TRANSLATE

Rabu, 30 November 2011

PROBLEM SDM SEKOLAH SWASTA DI PEDESAAN

Mengelola sekolah swasta saat ini bukan hal mudah, apalagi bila letak sekolah berada di pedesaan. Berdasarkan pengalaman kami, banyak masalah yang harus dihadapi dalam mengelola sekolah swasta. Dibutuhkan kekuatan mental dan kemauan untuk terus mengasah pengetahuan dan ketrampilan agar sekolah swasta dapat terus eksis, terlebih lagi bila berharap mampu bersaing dengan sekolah lain.
Problem-problem umum yang selama ini mengemuka dalam mengelola sekolah swasta di pedesaan mestinya ditelusuri dari 10 unit analisis yang biasa digunakan dalam pengembangan sekolah. Kali ini masalah tersebut hanya ditelusuri secara sederhana dari aspek-aspek yang selama ini kami pandang sebagai aspek menonjol.

Secara sederhana, aspek-aspek tersebut dapat dibedakan ke dalam dua aspek, yaitu internal dan eksternal. Secara internal problem sekolah swasta terdiri dari problem sumber daya manusia (SDM) dan dukungan financial. Secara eksternal, sekolah harus berhadapan dengan masalah dukungan dinas (pemerintah), kultur pendidikan, dan dukungan masyarakat.
PROBLEM SDM 
Secara internal problem sekolah swasta terletak pada bagaimana meningkatkan daya saing agar mampu menarik kepercayaan masyarakat. Daya saing tersebut ditunjukkan dengan kemampuan memberikan jaminan mutu kepada masyarakat, berupa kualitas pendidikan maupun kualitas pelayanan (service excellence). 


Kunci dari peningkatan daya saing sekolah terletak pada pengelolaan dan pengembangan tenaga guru dan pengelola sekolah. Dengan kata lain, kesiapan kualitas SDM instrumen merupakan kuncinya, karena mereka merupakan "mesin produksi" utama sekolah.
Masalahnya, mengelola dan mengembangkan SDM  sekolah swasta di pedesaan bukan hal mudah. Hal ini dapat ditelusuri dari beberapa faktor: 
1.       Visi dan pola pikir guru di pedesaan umumnya tidak jauh berbeda dari visi dan pola pikir masyarakat di sekitarnya. Padahal untuk dapat memberikan jaminan kualitas pendidikan dan pelayanan lebih baik, guru dan pengelola sekolah perlu memiliki visi dan pola pikir yang sedikit lebih maju dibanding masyarakat kebanyakan.  
2.       Guru sekolah swasta cenderung menjadikan guru sekolah negeri sebagai acuan. Padahal kehadiran sekolah swasta seharusnya menjadi sekolah alternatif yang mampu memberikan service lebih baik dibanding sekolah negeri. 
3.       Paradigma kerja guru dan pegawai sekolah swasta diliputi suasana ketakutan terutama bila berhadapan dengan sikap aparat dinas pendidikan. Mereka diperlakukan sebagaimana guru sekolah negeri, bukan dalam hal gaji dan tunjangan, melainkan dalam hal perlakuan. Mereka sering kali harus bersikap layaknya bawahan dinas dengan berbagai tekanan yang harus mereka hadapi. Mereka diharuskan tunduk pada berbagai instruksi - bukan aturan – dan harus menyerah oleh intimidasi atau ancaman bila membangkang, seperti tidak akan mendapat tunjangan fungsional, tidak dapat ikut sertifikasi, atau bahkan di-black list tidak dapat diangkat menjadi pegawai negeri.
4.       Mimpi terindah para guru di Indonesia pada umumnya adalah menjadi pegawai negeri. Masalahnya, rekrutmen guru negeri biasanya tidak memperhatikan kalender pendidikan. Guru dapat kapan saja meninggalkan sekolah swasta bila yang diterima menjadi pegawai negeri. Hal ini tentu saja menyulitkan sekolah swasta dalam mengelola kualitas pembelajaran. 
5.       Keterikatan kerja di sekolah swasta biasanya rendah. Guru mudah keluar-masuk karena alasan-alasan pribadi, seperti menikah, orang tua sakit atau diajak suami pindah keluar kota. Hal ini tidak lepas dari kemampuan finansial sekolah swasta di pedesaan yang rata-rata rendah. Tidak adanya jaminan kesejahteraan dan masa depan yang memadai membuat mereka mudah melepaskan tugas dan tanggung jawabnya. Sekolah bahkan boleh dibilang hanya menjadi “batu loncatan” sementara bagi guru-guru sekolah swasta.
Alternatif pemecahan masalah SDM merupakan sebuah problema tersendiri. Peningkatan SDM biasanya biaya yang tidak sedikit, di samping dibutuhkan keahlian memadai. Apalagi tantangan mental dan budaya kerja yang harus diatasi dalam rangka peningkatan kualitas SDM tidak ringan. Belum lagi mereka harus menghadapi tantangan berupa kebijakan dinas (pemerintah) yang tidak berpihak, atau minimal tidak memperhitungkan keberadaan sekolah swasta.
Usaha paling realistis untuk mengatasi problem SDM sekolah swasta di pedesaan adalah:
1.       Memperkuat institusi sekolah.
Institusi sekolah terutama yayasan atau lembaga penyelenggara seharusnya menjadi lembaga mandiri dan kuat. Lembaga tersebut mempunyai kekuatan hukum dan moral, apalagi bila ditunjang keuangan yang memadai untuk menjamin kelangsungan sekolah.
Institusi penyelenggara sekolah harus menempatkan dirinya pada posisi sebagaimana mestinya, yaitu menjadi lembaga yang memiliki visi, yang berperan sebagai pemilik dan penanggungjawab sekolah.
2.       Membangun bargaining dengan mengedepankan kekuatan hokum.
Dengan institusi yang kuat,  lembaga pendidikan dapat membangun kerja sama dengan guru, pegawai, masyarakat dan aparat dengan positif. Hal yang lebih penting dari penguatan institusi adalah kemampuan sekolah untuk mengikat guru dan pegawai dalam kurun waktu tertentu. Institusi penyelenggara pendidikan harus mampu membangun kontrak kerja yang mengikat secara hukum, sehingga guru dan pegawai tidak dapat seenaknya keluar-masuk sekolah. Pola kerja yang diterapkan kurang lebih mirip dengan relasi kerja di perusahaan-perusahaan swasta.

Tidak ada komentar: