Guru merupakan "mesin" utama sekolah. Kekuatan dan laju perkembangan sekolah ditentukan bukan saja oleh seberapa baik guru yang dimiliki, sebab sekolah melibatkan banyak guru. Padahal sebagai manusia guru memiliki beragam karakter, latar belakang, kemampuan, orientasi, ragam sikap dan tanggung jawab serta gaya dalam mengelola sekolah.
Sekolah sendiri merupakan sebuah sistem, yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang saling berkaitan. Satu unsur saja terganggu atau tidak kompak akan mempengaruhi keseluruhan. Selain tuntutan kompetensi, kinerja sekolah juga ditentukan oleh kualitas kerja sama antar setiap unsur dalam sistem sekolah.
Ibarat kereta yang ditarik oleh 6 ekor kuda, sekolah memerlukan 6 ekor kuda yang mampu berlari dengan kecepatan dan ritme yang sama. Bila satu ekor kuda saja berlari lebih lambat atau lebih kencang dari yang lain, dapat dipastikan akan mengganggu kinerja keseluruhan kereta. Bahkan kecenderungannya, laju kereta akan melambat bukan hanya bila ada satu ekor kuda yang berlari lebih lambat, tetapi bila ada yang berlari lebih kencang dari yang lain.
Guru-guru di suatu sekolah sangat mungkin memiliki perbedaan kompetensi, baik dari segi ragam atau jenis keahlian yang dimiliki maupun dari segi kualitasnya. Perbedaan tersebut perlu dikelola agar melahirkan sinergi dan bukannya sebaliknya, justeru menghambat kinerja sekolah. Di sinilah kekompakan perlu dibangun di kalangan guru dan segenap pengelola sekolah, agar melahirkan sinergi dan bukan menghambat kinerja.
Beberapa usaha diperlukan dalam agar kompetensi guru dapat melahirkan sinergi positif bagi kemajuan sekolah. Beberapa usaha dimaksud di antaranya.
1. Menentukan Standar Kualifikasi dan Kompetensi
Pemenuhan standar kualifikasi sering kali hanya dikonotasikan dengan formalitas pengalaman pendidikan. Banyak guru yang menempuh kuliah abal-abal hanya dalam rangka memenuhi standar kualifikasi akademik, padahal kompetensi akademik yang sesungguhnya tidak terpenuhi.
Setiap sekolah perlu menetapkan standar kualitas tenaga guru dan pengelolanya agar mampu memberikan jaminan mutu pendidikan yang terukur. Kualitas tenaga menentukan seberapa siap dalam melaksanakan visi dan misi sekolah. Standar tersebut dibuat agar terhindar dari terjadinya kesenjangan dalam hal pola pikir, cara pandang dan cara kerja.
Standar kualifikasi dan kompetensi memungkinkan setiap guru menyesuaikan diri dengan tuntutan professional yang dihadapi. Bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi dan kompetensi secara otomatis harus belajar dan berusaha mengembangkan diri hingga mencapai standar yang ditetapkan.
2. Menentukan SOP
SOP atau Standar Operational Procedure merupakan instrument yang menjadi pedoman mengenai cara-cara dan langkah-langkah kerja bagi segenap guru dan pengelola sekolah. Substansi SOP mencakup semua aspek pengelolaan sekolah, mulai dari bagaimana memperlakukan siswa sejak datang hingga pulang sekolah.
SOP memungkinkan setiap guru dan pengelola sekolah memberikan perlakuan yang sama terhadap siswa-siswinya. Instrumen ini menghindarkan terjadinya perbedaan dalam hal cara bekerja, cara memperlakukan dan menyikapi berbagai persoalan.
Instrumen ini juga menjadi acuan dalam melakukan evaluasi terhadap proses pengelolaan pembelajaran dan kegiatan sekolah secara keseluruhan. Tanpa instrument ini pada dasarnya sekolah akan kesulitan dalam melakukan evaluasi dan judgment. Evaluasi akan selalu bersifat eksploratif, mencari-cari, tanpa patokan yang dapat dipertanggung jawabkan, sehingga tidak dapat memberikan judgment terhadap keberhasilan maupun kegagalan suatu kegiatan, terutama dari segi proses.
3. Menentukan Standar Kinerja
Standar kinerja merupakan pedoman mengenai hasil kerja yang harus dipenuhi oleh segenap guru. Sebagai profesional, guru harus dapat bekerja berdasarkan kriteria-kriteria yang terukur. Tanpa standar kinerja yang jelas, guru akan menjadi pekerja yang sebenarnya tidak profesional. Padahal sebagai profesional guru seharusnya bekerja berdasarkan kriteria hasil kerja yang terukur.
Ukuran kinerja sebenarnya tidak terbatas pada hasil kerja saja, tetapi juga bisa mencakup proses kerja. Contoh kinerja berdasarkan hasil kerja misalnya, guru dinyatakan berhasil melaksanakan tugas bila 85% siswa-siswinya mampu mencapai KKM yang ditetapkan, dan dinyatakan belum berhasil atau gagal bila belum mencapai standar tersebut. Sedangkan contoh kinerja berdasarkan proses kerja misalnya, guru atau pegawai dinyatakan bekerja dengan baik bila kehadirannya di sekolah sejumlah 95% dari hari efektif.
4. Penyatuan Visi, Sikap dan Tanggung Jawab
Bagian yang tidak dapat diabaikan dalam upaya membangun kekompakan guru dan pengelola sekolah adalah penyamaan visi, sikap dan tanggung jawab. Upaya ini ditujukan untuk menyatukan cara pandang guru dan pengelola sekolah mengenai apa saja yang harus diwujudkan atau dicapai oleh sekolah melalui berbagai kegiatan di dalamnya. Seluruh tenaga di sekolah menjadikan visi tersebut sebagai tujuan bersama.
Hal yang juga perlu disamakan adalah sikap dan tanggung jawab guru di sekolah. Setiap guru sangat boleh jadi memiliki karakter yang berbeda-beda, tetapi sebagai sebuah tim mereka harus memiliki komitmen yang sama, sehingga dapat menunjukkan sikap dan tanggung jawab yang sama, sehingga mampu bekerja sama dan saling mendukung.
Hambatan-hambata mental seyogyanya dihapuskan sehingga meminimalisir terjadinya konflik dan terganggunya kerja sama tim. Di antara cara yang umum dilakukan adalah melalui pelatihan dinamika tim dan penyelenggaraan forum-forum informal yang ditujukan untuk mencairkan suasana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar