Tampilkan postingan dengan label LEARNING. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label LEARNING. Tampilkan semua postingan

Jumat, 17 Juni 2016

10 PROBLEM UMUM BELAJAR ANAK

Oleh:  Irfan Tamwifi

Pembelajaran efektif merupakan dambaan setiap guru dan sekolah, tetapi mewujudkannya tidak selalu mudah dilakukan. Berbagai hambatan dihadapi guru dalam mengelola pembelajaran di kelas. Selain karena faktor instrumental, seperti kurikulum, guru dan infrastruktur, pembelajaran yang tidak dapat diabaikan adalah yang terletak pada diri peserta didik. Ibarat memasak suatu masakan atau memproduksi suatu produk, efektif tidaknya pencapaian hasil belajar juga ditentukan oleh bahan yang akan dimasak atau bahan baku produksinya. 
Meskipun demikian, sebagian problem belajar yang terletak pada peserta didik pada dasarnya dapat diupayakan untuk dikembangkan, baik secara sendirian, bersama sekolah, wali murid maupun pihak lain seperti konselor. Bahkan tugas pertama guru pada dasarnya adalah mempersiapkan peserta didik agar siap mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru perlu memahami problem-problem umum yang biasa menghambat proses belajar anak. Di antara problem tersebut adalah sebagai berikut.
1.   Minat Belajar
Problem paling umum belajar anak terletak pada rendahnya minat belajar. Belajar sering kali dijalani peserta didik sebagai ritual, aktivitas rutin, dan bukan atas kehendak, keinginan atau inisiatifnya sendiri. Rendahnya minat belajar mengakibatkan proses belajar hanya akan menjadi kegiatan yang kurang bermakna, dan dijalani sambil lalu.
2.   Kemauan Belajar
Belajar merupakan proses yang membutuhkan usaha yang keras. Belajar merupakan proses di mana seseorang melakukan suatu aktivitas mental hingga memperoleh suatu pengetahuan atau keahlian tertentu. Proses yang membutuhkan usaha dengan sendirinya tidak selalu mudah untuk dijalani. Meski demikian, setiap peserta didik yang kondisi mentalnya normal pada dasarnya mampu mempelajari seluruh materi pembelajaran dengan maksimal. Yang membedakan hasil belajar peserta didik satu dari yang lain pada umumnya terletak pada perbedaan kemauan untuk menempuh proses belajar dengan segala beban dan kesulitan di dalamnya. 
3.   Kemandirian Belajar
Pada dasarnya setiap manusia dapat belajar sendiri dari berbagai sumber. Hanya saja, kebanyakan anak cenderung ketergantungan pada guru, sekolah atau orang tuanya. Pada banyak kasus, hambatan belajar terjadi akibat ketergantungan tersebut, padahal seharusnya mereka dapat melakukan proses itu secara mandiri. Banyak anak yang lebih suka disuapi dibanding mengeksplorasi sendiri beragam pengetahuan dan keahlian di sekelilingnya, meskipun internet, media massa dan buku-buku mudah diakses. Ketidakmandirian belajar sering kali menjadi penyebab tidak optimalnya proses belajar yang dilalui peserta didik. Padahal semakin mandiri seorang anak, maka semakin cepat mereka mencapai tujuan belajar.
4.   Kesadaran dan Tanggung Jawab
Seharusnya belajar merupakan kebutuhan setiap individu agar berkembang kemampuannya baik aspek kognitif maupun vokasionnalnya. Hanya saja, tidak semua anak memiliki kesiapan untuk belajar untuk dirinya sendiri. Banyak anak yang tidak merasa butuh untuk belajar. Ketergantungan anak pada orang lain, seperti keluarga dan lingkungan menjadikan belajar sering kali bukan bermakna sebagai kebutuhan diri sendiri, melainkan orang lain, terutama orang tua dan guru.
5.   Mental dan Kepribadian
Anak-anak dengan kondisi mental dan kepribadian tertentu cenderung tidak mudah untuk mengikuti proses pembelajaran secara efektif. Kondisi mental dan kepribadian tersebut tercermin dalam sikap dan perilaku anak dalam mengikuti proses pembelajaran. Anak-anak dengan mentalitas manja, liar, tidak tenang, kesulitan memfokuskan perhatian membutuhkan tenaga ekstra untuk mengantarkan mereka mencapai hasil belajar yang memadai.
6.   Kesiapan Mental
Belajar membutuhkan fokus perhatian secara optimal. Pembelajaran efektif membutuhkan kesiapan mental anak untuk menghadapi dan berproses di kelas. Sering dijumpai anak-anak yang secara fisik di kelas, tetapi sangat boleh jadi hati dan pikirannya berada di tempat lain. Kesiapan mental sangat penting diperhatikan dalam proses pembelajaran, agar hal-hal di luar tujuan pembelajaran dieliminasi sehingga anak lebih fokus pada proses belajar.
7.   Kecerdasan
Tidak dapat dipungkiri bahwa pembelajaran, terutama dalam bidang-bidang kognitif membutuhkan tingkat kecerdasan tertentu. Anak-anak dengan tingkat kecerdasan rendah, apalagi sampai taraf disleksia misalnya, akan menyulitkan guru dalam mengantarkan mereka pada hasil belajar yang optimal. Kecerdasan seorang anak mempengaruhi kemampuan mereka dalam merekam informasi, memahami, apalagi mengimplementasikan konsep atau pengetahuan.
8.  Gaya Belajar
Pembelajaran ideal sering menuntut guru untuk menyesuaikan pendekatan pembelajarannya dengan gaya belajar peserta didik. Masalahnya, di kelas yang peserta didiknya memiliki gaya belajar beragam pada umumnya menyulitkan guru mencapai hasil pembelajaran secara optimal. Mengikuti gaya belajar sekelompok anak berpotensi merugikan anak yang lain, 
9.  Lingkungan Belajar
Aspek krusial yang sering kali diabaikan dalam pengelolaan belajar adalah budaya belajar di suatu sekolah. Budaya sekolah yang tidak terkonsep atau terlanjur diliputi oleh sikap, perilaku dan kebiasaan yang tidak kondusif cenderung sulit mengarahkan peserta didik mencapai kompetensi yang ditetapkan. 
10.  Lingkungan Sosial
Pembelajaran di sekolah pada dasarnya bukan proses yang berdiri sendiri. Secara tidak langsung, lingkungan di mana peserta didik tinggal dan bersosialisasi menentukan seberapa efektif mereka belajar di sekolah. Anak-anak yang bergaul dengan anak-anak yang malas belajar, akan cenderung demikian ketika di sekolah. Anak-anak di keluarga yang menekankan pentingnya belajar dan tidak juga menentukan bagaimana mereka belajar saat di sekolah. 

Senin, 02 September 2013

3 TAHAP DASAR PEMBELAJARAN EFEKTIF DAN BERMAKNA

Pengelolaan kegiatan pembelajaran pada dasarnya tak berbeda dari aktivitas lain dalam kehidupan sehari-hari, seperti makan, minum dan melakukan berbagai jenis pekerjaan. Bagi sebagian orang, kegiatan-kegiatan keseharian tersebut dilakukan tanpa dipikirkan, semua berlangsung begitu saja, tanpa fase-fase tertentu.
Banyak orang melakukan kegiatan seperti makan secara tergesa-gesa tanpa lebih dahulu melakukan langkah-langkah persiapan seperti do’a dan cuci tangan, atau menyiapkan kain lap. Ketika ada yang kurang, dia harus bolak-balik ke dapur. Meski pada akhirnya perut kenyang, tetapi banyak makanan yang tercecer di mana-mana. Apalagi bila setelah selesai makan langsung melakukan aktivitas lain, tanpa  lebih dulu merapikan peralatan dan membersihkan sisa makanan.

KEAHLIAN POKOK GURU

Sebagaimana halnya profesi-profesi lain, profesi guru juga menuntut seperangkat ketrampilan yang perlu dikuasai agar mampu menjalankan perannya secara optimal. Secara normatif pemerintah memetakan ketrampilan guru ke dalam 4 ranah kompetensi, yaitu kompetensi kepribadian, profesional, pedagogik dan kompetensi sosial, tetapi sebenarnya keempat kompetensi tersebut dapat disederhanakan ke dalam dua ranah dasar, yaitu mentalitas dan ketrampilan keguruan.

Rabu, 28 Agustus 2013

5 PRINSIP PEMBELAJARAN EFEKTIF

Menyelenggarakan pembelajaran efektif merupakan impian setiap guru dan sekolah. Pembelajaran efektif adalah kegiatan pembelajaran yang berhasil mengantarkan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Secara managerial-administratif dan berlaku secara kedinnasan, ukuran keberhasilan tersebut adalah pencapaian kriteria ketuntasan minimal oleh setidaknyaa 85% siswa.
Mewujudkan pembelajaran efektif bukan hal mudah bagi kebanyakan guru, bahkan yang pernah mengajar berpuluh tahun sekalipun. Hal ini dikarenakan efektivitas pembelajaran merupakan proses yang kompleks, baik dipengaruhi oleh kondisi siswa, lingkungan maupun kompetensi pengajarnya.

Jumat, 15 Juni 2012

BAHASA GURU DALAM PENGUASAAN KELAS

Penguasaan kelas yang baik merupakan kebutuhan pokok dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan penguasaan kelas merupakan modal dasar dalam mewujudkan pembelajaran efektif. Guru juga akan lebih mudah melaksanakan tugasnya bila berhasil menguasai kelas dengan baik.
Kunci utama penguasaan kelas yang baik adalah komunikasi efektif, yaitu kemampuan guru dalam mempengaruhi siswa melalui sikap dan ucapan yang mampu mensugesti siswa dan membuatnya bersikap dan melakukan sesuatu sesuai instruksi guru. Kemampuan komunikasi efektif bukan hanya berarti kepiawaian merangkai kata-kata atau ucapan (bahasa verbal), melainkan juga mencakup sikap dan tindak-tanduk guru (bahasa non-verbal).

POLA-POLA PENGUASAAN KELAS


Kemampuan guru menguasai kelas berbeda-beda. Ada guru yang mampu mengendalikan siswa dalam kelompok kecil dan besar sekaligus. Ada yang hanya mampu mengendalikan kelompok kecil saja, tetapi tidak jarang yang sudah kesulitan mengendalikan kelompok kecil sekalipun. Hal ini dikarenakan ketrampilan ini lebih sering berkembang berdasarkan pembawaan kepribadian dan kebiasaan guru dalam kehidupan sehari-hari.
Pembawaan kepribadian dan kebiasaan tersebut berupa kewibawaan yang bersifat bawaan, tensi emosional dan kemampuan berkomunikasi. Karena itu, pola-pola penguasaan kelas dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu berdasarkan kewibawaan, tensi emosional dan komunikasi efektif.

INDIKATOR PENGUASAAN KELAS

Penguasaan kelas adalah kemampuan guru untuk membuat sekelompok siswa mendengarkan, memperhatikan dan mengikuti instruksinya. Ketrampilan ini memungkinkan guru mengarahkan, menggerakkan dan mengontrol siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pengertian kelas dalam hal ini tidak selalu berkonotasi ruang, tetapi sekelompok siswa dalam suatu kegiatan baik di dalam ruang maupun luar ruang kelas.
Pembelajaran hanya akan berlangsung efektif bilamana guru menguasai ketrampilan penguasaan kelas. Penguasaan kelas yang baik memungkinkan guru menyampaikan materi atau membawa siswa mengikuti kegiatan pembelajaran atau kegiatan sekolah lainnya dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan.

Senin, 19 Desember 2011

RAMBU-RAMBU PENERAPAN PAKEM


Secara umum, terdapat rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam penerapan PAKEM. Rambu-rambu tersebut dapat dipilahkan ke dalam 2 (dua) konteks, yaitu konteks pembelajaran dan konteks penunjang pembelajaran. Rambu dalam konteks pembelajaran adalah hal-hal yang perlu dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Konteks penunjang adalah hal-hal pendukung yang perlu dilakukan oleh guru guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Aspek ini perlu dipersiapkan dan dilakukan guru di luar proses pembelajaran.

Minggu, 18 Desember 2011

PRASYARAT PENERAPAN PAKEM


Penerapan PAKEM membutuhkan beberapa prasyarat. Prasyarat utama pakem terletak pada guru. Selain guru, PAKEM membutuhkan dukungan managemen sekolah, kesiapan kurikulum serta sarana dan prasarana, sebab berbagai kelengkapan dan usaha menciptakan suasana belajar yang aktif, efektif dan menyenangkan terletak pada guru. Di antara prasyarat yang melekat pada guru adalah:
1.      Guru berkepribadian menarik dan berwibawa.
Penerapan PAKEM tidak efektif bilamana guru bukan pribadi yang menarik, yaitu seseorang yang mampu menempatkan diri sebagai sosok yang disukai, bahkan dikagumi oleh siswa. Pada tingkat lebih tinggi, guru yang menarik adalah guru yang mampu menjadikan dirinya sebagai idola siswa. Guru yang berkepribadian menarik kadang bahkan jauh lebih dipercaya oleh siswa dibanding orang tuanya sendiri. Di antara cirri guru tipe ini adalah:

PAKEM (PEMBELAJARAN AKTIF KREATIF DAN MENYENANGKAN)


Pembelajaran PAKEM sudah banyak diulas oleh banyak pihak dengan beragam persepsi dan konotasi. Sebagian menjabarkannya secara konseptual, sebagian lain lebih menekankan sisi teknis, dan tidak jarang pula yang menekankan sisi yuridis. Paparan kali ini sangat boleh jadi hanya akan memperkaya khazanah tersebut, sekalipun sangat boleh jadi berbeda sama sekali.
DARI PENGAJARAN KE PEMBELAJARAN
Istilah “pembelajaran” merupakan salah satu unsur penyusun akronim PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Di lingkungan pendidikan di Indonesia, penggunaan istilah “pembelajaran” sedemikian popular, menggeser istilah pengelolaan kegiatan belajar-mengajar yang biasa digunakan sebelumnya, yaitu pengajaran (instructional).

Senin, 12 Desember 2011

KUNCI KEBERHASILAN PEMBELAJARAN: PENGUASAAN MATERI

Di antara 3 faktor pembelajaraan (raw input, instrumen dan lingkungan), guru merupakan instrumen paling menentukan keberhasilan pembelajaran. Guru memang hanya salah satu instrumen pembelajaran, tetapi faktor guru jauh lebih menentukan dibanding faktor dan instrumen yang lain. 
Ibarat memasak, kualitas masakan sering ditentukan oleh juru masaknya, dibanding bahan dan alat memasaknya. Kepiawaian guru memungkinkan kualitas bahan dan sarana pembelajaran disiasati sedemikian rupa sehingga memungkinkan pembelajaran berlangsung efektif.

Selasa, 06 Desember 2011

MAKNA BELAJAR (1): SEBAGAI KWAJIBAN

Setiap anak yang pergi ke sekolah selalu dimaknai sebagai pergi belajar. Mahasiswa yang pergi ke kampus juga konon dalam rangka belajar. Demikian pula halnya dengan orang-orang yang pergi ke pengajian konon juga dalam rangka belajar atau mencari ilmu. Ada pula penjahat yang tersadar dan menjadi tokoh baik yang menjadi panutan karena konon dia belajar dari pengalaman.  
Sekalipun perbuatan banyak orang sama-sama diistilahkan dengan belajar, tetapi hasilnya tidak selalu sama. Proses belajar menghasilkan hasil yang berbeda karena belajar mempunyai makna yang berbeda-beda bagi setiap orang. Hasil belajar tergantung pada bagaimana makna belajar bagi setiap orang.

Jumat, 25 November 2011

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN

Sebagai sebuah proses, pembelajaran dihadapkan pada beragam permasalahan, problematika. Problematika pembelajaran adalah berbagai permasalahan yang mengganggu, menghambat, mempersulit, atau bahkan mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Problematika pembelajaran dapat ditelusuri dari jalannya proses dasar pembelajaran. Secara umum, proses pembelajaran dapat ditelusuri dari faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh 3 faktor, Bahan Baku (Raw Input), Instrumen, dan Lingkungan. Proses tersebut dapat digambarkan sebagaimana bagan berikut.

Senin, 21 November 2011

KEBERHASILAN PEMBELAJARAN

Pembelajaran di sekolah merupakan usaha mengantarkan siswa pada tujuan atau mencapai hasil tertentu. Tujuan atau hasil yang diharapkan dalam pembelajaran dijabarkan dalam tujuan pembelajaran atau indikator keberhasilan sebagaimana ditetapkan dalam silabus yang pelaksanaannya dirancang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Dengan demikian, pada hakekatnya pembelajaran di sekolah merupakan sebuah proses atau kegiatan yang memiliki tujuan atau target. Ada kalanya kegiatan pembelajaran berhasil, tetapi tidak jarang mengalami kegagalan dalam mengatarkan siswa mencapai tujuan atau target yang ditetapkan.

Rabu, 09 November 2011

PETA KONSEP DAN PEMBELAJARAN EFEKTIF

HAKEKAT PEMBELAJARAN
Pada hakekatnya pembelajaran mengajarkan 3 (tiga) hal, yaitu fakta, konsep dan generalisasi.
1.  Fakta adalah pengetahuan yang disampaikan apa adanya, misalnya nama-nama benda, daerah, atau peristiwa yang dipelajari dengan cara dihafalkan.
2.   Konsep adalah pengetahuan tentang keterkaitan berbagai fakta hingga membentuk istilah atau cara kerja tertentu. Konsep dapat berupa definisi, cara kerja, atau cara menyelesaikan soal.
Pembelajaran konsep mengajarkan ketrampilan untuk mendefinisikan, membuat contoh, menjelaskan, dan cara menyelesaikan soal sesuai konsep tertentu.
3.  Generalisasi adalah pengetahuan mengenai teori yang sudah jadi dan dijadikan acuan dalam memahami permasalahan tertentu atau berperilaku sesuai hukum atau teori tertentu.
Misalnya, “kalau rajin pasti pandai” merupakan sebuah generalisasi dari sistem perilaku. Siswa harus rajin agar menjadi pandai. 

Rabu, 16 Februari 2011

KEBIASAAN BAIK DAN KEBERHASILAN BELAJAR

Belajar adalah kebutuhan penting, tetapi faktanya tidak semua anak manusia merasa membutuhkannya. Mengapa demikian?
POTENSI BELAJAR
Kesadaran seseorang untuk belajar seringkali bukan ditentukan oleh pengetahuan, sebab tidak semua anak manusia menyadari yang dia butuhkan, apalagi anak-anak. Kebutuhan biasanya muncul ketika seseorang merasa terdesak oleh suatu keadaan atau menghadapi situasi di luar kebiasaan.
Manusia mempunya dua belahan otak, otak kanan dan otak kiri. Otak kanan membuat manusia mampu berfikir dan berkreasi. Otak kiri membuat manusia memiliki insting dan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari, pola hidup manusia lebih banyak dikendalikan insting dan kebiasaannya dibandingkan kemampuan berfikir dan kreatifitasnya.
Kemampuan berfikir dan berkreasi memang dibutuhkan manusia dalam menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi. Kemampuan ini perlu dilatih melalui pendidikan agar mereka memiliki berbagai kecakapan untuk hidup. Meski demikian, melatih kemampuan berfikir dan berkreasi tersebut tidak mudah bilamana manusia tidak memiliki kebiasaan baik dan teratur.
Kemampuan belajar anak lebih ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki.
Anak yang memiliki kebiasaan-kebiasaan baik disebut anak cerdas emosi (EQ tinggi). Mereka memiliki pola hidup teratur, santun dan toleran. Meski berkecerdasan kognisi (IQ) normal, mereka lebih berhasil dalam belajar dibanding ber-IQ tinggi tetapi ber-EQ rendah.
YANG HARUS KITA LAKUKAN
Melihat kenyataan tersebut, hal pertama yang perlu dilakukan adalah membina kecerdasan emosi. Anak cerdas emosi memudahkan proses pembelajaran dan pengembangan potensi intelektual dan vokasional.
Di antara langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah:
1. Menciptakan lingkungan sekolah yang berbudaya teratur, tertib, disiplin, dan bersih.
a. Keteraturan membuat manusia lebih bahagia.
b. Kondisi mental orang yang hidup teratur lebih stabil dan tidak mudah terpancing emosi dibanding yang sebaliknya.
c. Keteraturan membuat setiap tugas dapat diselesaikan sesuai rencana.
d. Keteraturan membuat kehidupan dan proses belajar lebih mudah dijalani.
2. Membangun kebiasaan-kebiasaan baik: budaya santun, rendah hati, dan saling menghargai.
a. Pintu pembuka belajar adalah rasa berharga dan kesediaan untuk rendah hati menghargai orang lain.
b. Seseorang tidak dapat belajar bila tidak punya rasa hormat pada siapa yang mengajar.
c. Anak enggan belajar bila merasa tidak dihargai.
3. Menciptakan lingkungan sekolah yang penuh keramahan
a. Sikap ramah membuat diri sendiri merasa lebih bahagia.
b. Suasana ramah membuat lebih banyak orang merasa nyaman bersama kita.
c. Suasana ramah setiap masalah dapat disikapi dan diselesaikan lebih mudah.
d. Sikap ramah membuat relasi lebih luas.
4. Menciptakan lingkungan sekolah penuh motivasi berprestasi.
a. Guru aktif, siswa aktif
b. Guru semangat, siswa giat
c. Semangat berprestasi (achevement motive)
d. Kaya informasi.

KEMANDIRIAN BELAJAR IBARAT MAKAN

Bila mendidik dapat diibaratkan dengan memberikan makanan pada mereka, maka untuk membuat perut anak terisi makanan, ada banyak cara yang biasa dilakukan, misalnya:
1. Mengikat tubuh anak dan menjejalkan makanan pada mulutnya,
2. Merengkuh tubuhnya dan menyuapinya,
3. Mengikuti anak ke manapun dia berjalan dan menyuapinya sedikit demi sedikit, dan
4. Mengemas makanan agar menarik, sehingga anak tertarik untuk makan. Cara manakah yang paling baik dan mudah?
Setiap cara tersebut bertujuan sama, tetapi dampaknya berbeda. Anak memang dapat makan dengan cara dipaksa, tetapi pemaksaan dapat mengakibatkan trauma, bahkan enggan untuk makan. Menyuapi anak tidak membuatnya mandiri, dan pasti merepotkan.
Menggoda selera anak dengan mengemas makanan semanarik mungkin bukan hal yang mudah. Bahkan setelah berusaha dengan susah payah, sering kali tetap saja tidak menarik selera anak. Bermain-main dan makan jajanan berbahaya bahkan sering kali lebih menarik selera mereka.
Bagaimana sebaiknya?
Pada tahap-tahap awal, memberi makan anak dengan cara menyuapi memang diperlukan. Beberapa jam setelah menetas, anak ayam bisa mematuk makanannya sendiri, tetapi tidak demikian dengan anak manusia. Anak manusia masih perlu belajar (diajari) tentang bagaimana cara makan dan apa yang seharusnya mereka makan.
Inilah sebenarnya tugas utama orang tua. Menyuapi anak diperlukan pada saat mereka masih terlalu lemah untuk makan sendiri dan belum tahu yang harus dimakan.
Jadi, Yang seharusnya dilakukan adalah melatih dan membiasa-kan anak untuk makan sendiri. Kemandirian anak tentu meri-ngankan beban orang tua. Pasti lebih positif bila anak mampu dan terbiasa makan secara mandiri sejak dini, karena akan membuat anak makan sesuai kebutuhan dan seleranya.
Anak juga akan terbiasa mengeksplorasi berbagai jenis makanan, sehingga mengenal berbagai jenis makanan, bahkan membangun obsesi untuk mencoba makanan-makanan lain yang lebih variatif.
Refleksi untuk Pendidikan
Seharusnya, orientasi utama pendidikan bukan dalam rangka memberikan pengetahuan dan ketrampilan, melainkan melatih kemandirian untuk melaksanakan tugas-tugas perkembang-annya, termasuk belajar. Tugas guru bukan semata mengajarkan tentang apa yang harus dipelajari anak (what to know), melainkan mengajarakan pada anak bagaimana cara belajar sesuatu (how to know).
Dengan demikian, hal pertama yang harus dilakukan adalah membentuk mental dan kepribadian anak menjadi manusia yang siap dan merasa butuh belajar.
Sebelum berhasil membuat mental anak mandiri dan siap belajar, maka pembelajaran tidak akan optimal, dan kegiatan pembela-jaran akan menjadi beban bagi anak dan pekerjaan yang sangat membebani guru.
Orientasi pendidikan kita yang pertama-tama adalah memba-ngun kemandirian anak. Anak mandiri adalah anak yang sadar dan bertanggung jawab terhadap tugas dan kwajibannya sendiri, serta terbiasa menjalankan tugas dan kwajibannya sendiri tanpa diperintah oleh orang lain.

KETRAMPILAN MENGELOLA KELAS

Sekalipun penguasaan kelas merupakan modal terpenting guru, tetapi ketrampilan ini jarang dipelajari secara khusus oleh para calon guru. Di perguruan tinggi keterampilan ini juga tidak mendapat perhatian khusus.
Ketrampilan ini biasanya hanya dilatihkan secara implisit dan sambil lalu melalui praktik peer teaching, micro teaching, atau real teaching. Itulah sebabnya, nyaris tidak ada lulusan perguruan tinggi, bahkan dengan IPK tertingi sekalipun, yang serta-merta mampu mengajar dengan baik.
Secara umum, keterampilan mengelola kelas dapat diasah melalui dua cara, yaitu melalui pengalaman dan melalui belajar.
1. Melalui pengalaman
Ini merupakan cara paling umum bagi guru dalam mengem-bangkan kemampuan penguasaan kelas. Keterampilan ini umumnya berkembang seiring pengalaman mengajar guru. Berdasarkan pengalaman mengajar dari waktu ke waktu, guru belajar mengenali karakteristik anak didik dan melaku-kan cara-cara jitu untuk menyikapinya.
Problem umum penguasaan kelas biasa dialami oleh guru-guru junior, guru baru, yang berpengalaman mengajar kurang dari 1 semester. Banyak di antara mereka masih gagap dan tidak tahu bagaimana menyikapi anak didik, apalagi bila anak-anak yang dihadapi jauh di luar yang dia bayangkan sebelumnya. Karena itu, dapat dipahami bila tingkat keberhasilan mengajar guru baru pada umumnya tidak terlalu tinggi.
Lain halnya dengan guru yang sudah matang pengalaman. Mereka biasanya sudah menemukan kiat-kiat khusus dalam menguasai atau mengelola kelas. Dia sudah memiliki kebiasaan untuk bersikap, member instruksi atau tindakan-tindakan tertentu untuk membuat siswa tenang, memperhatikan dan mengikuti bimbingannya.
Meski demikian, banyak juga guru-guru yang tetap belum menemukan kiat-kiat efektif dalam mengendalikan kelas, meski memiliki pengalaman mengajar cukup lama, bahkan bertahun-tahun. Mereka tetap tidak dapat menarik perhatian siswa, tetap tidak dapat membuat siswa fokus pada pembelajaran yang dia berikan, dan tidak berhasil membuat siswa mentaati tugas dan bimbingan yang dia berikan.
Guru semacam ini dapat dipastikan tidak berkelayakan mengajar, karena kemampuan mengembangkan kompetensinya rendah. Bisa jadi itu disebabkan tingkat kecerdasan guru tersebut rendah (dhedhel) atau karena malas belajar (pasif). Dia tidak dapat memanfaatkan waktu dan pengalamannya untuk memperbaiki kemampuannya. Padahal seharusnya dia mampu belajar mengenai karakteristik anak didik dan menemukan kiat-kiat jitu untuk menguasai kelas.
2. Melalui Belajar
Sebagai sebuah ketrampilan, tentu saja penguasaan kelas dapat dipelajari. Syarat pertama yang diperlukan adalah kesadaran guru itu sendiri. Mengingat tidak ada referensi baku mengenai ketrampilan ini, maka belajar penguasaan kelas membutuhkan beberapa prasyarat, yaitu:
a. Guru menyadari kekurangannya dalam penguasaan kelas
Faktanya, tidak semua guru menyadari ketidakmampuannya, kekurangannya. Itulah sebabnya sering muncul ungkapan-ungkapan yang berkonotasi menyalahkan siswa seperti, “Kalau diajar, dia selalu ramai”.
Guru yang masih menyatakan ungkapan-ungkapan seperti itu, seharusnya menyadari bahwa dia belum memiliki ketrampilan menguasai kelas secara memadai. Masalahnya, mengakui kekurangan sering kali tidak mudah.
Hanya guru yang jujur dan rendah hati yang bersedia mengakui kekurangan dan terus belajar memperbaiki diri. Guru yang tinggi hati, biasanya justeru tersinggung bila mengetahui kekurangannya, apalagi bila ditunjukkan oleh orang lain.
b. Guru merasa membutuhkan untuk belajar
Guru yang menyadari kekurangannya dalam hal penguasaan kelas pasti merasa perlu belajar. Selain belajar dari pengalaman, ketrampilan mengelola kelas dapat dipelajari melalui berbagai cara.
1) Belajar dari guru yang lain
Ini adalah pilihan paling praktis. Bila mengalami kesulitan dalam mengelola kelas guru yang sadar akan kekurangannya dapat berbagi pengalaman dengan guru lain perihal kiat-kiat mengendalikan kelas.
Dia dapat belajar pada guru yang paling tinggi keberhasilan pembelajarannya. Guru yang keberhasilan pembelajarannya tinggi, dapat dipastikan penguasaan kelasnya juga baik.
2) Membaca referensi mengenai kiat-kiat mengajar
Ini merupakan cara paling dianjurkan bagi setiap guru. Guru perlu terus belajar memperkaya ide dan pengetahuan dari beragam referensi. Ironisnya, justeru cara ini justeru paling jarang dilakukan, sebab kebanyakan guru justeru orang yang enggan membaca di luar materi pelajaran yang diajarkan.
Padahal, saat ini sudah tersedia banyak buku dan artikel yang menyajikan tips-tips mengajar efektif (teaching tips) seperti 101 kiat mengajar karya Mel Silberman. Dari sana guru dapat mencoba tips-tips tersebut dan mencari kiat mana yang paling tepat untuk dia gunakan sebagai jurus andalan.
3) Mengikuti pelatihan
Pengalaman kuliah pada umumnya belum memadai sebagai wahana latihan ketrampilan penguasaan kelas. Guru yang berminat belajar harus menyambut baik bila ada pelatihan tentang kiat-kiat (strategi) mengajar. Akan lebih baik lagi apabila pelatihan itu dilakukan secara berkala, baik yang dikelola oleh sekolah dan kelompok guru.
4) Mengembangkan ketrampilan komunikasi
Kunci utama penguasaan kelas sebenarnya terletak pada ketrampilan komunikasi. Ketrampilan komunikasi sebenarnya bukan semata kemampuan berbicara, tetapi berkaitan dengan kepribadian dan kecerdasan. Bobot kecerdasan seseorang selalu tampak dalam bahasanya.
Guru berkepribadian pendiam sekalipun akan mudah berkomunikasi dengan baik bila kecerdasannya baik. Sebaliknya guru berkepribadian cerewet sekalipun akan terasa tanpa bobot dan mengalami hambatan penguasaan kelas bila tidak mampu mengembangkan kecerdasannya sendiri.
Ini biasa terjadi karena mereka memakai kebiasaannya dalam berkomunikasi sehari-hari untuk mengajar. Padahal bahasa pengajar dalam beberapa hal berbeda dari bahasa pergaulan sehari-hari. Guru perlu belajar menggunakan bahasa guru, dan bukan bahasa yang biasa dia pakai dalam pergaulan sehari-hari.

TANGGUNG JAWAB GURU DALAM PEMBELAJARAN

Kalau di kelas, anak itu tidak memperhatikan
Anak itu memang tidak bisa tertib kalau di kelas
Anak-anak ini tidak pernah mendengarkan kalau saya ajar
Anak ini selalu tidak mau membawa buku
Anak-anak ini tidak bisa dikendalikan
Anak itu anak bodoh
“Dia itu anak sulit”
Ungkapan-ungkapan semacam ini sering terdengar dalam berbagai pembicaraan guru. Ketika membahas masalah perilaku siswa, ada siswa yang tak berhasil menguasai materi pelajaran, atau ada siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan minimal, sering kali muncul ungkapan-ungkapan seperti ini.
Perlu dipahami, bahwa itu merupakan ungkapan-ungkapan naif bagi guru. Mengapa bisa demikian? Ini dikarenakan guru yang menyatakan ungkapan seperti itu hanya mempertegas bahwa dia belum berdaya mengatasi siswa. Dia tidak menyadari dengan mengatakan seperti itu berarti dia belum memiliki ketrampilan penguasaan kelas. Dia belum mampu mengajar sebagaimana mestinya.
Tentang Penguasaan Kelas
Penguasaan kelas atau pengelolaan kelas merupakan keahlian dasar pertama dan terutama yang harus dimiliki guru. Penguasaan kelas adalah kemampuan guru mengendali-kan sikap, perilaku dan menarik perhatian anak agar mudah diberi pelajaran. Ketrampilan penguasaan kelas adalah kemampuan guru membu-at dirinya didengar dan ditaati siswa. Tanpa ketrampilan ini dipastikan guru tidak akan berhasil mengajar secara efektif.
Mengajar dapat diibaratkan dengan memasukkan air ke dalam botol. Langkah pertama yang perlu dilakukan tentu saja membu-at botol-botol tersebut dalam posisi tegak dan lubangnya berada tepat di bawah pancuran air. Kalau tidak, dapat dipastikan pengi-sian air tidak akan maksimal, bahkan bisa jadi gagal sama sekali.
Demikian pula dengan mengajar. Dengan ketrampilan penguasaan kelas guru mengendalikan dan mengkondisikan siswa agar selama kegiatan pembelajaran:
1. Siswa bersikap dan berperilaku secara tertib.
2. Siswa memperhatikan (instruksi) guru.
3. Siswa mau, tertarik dan terfokus untuk mendengarkan instruksi guru.
4. Siswa mengikuti setiap tahap bimbingan yang diberikan guru.
5. Siswa melaksanakan aturan dan tugas-tugas yang diberikan guru, seperti membawa perlengkapan, mengerjakan PR dan tugas-tugas lainnya.
Dengan demikian, bila siswa tidak berhasil menguasai materi pelajaran, maka guru harus sadar bahwa itu letak masalahnya bukan pada siswa, melainkan karena sang guru belum mampu mengajar. Dia belum menguasai ketrampilan pengelolaan kelas atau penguasaan kelas, yang merupakan ketrampilan paling dasar guru.
Sekali lagi. Bila masih ada guru yang mengungkapkan kalimat-kalimat di atas, berarti dia belum menyadari kekurangannya sendiri. Dia tidak menyadari bahwa masalah pembelajaran bukan terletak pada siswa, tetapi pada sang guru sendiri.
Ukuran standar kemampuan guru terletak pada seberapa besar kemampuan guru membuat siswa menguasai materi pelajaran. Secara kelembagaan, guru dipandang sudah mampu mengajar, bila tingkat keberhasilannya dalam mengajar mencapai 85%. Bila di bawah itu, maka siswa tidak dapat dipersalahkan, karena gurunyalah yang harus belajar cara mengajar.

Mengapa Jokowi Diserang Habis-habisan?

Irfan Tamwifi Pensiun dari jabatan presiden, tidak membuat Jokowi terbebas dari berbagai serangan politik seperti yang dihadapinya menjelang...