Tampilkan postingan dengan label PENDIDIKAN KARAKTER. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PENDIDIKAN KARAKTER. Tampilkan semua postingan

Jumat, 17 Juni 2016

10 PROBLEM UMUM BELAJAR ANAK

Oleh:  Irfan Tamwifi

Pembelajaran efektif merupakan dambaan setiap guru dan sekolah, tetapi mewujudkannya tidak selalu mudah dilakukan. Berbagai hambatan dihadapi guru dalam mengelola pembelajaran di kelas. Selain karena faktor instrumental, seperti kurikulum, guru dan infrastruktur, pembelajaran yang tidak dapat diabaikan adalah yang terletak pada diri peserta didik. Ibarat memasak suatu masakan atau memproduksi suatu produk, efektif tidaknya pencapaian hasil belajar juga ditentukan oleh bahan yang akan dimasak atau bahan baku produksinya. 
Meskipun demikian, sebagian problem belajar yang terletak pada peserta didik pada dasarnya dapat diupayakan untuk dikembangkan, baik secara sendirian, bersama sekolah, wali murid maupun pihak lain seperti konselor. Bahkan tugas pertama guru pada dasarnya adalah mempersiapkan peserta didik agar siap mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru perlu memahami problem-problem umum yang biasa menghambat proses belajar anak. Di antara problem tersebut adalah sebagai berikut.
1.   Minat Belajar
Problem paling umum belajar anak terletak pada rendahnya minat belajar. Belajar sering kali dijalani peserta didik sebagai ritual, aktivitas rutin, dan bukan atas kehendak, keinginan atau inisiatifnya sendiri. Rendahnya minat belajar mengakibatkan proses belajar hanya akan menjadi kegiatan yang kurang bermakna, dan dijalani sambil lalu.
2.   Kemauan Belajar
Belajar merupakan proses yang membutuhkan usaha yang keras. Belajar merupakan proses di mana seseorang melakukan suatu aktivitas mental hingga memperoleh suatu pengetahuan atau keahlian tertentu. Proses yang membutuhkan usaha dengan sendirinya tidak selalu mudah untuk dijalani. Meski demikian, setiap peserta didik yang kondisi mentalnya normal pada dasarnya mampu mempelajari seluruh materi pembelajaran dengan maksimal. Yang membedakan hasil belajar peserta didik satu dari yang lain pada umumnya terletak pada perbedaan kemauan untuk menempuh proses belajar dengan segala beban dan kesulitan di dalamnya. 
3.   Kemandirian Belajar
Pada dasarnya setiap manusia dapat belajar sendiri dari berbagai sumber. Hanya saja, kebanyakan anak cenderung ketergantungan pada guru, sekolah atau orang tuanya. Pada banyak kasus, hambatan belajar terjadi akibat ketergantungan tersebut, padahal seharusnya mereka dapat melakukan proses itu secara mandiri. Banyak anak yang lebih suka disuapi dibanding mengeksplorasi sendiri beragam pengetahuan dan keahlian di sekelilingnya, meskipun internet, media massa dan buku-buku mudah diakses. Ketidakmandirian belajar sering kali menjadi penyebab tidak optimalnya proses belajar yang dilalui peserta didik. Padahal semakin mandiri seorang anak, maka semakin cepat mereka mencapai tujuan belajar.
4.   Kesadaran dan Tanggung Jawab
Seharusnya belajar merupakan kebutuhan setiap individu agar berkembang kemampuannya baik aspek kognitif maupun vokasionnalnya. Hanya saja, tidak semua anak memiliki kesiapan untuk belajar untuk dirinya sendiri. Banyak anak yang tidak merasa butuh untuk belajar. Ketergantungan anak pada orang lain, seperti keluarga dan lingkungan menjadikan belajar sering kali bukan bermakna sebagai kebutuhan diri sendiri, melainkan orang lain, terutama orang tua dan guru.
5.   Mental dan Kepribadian
Anak-anak dengan kondisi mental dan kepribadian tertentu cenderung tidak mudah untuk mengikuti proses pembelajaran secara efektif. Kondisi mental dan kepribadian tersebut tercermin dalam sikap dan perilaku anak dalam mengikuti proses pembelajaran. Anak-anak dengan mentalitas manja, liar, tidak tenang, kesulitan memfokuskan perhatian membutuhkan tenaga ekstra untuk mengantarkan mereka mencapai hasil belajar yang memadai.
6.   Kesiapan Mental
Belajar membutuhkan fokus perhatian secara optimal. Pembelajaran efektif membutuhkan kesiapan mental anak untuk menghadapi dan berproses di kelas. Sering dijumpai anak-anak yang secara fisik di kelas, tetapi sangat boleh jadi hati dan pikirannya berada di tempat lain. Kesiapan mental sangat penting diperhatikan dalam proses pembelajaran, agar hal-hal di luar tujuan pembelajaran dieliminasi sehingga anak lebih fokus pada proses belajar.
7.   Kecerdasan
Tidak dapat dipungkiri bahwa pembelajaran, terutama dalam bidang-bidang kognitif membutuhkan tingkat kecerdasan tertentu. Anak-anak dengan tingkat kecerdasan rendah, apalagi sampai taraf disleksia misalnya, akan menyulitkan guru dalam mengantarkan mereka pada hasil belajar yang optimal. Kecerdasan seorang anak mempengaruhi kemampuan mereka dalam merekam informasi, memahami, apalagi mengimplementasikan konsep atau pengetahuan.
8.  Gaya Belajar
Pembelajaran ideal sering menuntut guru untuk menyesuaikan pendekatan pembelajarannya dengan gaya belajar peserta didik. Masalahnya, di kelas yang peserta didiknya memiliki gaya belajar beragam pada umumnya menyulitkan guru mencapai hasil pembelajaran secara optimal. Mengikuti gaya belajar sekelompok anak berpotensi merugikan anak yang lain, 
9.  Lingkungan Belajar
Aspek krusial yang sering kali diabaikan dalam pengelolaan belajar adalah budaya belajar di suatu sekolah. Budaya sekolah yang tidak terkonsep atau terlanjur diliputi oleh sikap, perilaku dan kebiasaan yang tidak kondusif cenderung sulit mengarahkan peserta didik mencapai kompetensi yang ditetapkan. 
10.  Lingkungan Sosial
Pembelajaran di sekolah pada dasarnya bukan proses yang berdiri sendiri. Secara tidak langsung, lingkungan di mana peserta didik tinggal dan bersosialisasi menentukan seberapa efektif mereka belajar di sekolah. Anak-anak yang bergaul dengan anak-anak yang malas belajar, akan cenderung demikian ketika di sekolah. Anak-anak di keluarga yang menekankan pentingnya belajar dan tidak juga menentukan bagaimana mereka belajar saat di sekolah. 

Senin, 13 Juni 2016

3 DAMPAK RENDAH DIRI PADA REMAJA

Oleh:  Irfan Tamwifi

Berbeda dari masa anak-anak yang umumnya bebas berekspresi, banyak anak yang berubah menjadi lebih tertutup, pendiam dan pasif saat memasuki masa remaja. Di satu sisi hal ini terjadi dikarenakan mulai tumbuhnya kesadaran mengenai normal dan nilai, tetapi di sisi lain perubahan tersebut sering kali terjadi akibat berkembangnya perasaan kurang percaya diri. 
Kesadaran atas nilai dan norma merupakan hal yang wajar dan seharusnya terjadi, tetapi akan menjadi masalah yang merugikan bilamana perubahan terjadi karena penurunan kepercayaan diri. Ironisnya, penurunan kepercayaan diri sering kali menjadi problem kejiwaan paling merugikan yang dialami anak saat memasuki masa remaja. Di antara kerugian anak yang rendah diri adalah: 
1.   Gagal Mengeksplorasi Diri
Setiap manusia pasti memiliki potensi-potensi mental dan fisik yang bilamana digali dan dilatih secara  optimal akan mengantarkannya meraih sukses. Hanya saja, rendahnya kepercayaan diri dapat mengakibatkan anak kehilangan banyak kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai potensi dirinya. Anak yang kurang percaya diri cenderung menarik diri dari arena pertaruangan dan menutup peluang untuk mengembangkan berbagai potensi diri mereka. 
Dengan kata lain, rendahnya kepercayaan diri membuat anak kalah sebelum bertanding. Padahal bila anak memiliki kesempatan untuk berkembang secara optimal, sangat boleh jadi mereka dapat bersaing dengan anak-anak yang kepercayaan dirinya lebih tinggi.
Dalam banyak kasus, anak-anak yang sukses tidak selalu berasal dari anak yang potensi dirinya lebih baik dibanding anak-anak yang gagal. Mereka yang berhasil meraih posisi-posisi prestisius seperti menjadi aparat pemerintahan, menjadi guru, dosen, atau profesi-profesi menterang lainnya, tidak selalu memiliki potensi kecerdasan lebih dari yang lain. Banyak di antara orang-orang yang sukses meraih karier yang mapan dalam hidupnya lebih dikarenakan modal keberanian dan kepercayaan diri dibanding kemampuan bawaan.
2.   Melemahkan Semangat Juang
Tidak salah bila para pakar kesuksesan berkeyakinan bahwa modal utama kesuksesan hidup lebih ditentukan oleh kekuatan mental dibanding kecerdasan, keahlian dan kompetensi teknis lainnya. Kesuksesan lebih ditentukan oleh kekuatan mental seseorang dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Kekuatan tersebut berupa keyakinan diri atau kepercayaan diri, keberanian, kekuatan kemauan dan semangat juang seseorang dalam meraih sukses.Kemampuan kerja memang tidak selalu dapat dipelajari dengan mudah, tetapi kekuatan kemauan memungkinkan seseorang belajar dan meraih sukses. 
Rendahnya kepercayaan diri dengan sendirinya akan menghambat kekuatan mental seseorang untuk mengalahkan tantangan sejati dalam meraih sukses. Tantangan sejati dalam meraih sukses yang pertama dan terutama adalah mengalahkan kelemahan diri sendiri. Seseorang tidak akan mampu mengalahkan orang lain, bila dalam dirinya tidak ada kepercayaan diri.
Ibarat menghadapi pertempuran, orang yang tidak percaya diri bukan berarti tidak lebih terampil dalam bermain senjata dengan lawan, tetapi orang yang tidak punya nyali untuk bertempur. Tidak adanya nyali akan dengan mudah meruntuhkan semangat juangnya dan pada gilirannya akan dengan mudah dikalahkan oleh lawan.
3.   Memperkokoh Ketidakmampuan
Ketidakpercayaan diri cenderung membuat anak menarik diri dari percaturan hidup. Menarik diri dari percaturan hidup sama artinya dengan menutup diri, menutup jalan menuju sukses. Anak remaja yang rendah diri akan diliputi oleh perasaan kalah, bahkan sebelum pertandingan dimulai, yang pada gilirannya akan membuat mereka memilih untuk tidak bertanding.
Masalahnya, ketidakpercayaan diri sering kali tidak begitu jelas dialami oleh setiap remaja. Tingginya ego, perasaan lemah dan berbagai alasan membuat perasaan rendah diri sering diekspresikan secara berbeda-beda oleh setiap anak. Sebagian mengekspresikan perasaan rendah diri dengan cara menarik diri, menutup diri, dan membatasi diri untuk berkembang, sedangkan sebagian remaja lain cenderung mengekspresikan rasa rendah diri dengan cara sebaliknya. 
Dalam keseharian dapat dijumpai remaja yang terlihat pemberani, ugal-ugalan, dan agresif, meski pada dasarnya sikap dan perilaku tersebut sebenarnya bukan dikarenakan kepercayaan diri yang tinggi, melainkan sebaliknya. Banyak remaja yang berpakaian atau berdandan aneh-aneh, besikap arogan atau bahkan agresif bukan karena percaya diri, tetapi pada dasarnya justeru terjadi akibat ketidakpercayaan diri. Mereka berusaha menutupi ketidakpercayaan dirjnya dengan cara seolah-olah percaya diri.
Ketidakpercayaan diri baik yang diekspresikan dengan sikap dan perilaku tertutup maupun agresif pada dasarnya hanya memperkokoh ketidakmampuan diri anak. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk berkembang secara positif karena sikap dan perilaku anak yang tidak percaya diri  cenderung menjauhkan mereka dari kesempatan untuk belajar secara wajar dan terstruktur.

Sabtu, 14 Juni 2014

PENGERTIAN DAN BENTUK-BENTUK BULLYING

Oleh: Irfan Tamwifi

Bullying memiliki konteks pengertian yang luas. Bullying bukan hanya berbentuk sikap dan perilaku kekerasan dan represi pada orang lain, melainkan lebih luas lagi. Pengertian bullying mencakup berbagai sikap dan perilaku yang mengarah pada pelecehan, penghinaan, penindasan, dan kekerasan oleh orang yang lebih dominan kepada orang lain yang lebih inferior.
Bentuk bullying sangat beragam, mulai dari sikap, perkataan hingga perbuatan atau tindakan yang mengarah pada usaha merendahkan, mengganggu, menekan, dan merugikan orang lain secara fisik maupun mental.
1. Sikap
Bullying dapat dilakukan dalam bentuk sikap baik berupa ekspresi wajah maupun bahasa tubuh yang ditujukan untuk menakut-nakuti, melecehkan, merendahkan, menghina, sikap yang memperlihatkan ketidaksukaan, jijik, atau membuat orang lain merasa tidak nyaman. Di antara bentuk bully dengan sikap adalah wajah sinis, acuh tak acuh, pandangan merendahkan dan sebagainya. Sebagai misal ada seorang teman yang berpakaian lusuh dan orang lain memandangnya dengan tatapan aneh.
2. Perkataan
Bullying paling sering dilakukan dalam bentuk kata-kata yang bernada ejekan, olok-olokan, sindiran, intimidasi, atau bahkan hardikan. Sebagai misal seseorang mengejek orang lain dengan predikat negatif, menyebut nama orang tua, etnis, agama atau stereo type lain yang membuat seseorang menjadi tidak nyaman.
3. Perbuatan
Bullying paling berat biasanya yang dilakukan dengan disertai perilaku atau tindakan tertentu yang mengarah pada usaha merendahkan, meremehkan, "ngerjain" atau mempermainkan, hingga mengancam dan menyiksa orang lain. Di antara contoh yang lazim dilakukan adalah dengan pengucilan seseorang dari yang lain, sehingga korban bullying merasa tidak tidak nyaman, diremehkan atau diterima lingkungan pergaulannya.

BULLYING: DULU DAN SEKARANG

Bully atau bullying merupakan istilah baru dalam perbendaharaan bahasa di Indonesia sekarang. Bully atau bullying secara kebahasaan berarti tindakan mengganggu kenyamanan mental orang lain (noisily domineering) yang mengarah pada merendahkan, melecehkan, membuat kesal orang lain (tending to browbeat others).
Meski dari istilah baru dikenal, tetapi kebisaan bullying dari segi perilaku sudah dikenal sejak dahulu kala. Bedanya, pada jaman sekarang bullying dipandang sebagai perbuatan tercela bahkan dapat dipidanakan, sementara pada jaman dulu bullying dianggap sebagai hal biasa.
Di sekolah, di lingkungan rumah, kampung dan berbagai tempat sering dijumpai seorang atau beberapa orang anak dijadikan bahan ejekan, olok-olok, "permainan" serta bentuk-bentuk pelecehan lainnya. Di antara buktinya adalah pemberian nama panggilan yang melecehkan, misalnya anak berhidung panjang dipanggil petruk, anak gemuk atau memiliki perut gendut dipanggil bagong, si gendut atau si gembul, dan berbagai panggilan lain yang bernada mengejek.
Anak-anak yang menjadi korban bullying umumnya merasa terhina, direndahkan, dan tertekan. Tidak jarang bullying mengakibatkan pertengkaran dan permusuhan bagi anak yang berani melawan, dan tertekan bagi yang lemah. Meski demikian, ada juga anak yang hingga dewasa tetap nyaman dengan nama ejekan tersebut, sehingga di pedesaan Jawa masih ada beberapa orang yang dipanggil, Darto Bagong, Imron Kate, Sumadi Kambing dan sebagainya. 
Bullying pada masa lalu hanya dipandang sebagai perilaku biasa yang akan hilang atau tidak berarti lagi seiring perkembangan anak saat memasuki masa dewasa, atau setelah kegiatan berlalu. Itu sebabnya, metode bullying sendiri bahkan masih sering dipertahankan dalam berbagai kegiatan formal, sebagai misal, perpeloncoan dalam kegiatan kemahasiswaan, masa orientasi siswa dan sebagainya.
Hal ini berbeda dengan pandangan masyarakat mengenai bullying pada masa sekarang. Meningkatkan kebutuhan untuk menghargai privasi, martabat dan perkembangan mental menempatkan bullying sebagai sikap dan perilaku yang dinilai merugikan dan harus dihindari. Kesadaran atas kebutuhan penghargaan dan menjaga tumbuh kembang mental anak menjadikan bullying sulit diterima oleh anak manusia saat ini.
Itu sebabnya, bullying harus dihindari baik di lingkungan keluarga, sosial maupun sekolah. Apalagi bentuk-bentuk bullying tak jarang mengarah pada sikap dan tindakan yang mengarah kriminal, seperti mengancam, menekan, atau mengeksploitasi yang lemah demi keuntungan yang kuat (the act of intimidating a weaker person to make them do something).
Apalagi tekanan mental yang terjadi selama kegiatan bullying tidak jarang berakibat fatal, kematian. Kasus-kasus kematian remaja saat opspek, kekerasan di sekolah-sekolah ketentaraan, IPDN, dan berbagai kampus yang marak beberapa waktu terakhir merupakan dampak bullying yang berlebihan dan membudaya yang tak lagi dapat diterima oleh manusia saat ini.

Sabtu, 22 Februari 2014

KETERAMPILAN TEKNIS DAN SOSIAL; 2 FUNDAMENTAL KETRAMPILAN HIDUP

Kurikulum pendidikan dari waktu ke waktu mengalami perubahan demi perubahan. Tujuan perubahan tersebut tidak lepas dari tingginya harapan yang disandarkan pada dunia pendidikan. Banyak konsep ditawarkan, tetapi tak ada yang memuaskan semua pihak. Beragam kompetensi dirumuskan tetapi hanya beberapa yang dapat diwujudkan.
Berdasarkan pengalaman saya pribadi serta mengamati sikap dan perilaku guru di sekolah, saya menyimpulkan bahwa pada dasarnya hidup hanya membutuhkan 2 ketrampilan, yang saya istilahkan dengan keterampilan teknis dan keterampilan sosial. Mungkin kedua istilah tersebut tidak tepat, tetapi saya belum menemukan istilah lain yang lebih representatif.
1.  Ketrampilan Teknis 
Keterampilan teknis adalah kemampuan seseorang melaksanakan bidang tugas yang dihadapi. Kemampuan ini memungkinkan seseorang disebut tukang, ahli atau pakar di bidangnya. Sebagai misal, kemampuan pelajar menguasai mata pelajaran dan mengerjakan soal ujian, tukang kebersihan membersihkan halaman, seorang pakar menganalisis masalah, dokter menangani pasien, sopir menjalankan kendaraan dan sebagainya. 
Kemampuan ini memiliki tingkatan-tingkatan, dan tingkatan tersebut menentukan nilai keahlian seseorang. Keterampilan teknis menentukan nilai keterpercayaan seseorang di hadapan orang lain yang membutuhkan. Kemampuan tukang kayu membuat mebeler dan teknisi mereparasi kendaraan memungkinkannya dibutuhkan dan dihargai oleh mereka yang mempekerjakan. Kemampuan siswa mengerjakan soal ujian akan menentukan nilai yang diberikan oleh guru atau dosen kepadanya.
Sekolah dan lembaga-lembaga pelatihan pada dasarnya hanya menekankan pembinaan keterampilan teknis. Siswa dilatih untuk mampu mengerjakan soal melalui proses pembelajaran, Pelajaran seni dan keterampilan mengajarkan kemampuan menerapkan bidang tersebut. Semakin tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran menentukan level keberhasilan seseorang. 
2.  Ketrampilan Sosial
Keterampilan sosial adalah kemampuan seseorang untuk membangun relasi dan berkomunikasi dengan orang lain di sekitarnya, dan membuatnya diterima, dihargai, didengar, disukai atau bahkan diikuti oleh orang lain. Kemampuan tersebut memungkinkan seseorang meraih keberhasilan dalam hidup.
Keterampilan ini bersifat seni dalam arti luas, yaitu dari sisi keunikan kreasi manusia. Dalam hal ini seni dipahami sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia yang bersifat unik sesuai dengan kekhasan pribadi dan kecenderungan hidup seseorang. Itu sebabnya, bagaimana seseorang mengekspresikan kemampuan ini dengan cara yang berbeda-beda.
Keterampilan ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, meski di sekolah tidak diajarkan. Orang yang paling membutuhkan keterampilan ini adalah para politisi, sales, atau pedagang. Profesi politisi tidak begitu banyak membutuhkan keahlian di bidang keilmuan tertentu, bahkan orang yang tidak begitu sukses tak jarang berhasil menjadi politisi dan pemimpin ulung. 
Mereka lebih banyak mengandalkan kemampuan menempatkan dirinya agar diterima, disukai, dan dipilih oleh rakyat. Adapun hal-hal yang berbau teknis diserahkan pada orang lain yang mempunyai keahlian teknis. Kepiawaian mereka mendekati dan meyakinkan orang lain lebih menentukan dibanding keterampilan teknis.
Pedagang dan salen yang sukses pada umumnya juga mempunyai keterampilan sosial yang tinggi. Teknik dagang pada dasarnya  sederhana yaitu ada barang, dipajangkan, dibeli orang, dan untung, tetapi nyatanya tak semua orang yang membuka toko mampu menarik pelanggan.
Mana Yang Lebih Penting?
Tidak ada patokan baku mengenai mana yang lebih penting, sebab sebagaimana contoh-contoh di atas, ada yang memiliki keterampilan teknis tinggi berhasil dan pula yang gagal. Ada lagi yang berhasil hanya dengan mengandalkan keterampilan sosial, tetapi ada pula yang tidak.
Secara umum, keterampilan teknis pada umumnya merupakan keterampilan yang perlu dibekalkan pada setiap anak manusia, sebab keterampilan ini merupakan keterampilan yang paling dasar dan secara alamiah dibutuhkan manusia untuk hidup. Bahkan di tengah kesendirian, seseorang perlu memiliki keterampilan teknis dalam memanfaatkan segala hal di sekitarnya agar dia tetap bertahan hidup. Sedangkan keterampilan sosial diperlukan bagi manusia saat berhadapan dengan manusia lainnya.
Di tengah percaturan sosial yang kian kompleks saat ini, keterampilan teknis saja biasanya tidak memadai untuk meraih sukses. Teknisi mesin yang sangat ahli belum tentu mendapat pekerjaan bila sikap dan tutur katanya mengecewakan orang lain. Teknisi yang baru berlajar mungkin lebih diterima karena sikap, turut kata dan perilakunya membuat sang majikan nyaman mempekerjakannya.
Di lembaga-lembaga modern paduan keduanya menjadi penekanan, tetapi sisi keterampilan sosial biasanya lebih ditekankan. Aspek keterampilan sosial biasanya tampak pada penekanan layanan prima (service axcellence), misalnya dengan sikap yang ramah, jawaban yang menyejukkan, hingga berbagai fasilitas yang mampu mengurangi kekecewaan pelanggan. Keterampilan sosial sering kali mampu menutupi keterampilan teknis yang kurang memadai, meski tidak ada pendidikan yang secara khusus menyediakan materi ini secara khusus. 

Selasa, 10 Juli 2012

TERDIDIK MENJADI PEMALAS

Di kampung sekitar SD Islam Darush Sholihin dapat dijumpai masyarakat yang praktis sepanjang hari hanya berkumpul sambil duduk-duduk dan ngobrol di emperan rumah. Di sekitar sekolah saja ada tidak kurang dari 20 tenaga kerja produktif yang tidak melakukan apa-apa sepanjang hari. Di antara mereka ada yang hanya istri atau suaminya yang menganggur, ada pula yang dua-duanya tidak bekerja. 

Rabu, 13 Juni 2012

KELUARGA: PENDIDIKAN KARAKTER PERTAMA

Pendidikan karakter banyak dibahas di lingkungan pendidikan formal. Berbagai kebijakan pendidikan, mulai dari pengelolaan kurikulum dan pembelajaran hingga berbagai sarana dan prasarana dibangun dalam rangka pendidikan karakter, tetapi keluarga yang merupakan wahana pendidikan karakter paling menentukan relatif kurang mendapat perhatian. 

Jumat, 16 Maret 2012

TIPE-TIPE PENDIDIKAN KARAKTER


Pendidikan karakter merupakan keniscayaan atau sesuatu yang pasti terjadi dalam setiap penyelenggaraan pendidikan. Seperti apapun pola penyelenggaraan dan pengelolaan sekolah dengan sendirinya akan mempengaruhi pembentuk karakter siswa-siswinya, terlepas karakter dimaksud termasuk karakter positif maupun sebaliknya.

Kamis, 01 Maret 2012

URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER

Pendidikan karakter yang paling menonjol terletak pada adanya berbagai kegiatan yang ditujukan dalam rangka membangun sikap dan perilaku positif melalui kebiasaan-kebiasaan baik.
Penekanan pada pendidikan karakter diperlukan mengingat beberapa pertimbangan, di antaranya:
1.    Pemahaman baru mengenai konsep kesusksesan
Kesuksesan hidup anak manusia pertama-tama ditentukan oleh kualitas mental dan kepribadian, yang tercermin dalam sikap mental dan perilaku setiap individu. Kemampuan kognitif dan ketrampilan individu tidak memadai untuk mengantarkan pada kesuksesan hidup, bilamana tidak ditunjang dengan sikap mental yang positif.

Minggu, 26 Februari 2012

TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER

Pendidikan karakter menjadi wacana pendidikan yang cukup menonjol di Indonesia akhir-akhir ini. Beragam konsep sudah diajukan oleh para pemerhati pendidikan, meski aplikasinya masih belum terbayangkan. Instansi pendidikan di beberapa daerah bahkan sudah mensosialisasikan pendidikan karakter melalui penyusunan disain hingga rencana pelaksanaan pembelajaran (berbasis) karakter, tetapi hasilnya masih dalam tanda tanya. 

Mengapa Jokowi Diserang Habis-habisan?

Irfan Tamwifi Pensiun dari jabatan presiden, tidak membuat Jokowi terbebas dari berbagai serangan politik seperti yang dihadapinya menjelang...