Irfan Tamwifi
Pensiun dari jabatan presiden, tidak membuat Jokowi terbebas dari berbagai serangan politik seperti yang dihadapinya menjelang dan selama menjadi presiden. Bahkan sebaliknya, beberapa pihak tak henti menyerang Jokowi dengan berbagai framing dan narasi, serta melibatkan banyak tokoh termasuk para influencer politik yang dulu menjadi pembela Jokowi.
Secara bombastis beberapa tokoh bahkan membangun narasi seakan ada
kejahatan besar Jokowi dan keluarganya yang bakal dibongkar. Mereka mengklaim
menyimpan data-data kejahatan Jokowi dalam bentuk file dan video, yang konon
bakal mengguncang negeri ini, meski sampai detik ini baru sebatas omong kosong
belaka.
Situasi saat ini mirip dengan masa-masa menjelang Jokowi maju sebagai
calon presiden lebih dari sepuluh tahun silam, tapi sejauh ini tidak ada kasus
besar yang benar-benar signifikan untuk secara nyata dapat digunakan untuk
menghabisi Jokowi. Framing dan narasi yang bertebaran bahkan lebih didominasi
hoax dan isu-isu remeh-temeh yang berpretensi melecehkan dan merendahkan.
Serangan bertubi-tubi terhadap Jokowi memunculkan tanda tanya
besar tentang apa yang sebenarnya terjadi, terutama bagi masyarakat yang sampai
detik ini masih mengelu-elukan Jokowi.
Balas Dendam Politik
Serangan terhadap Jokowi merupakan aksi balas dendam yang
dilakukan oleh orang-orang gagal dan pecundang politik di negeri ini. Penggerak
utamanya adalah para pecundang pilpres dan pilkada 2024, yang tidak dapat
menerima kekalahan dengan lapang dada. Pimpinan, tokoh-tokoh dan kolega partai
politik yang sebelumnya merupakan pendukung Jokowi sendiri sangat bernafsu
menghukum Jokowi yang dituding sebagai biang kekalahan dalam pilpres dan
pilkada.
Serangan besar-besaran dilancarkan dari berbagai penjuru, melibatkan
semua elemen dan kekuatan politik yang mereka miliki. Beragam tokoh, influencer
hingga buzzer dikerahkan untuk membangun framing, narasi bahkan hoax digunakan
untuk menghajar Jokowi dengan segala cara. Buka hanya Jokowi pribadi, serangan
dilakukan secara membabi-buta hingga mengenai anak, isri dan andakata mungkin
pasti diarahkan pula pada cucu-cucu Jokowi.
Serangan semakin bergema karena sudah pasti memancing para
pecundang politik semasa Jokowi berkuasa turut bergerak. Mereka adalah kelompok
dan orang-orang gagal dan terisisih dari pentas politik di era kepemimpinan
Jokowi, yang hari-harinya diliputi kegagalan demi kegagalan dalam menjegal
Jokowi.
Serangan masssive dari partai pendukung Jokowi membuat mereka
kembali bersemangat meluapkan antipatinya pada Jokowi. Tidak heran bila
orang-orang yang kembali berkoar-koar menyerang Jokowi di media massa, media
sosial bahkan menggerakkan demo di lapangan masih wajah yang itu-itu lagi.
Pengalihan Isu
Serangan Jokowi semakin massive sejak pimpinan partai yang
sebelumnya menjadi pendukung Jokowi dinyatakan sebagai tersangka di KPK.
Seperti kasus Marzuki Ali yang dipenuhi banyak drama beberapa tahun silam,
fenomena serupa sepertinya berulang kembali pada kasus yang menimpa pimpinan
bekas partai pendukung Jokowi. Selain beberapa kali mangkir dari panggilan KPK,
tokoh-tokoh yang resmi dinyatakan terlibat pada kasus korupsi PAW berusaha
keras mengalihkan isu dengan beragam drama dan cerita.
Tokoh-tokoh pendukung partai tidak kalah heboh membangun narasi
yang sepertinya ditujukan untuk mengintimidasi Jokowi dan tokoh-tokoh yang
dekat dengannya. Dalam beberapa podcat, tokoh-tokoh anti-Jokowi membangun
narasi seakan memiliki bukti kejahatan Jokowi dan koleganya berupa file maupun
video, meski sampai kini tidak pernah faktanya.
Sebagian tokoh tersebut bahkan membuat informasi sarkastik dan
melecehkan anak dan istri Jokowi dengan cerita-cerita tidak masuk akal,
kemudian diframing dan dinarasikan oleh para buzzer partai di media sosial.
Sepertinya mereka sudah kehilangan akal sehat hingga membuat beragam hoax dan
narasi jahat melampaui batas-batas etika. Padahal si penyebar informasi adalah
perempuan yang dipertanyakan reputasi moralnya.
Meski demikian, berkat narasi-narasi itulah media massa dan media
sosial lebih ramai oleh berbagai narasi tentang Jokowi, penolakan PIK2 dan
berbagai framing merendahkan keluarga Jokowi. Hasilnya, kasus hukum yang
menjerat pimpinan partai tersebut relatif tersisih dari perhatian publik, meski
tampaknya KPK tak bergeming dan terus melanjutkan tugasnya.
Menghapus Pengaruh Jokowi
Meski bukan lagi presiden, kepemimpinan Jokowi mencatatkan banyak
pencapaian yang melampaui presiden-presiden sebelumnya dan sepertinya hampir
mustahil disamai oleh presiden sesudahnya. Tidak mengherankan bila di akhir
masa jabatannya Jokowi mendapatkan rating kepuasan tertinggi sepanjang sejarah
republik ini. Pengaruh Jokowi (Jokowi effect) bahkan menjadi modal paling
menentukan bagi Prabowo dalam memenangjan pertarungan Pilpres dengan skor
fantastis.
Sayang sekali pencapaian Jokowi berbanding terbalik dengan
pencapaian bekas partai yang semula menjadi pendukungnya. Partai tersebut
justeru terpuruk bahkan mengantarkan pimpinan partainya berhadapan dengan KPK,
yang semakin memanaskan amarah dan ambisi besar untuk menghukum Jokowi sekeras
mungkin yang mereka bisa.
Secara emosional, partai tersebut memecat Jokowi dan keluarganya,
serta tokoh-tokoh partai yang sepaham dengan Jokowi. Para pimpinan partai
berusaha membersihkan diri dari pengaruh Jokowi, bahkan berusaha adalah
mengubah sejarah, menghapus jejak sukses karir politik Jokowi dan menggubah
seluruh pencapaian Jokowi menjadi kisah sebaliknya. Mereka berupaya keras
mengubah kisah manis kepemimpinan Jokowi menjadi kisah kelam penuh noda dan
dosa yang harus dipertanggungjawabkan.
Politik memang kadang teramat kejam. Tanpa alasan yang jelas,
kawan satu partai yang meraup suara pemilu empat puluh ribu saja dipecundangi
dengan peraih lima ribu suara, apalagi Jokowi yang nyata-nyata telah
mempermalukan pimpinan partai. Bukan mustahil bila saat ini mereka sibuk
mencari-cari kesalahan Jokowi di masa lalu untuk menuntaskan dendam yang
terlalu dalam.
Menghentikan Karier Gibran
Selain menghukum Jokowi, target akhir serangan terhadap Jokowi
adalah menjatuhkan Gibran yang nota bene merupakan representasi Jokowi di arena
politik dan pemerintahan. Gibran dan bila perlu Boby Nasution, menantu Jokowi,
harus turut merasakan hukuman partai seberat hukuman buat Jokowi.
Masalahnya, belum ada isu politik yang cukup signifikan untuk
menjatuhkan Gibran dari kursi wakil presiden. Jabatan wakil presiden yang tidak
lebih dari ban serep membuat posisi Gibran begitu aman. Tuntutan mengganti
Gibran, serta faming dan narasi melecehkan sudah banyak ditebar di berbagai
media sosial, tetapi masih kurang signifikan menjadi alasan pemakzulan.
Pilihan satu-satunya hanya membangun framing dan narasi yang
ditujukan untuk mendelegitimasi Jokowi dan mengkampanyekan bahwa Jokowi adalah
pemimpin gagal bahkan layak untuk diadili sebagai penjahat besar. Menjatuhkan
marwah Jokowi tampaknya menjadi cara mereka menjatuhkan reputasi dan membendung
karier politik keluarga Jokowi.
Apalagi Gibran jelas-jelas telah menampilkan diri sebagai “ancaman
politik” paling nyata bagi perebutan kursi pimpinan nasional di masa depan. Itu
sebabnya mendelegitimasi Jokowi dan keluarganya menjadi “proyek besar” dalam
rangka menutup karier politik Gibran dan seluruh keluarga Jokowi agar ternoda,
meski hanya akibat narasi dan framing mereka.
Tanpa Bumper Politik
Serangan masssive bekas partai pendukung Jokowi memperlihatkan
pertarungan tentang siapa sesungguhnya yang lebih kuat dan harus dijadikan
panutan. Serangan terhadap Jokowi merupakan ajang pembuktian apakah Jokowi
tidak ada apa-apanya tanpa partai, atau partai yang tidak ada apa-apanya tanpa
Jokowi.
Gelaran Pilpres dan Pilkada 2024 sudah membuktikan bahwa yang
kedualah yang terjadi, tetapi justeru hal itulah yang memicu serangan lebih
keras lagi. Partai yang dulu membesarkan Jokowi kini sangat bernafsu
menenggelamkannya dengan semua cara yang mereka bisa.
Setelah tanpa partai, ormas atau komunitas pendukung yang
melindungi, posisi politik Jokowi saat ini benar-benar lemah dan rentan
diserang dari berbagai sisi. Selama didukung partai saja Jokowi diserang
habis-habisan, apalagi tanpa backing politik apapun. Kalaupun ada satu atau dua
masyarakat yang membelanya, dipastikan suaranya tidak begitu bergema.
Penutup
Selain dalam rangka menghukum Jokowi, serangan politik yang begitu
keras terhadap Jokowi akhir-akhir ini dilakukan banyak pihak dalam rangka
“proyek besar” menghapus pengaruh Jokowi di arena politik nasional dan
masyarakat luas. Sasaran utama “proyek besar” tersebut sebenarnya tertuju pada
upaya mengakhiri karier politik Gibran dan seluruh keluarga Jokowi agar tidak
menjadi ancaman di masa depan.
Seperti pengalaman yang sudah lalu, semua framing dan narasi yang
ditujukan untuk menjatuhkan marwah Jokowi runtuh di tengah jalan dan
mempermalukan tokoh-tokoh dan influencer yang getol menarasikannya. Meski
demikian, tampaknya drama masih belum akan berakhir, karena kisah Jokowi dan
para penyerangnya tak ubahnya cerita Batman dan Joker, tokoh baik
melawan tokoh jahat yang
mana Joker tak pernah jera membuat gara-gara meski kalah dan dipermalukan
berkali-kali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar