (futuristic).
Mereka adalah masyarakat yang menyadari bahwa persaingan hidup di masa depan semakin ketat. Mereka memiliki kepekaan sosial tinggi, menyadari bahwa tantangan sosial yang dihadapi oleh putera-puterinya kian berat dan membutuhkan kewaspadaan tinggi.
Oleh karena itu, mereka berusaha membekali putera-puterinya dengan pengalaman pendidikan yang lebih baik dibanding masyarakat kebanyakan. Selain sebagai wahana mengantarkan sukses, pendidikan yang baik mereka harapkan dapat menyelamatkan putera-puterinya dari berbagai persoalan sosial, seperti kenakalan remaja dan problem-problem patologis lainnya.
Masyarakat yang membutuhkan layanan pendidikan di atas standar yang ditentukan oleh pemerintah tersebut tentunya siap dengan konsekwensi biaya pendidikan yang lebih besar. Pilihan mereka terhadap sekolah swasta dikarenakan mereka berharap memperoleh jaminan pelayanan yang lebih baik. Demi memenuhi kebutuhan mereka akan pendidikan bermutu, tidak sedikit di antara mereka yang bahkan memilih sekolah di luar negeri meski tidak murah.
Itulah sebabnya, sekolah swasta harus lebih baik dibanding sekolah milik pemerintah baik dari segi kualitas pendidikan maupun pelayanannya. Hal ini dikarenakan tujuan sekolah swasta adalah memberikan alternatif layanan pendidikan yang lebih baik dibanding layanan pendidikan yang disediakan oleh pemerintah.
Pengembangan kualitas pendidikan, kualitas layanan, SDM serta sarana dan prasarana mutlak diperlukan agar sekolah swasta mampu memberikan nilai tawar lebih tinggi dibanding sekolah milik pemerintah. Sekolah swasta harus menempatkan diri sebagai sekolah aktenatif, yaitu sekolah yang menawarkan berbagai keunggulan dibanding sekolah konvensional. Sekolah semacam diperuntukkan bagi masyarakat yang rela mengorbankan biaya demi memperoleh pendidikan dengan kualitas lebih baik.
Masalahnya, banyak guru dan pengelola sekolah swasta yang justeru salah menempatkan diri. Mereka tidak berusaha menjadi sekolah alternatif yang lebih baik dibanding sekolah negeri, bahkan ada yang justeru menjadikan sekolah negeri sebagai acuan. Akibatnya, banyak sekolah swasta tidak berkembang dan hanya mampu menempatkan diri sebagai “sekolah buangan” bagi siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri.
MENGUBAH POLA PIKIR
Hal pertama yang perlu dilakukan agar sekolah swasta berkembang adalah mengubah pola pikir segenap guru dan pengelola sekolah wajib.
1.      Dari pola pikir inferior atau rendah diri menjadi self confidence atau percaya diri.
Banyak orang yang kurang percaya diri dengan status swasta. Padahal swasta berasal dari kata swa hasta yang berarti mandiri, mampu hidup dari tangan sendiri. Sekolah swasta harus tampil percaya diri, bangga sebagai sekolah swasta.
2.      Sekolah swasta harus di atas sekolah negeri, bukan sebagai “pengikut” sekolah negeri.
Berbagai inovasi pendidikan mayoritas lahir dari sekolah swasta, bukan negeri. Kemajuan ekonomi negara mayoritas ditentukan oleh tingkat kemajuan perusahaan-perusahaan swasta, bukan perusahaan pemerintah.
3.      Sekolah swasta harus menempatkan diri sebagai pelayanan jasa yang mampu memberikan nilai lebih dibanding sekolah pemerintah.
Sekolah negeri bukan acuan sekolah swasta, bukan pula pesaing, sebab segmentasi sekolah swasta adalah masyarakat yang  bersedia mengeluarkan biaya demi memperoleh nilai tambah.   
Sebagaimana sektor pembangunan ekonomi, kemajuan perekonomian sangat ditentukan oleh peran pihak (perusahaan) swasta dibanding perusahaan pemerintah (BUMN). Hal ini dikarenakan kalangan swasta pada umumnya cenderung lebih dinamis, kreatif dan penuh inovasi dibandingkan kalangan pemerintahan.
Demikian pula dengan pendidikan, di mana inovasi dan berbagai kemajuan di bidang pendidikan juga lahir dari lembaga-lembaga pendidikan swasta, bukan sekolah pemerintah. Hal ini dikarenakan sekolah swasta lebih bebas untuk melahirkan berbagai inovasi dibanding sekolah negeri yang terbelenggu birokrasi. Karena itu, perkembangan pendidikan swasta diakui sebagai indikator penting yang menunjukkan maju-tidaknya pendidikan suatu daerah, bahkan negara.
Di negara-negara maju dan kota-kota besar, sekolah swasta merupakan pilihan pertama bagi masyarakat sadar pendidikan. Sekolah-sekolah terkemuka di kota-kota besar juga didominasi sekolah-sekolah swasta.
Universitas terkemuka di dunia mayoritas didominasi oleh universitas swasta. Karena itu, untuk mendorong kemajuan pendidikan, hampir semua universitas negeri terkemuka di Indonesia saat ini “diswastakan” melalui penerapan Badan Hukum Pendidikan (BHP).

Mengapa Jokowi Diserang Habis-habisan?

Irfan Tamwifi Pensiun dari jabatan presiden, tidak membuat Jokowi terbebas dari berbagai serangan politik seperti yang dihadapinya menjelang...