Pendidikan karakter merupakan keniscayaan atau sesuatu yang pasti terjadi dalam setiap penyelenggaraan pendidikan. Seperti apapun pola penyelenggaraan dan pengelolaan sekolah dengan sendirinya akan mempengaruhi pembentuk karakter siswa-siswinya, terlepas karakter dimaksud termasuk karakter positif maupun sebaliknya.
Asumsi yang mendasari pemikiran ini adalah bahwa karakter seseorang dibentuk dan dipengaruhi oleh pengalamannya, seiring lingkungan yang melingkupi perkembangan mental dan emosional individu. Dengan sendirinya, lingkungan keluarga, pendidikan dan masyarakat merupakan wahana pembentukan karakter paling dominan bagi setiap individu. Karakter tersebut tercermin dalam bentuk pola pikir, sikap, dan perilaku setiap individu dalam memandang dan bersikap terhadap suatu persoalan serta dalam memilih berbagai bentuk perilaku.
Pembentukan karakter di sekolah tidak senantiasa melalui proses pembelajaran yang dirancang oleh sekolah dan guru. Pendidikan karakter dapat berlangsung begitu saja sebagai dampak pengelolaan sekolah serta lingkungan pendidikan yang berkembang.
Pola pengelolaan pendidikan di setiap sekolah senantiasa memiliki kekhasan karakter, baik akibat kebijakan-kebijakan dan kurikulum yang diambil oleh sekolah, kualitas sumber daya manusia yang dimiliki maupun lingkungan tempat pendidikan berada. Dari sini pendidikan karakter dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu pendidikan yang disengaja karena sengaja dirancang atau dikreasikan (by design/designed) maupun yang terjadi dengan sendirinya (undesigned), tanpa kreasi.
Tanpa Rancangan (Undesigned)
Pendidikan karakter tanpa rancangan adalah kondisi sekolah yang melahirkan kecenderungan sikap dan perilaku tertentu, yang terbentuk tanpa disengaja oleh sekolah. Karakter tersebut dapat pula terbentuk di luar yang dikehendaki oleh sekolah, tetapi karena sesuatu hal mempengaruhi karakter siswa.
Beberapa waktu lalu sekolah kejuruan yang mayoritas siswanya laki-laki cenderung mudah terlibat dalam kasus perkelahian pelajar. Karakter impulsif, mudah marah hingga mudah terpancing dalam perkelahian tentu saja bukan bagian dari kurikulum sekolah, tetapi kondisi-kondisi tertentu menjadikan karakter siswa terbentuk sedemikian rupa, sehingga cenderung beringas dan mudah terlibat dalam perkelahian.
Siswa di sekolah-sekolah negeri favorit pada umumnya mempunyai prestasi menonjol dibanding sekolah pinggiran. Siswa-siswinya lebih tekun belajar bahkan diliputi persaingan ketat. Mayoritas lulusannya juga masuk ke sekolah lanjutan atau perguruan tinggi favorit. Padahal pola pengelolaan sekolah dan kualitas pembelajarannya sama dengan sekolah pinggiran.
Sebenarnya sekolah tidak merancang kurikulumnya sedemikian rupa, termasuk mengkondisikan agar sikap dan perilaku siswa memiliki karakter belajar tertentu. Iklim belajar terbentuk dengan sendirinya karena sekolah yang difavoritkan cenderung memperoleh calon siswa dengan kualitas akademik lebih baik. Kondisi ini dengan sendirinya akan mempengaruhi iklim belajar tertentu, di antaranya diwarnai motif berprestasi yang lebih tinggi dan pada gilirannya mempengaruhi karakter belajar siswa-siswinya.
Termasuk dalam kategori pendidikan karakter undesigned adalah pendidikan pesantren tradisional.Santri dan lulusan biasanya memiliki karakter agamis tertentu yang tidak secara managerial dirancang oleh pendiri pesantren. Karakter siswa dan lulusan terbentuk sedemikian rupa oleh tuntutan tradisi pesantren yang diwarisi secara turun-temurun.
Hasil Rancangan (Designed)
Ada pula pendidikan karakter yang dilakukan dengan terencana. Pendidikan karakter dilakukan dengan cara, sejak awal dirancang melalui kebijakan kurikulum sekolah. Sekolah sengaja membentuk karakter siswa-siswinya sedemikian rupa sesuai dengan visi dan misi pendidikan yang diemban.
Sekolah secara konsisten membiasakan pola pikir, sikap, dan perilaku tertentu yang mempengaruhi watak siswa-siswi dan lulusannya. Pola seperti ini biasanya berkembang di sekolah-sekolah yang memiliki visi dan misi khusus, seperti sekolah berbasis enterpreneurship dan keagamaan.
Sejak awal sekolah sengaja membentuk karakter siswa-siswinya dengan harapan lulusan mereka memiliki karakter terbaik yang diidealkan pendiri sekolah. Di sekolah berbasis enterpreneurship siswa-siswinya dikondisikan untuk berpola pikir mandiri, kreatif dan produktif dalam menatap masa depannya.
Ada pula lembaga pendidikan yang menekankan pembentukan karakter mandiri, kepemimpinan, persaudaraan dan keagamaan yang khas melalui disiplin ketat, seperti pesantren Gontor. Lulusan pesantren tersebut umumnya memiliki karakter khas menyangkut sikap dan perilaku sosial maupun keagamaan. Pola pendidikan pesantren menjadikan mayoritas lulusan memiliki integritas keagamaan dan persaudaraan yang kuat dengan sesama lulusan.
Akhir-akhir ini pemerintah mengupayakan pendidikan karakter berbasis mata pelajaran. Upaya tersebut diwujudkan dengan penerapan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis karakter. Melalui upaya ini, pemerintah berharap pembelajaran berlangsung lebih bermakna hingga berdampak pada pembentukan karakter positif bagi siswa-siswi sekolah. Mengingat penerapannya terkategori baru, keefektifan pendekatan pendidikan karakter ini akan diuji oleh waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar