Pengelolaan sekolah swasta seringkali dihadapkan pada konflik internal yang tidak berkesudahan, yang tidak jarang kian membuat nasib sekolah terpuruk. Di antara pangkal utama terjadinya konflik tersebut umumnya dikarenakan ketidakjelasan struktur kelembagaan sekolah. Status, peran dan fungsi setiap pihak yang menjadi tulang punggung pengelolaan (stake holder) sekolah tidak tegas, sehingga menimbulkan problematika dalam pengelolaan sekolah di kemudian hari.
Rabu, 07 Desember 2011
GURU TAK SUKA MEMBACA?
Ketika evaluasi kegiatan membaca oleh siswa, guru-guru di sekolahku menyatakan kegiatan tersebut boleh dibilang tidak berhasil. Sudut baca di kelas semakin sepi peminat, bahkan kembali beralih fungsi menjadi tempat alat kebersihan kelas. Hari-hari pertama saja murid-murid rajin saling tukar bacaan yang dibawa dari rumah. Selebihnya, tidak ada lagi yang membawa bacaan. Apalagi tidak banyak koleksi yang dibawa siswa dari rumah.
Ketika aku tanya, "Apakah bapak dan ibu guru ikut membaca?" Mereka kompak menjawab "Tidak". Alasannya, mereka hanya mengawasi anak-anak membaca, memberi aba-aba saat membaca diam, keras atau menceritakan bacaan. Akhirnya, kupertegas lagi pertanyaanku, "Apakah selain buku pelajaran yang diajarkan, buku apakah yang bapak dan ibu baca?" Tidak seorangpun menjawab. Mereka saling pandang satu sama lain sambil menahan senyuman.
Selasa, 06 Desember 2011
MAKNA BELAJAR (1): SEBAGAI KWAJIBAN
Setiap anak yang pergi ke sekolah selalu dimaknai sebagai pergi belajar. Mahasiswa yang pergi ke kampus juga konon dalam rangka belajar. Demikian pula halnya dengan orang-orang yang pergi ke pengajian konon juga dalam rangka belajar atau mencari ilmu. Ada pula penjahat yang tersadar dan menjadi tokoh baik yang menjadi panutan karena konon dia belajar dari pengalaman.
Sekalipun perbuatan banyak orang sama-sama diistilahkan dengan belajar, tetapi hasilnya tidak selalu sama. Proses belajar menghasilkan hasil yang berbeda karena belajar mempunyai makna yang berbeda-beda bagi setiap orang. Hasil belajar tergantung pada bagaimana makna belajar bagi setiap orang.
MARKETING PENDIDIKAN MENURUT JENIS SEKOLAH
Istilah marketing sebenarnya tidak lazim digunakan dalam dunia pendidikan, tetapi lekat dengan dunia usaha, persoalan ekonomi. Meski demikian, sebenarnya dunia pendidikan juga membutuhkan pemasaran. Faktanya, ketatnya persaingan membuat banyak sekolah semakin kesulitan mencari siswa baru.
Banyak sekolah bahkan harus menempuh berbagai cara agar sekolah memperoleh siswa. Berbagai model pemasaran dilakukan oleh sekolah, mulai dari cara-cara promosi halus, persuasi, datang ke rumah-rumah hingga menawarkan berbagai fasilitas. Semua sekolah mulai membutuhkan pemasaran agar diminati oleh masyarakat. Banyak sekolah yang ditinggalkan oleh masyarakat dan akhirnya ditutup atau dimerger karena tidak mampu "memasarkan" sekolahnya dengan baik.
Sabtu, 03 Desember 2011
4 ALASAN DEKAT DENGAN ANAK
Saat anak-anak masih kecil, sebagian orang tua suka mengeluh soal anak-anaknya. Mereka merasa terganggu kesibukannya karena anak-anak belum mandiri, belum mau makan, tidur atau mandi sendiri. Tidak jarang mereka protes ketika sekolah mengadakan kegiatan yang mengharuskan orang tua mengantar-jemput, atau bahkan menemani di sekolah.
Sebagian orang tua merasa enggan ketika harus mengantar-jemput anak ke sekolah, kursus, atau les. Banyak orang tua merasa terlalu sibuk untuk menemani anak belajar dan memilih mengudang guru les privat ke rumah. Sebagian lagi memilih membiarkan anak-anaknya memilih kegiatannya sendiri, bermain apa saja, sesukanya, asal pulang ke rumah saat malam tiba.
Rabu, 30 November 2011
PROBLEM SDM SEKOLAH SWASTA DI PEDESAAN
Mengelola sekolah swasta saat ini bukan hal mudah, apalagi bila letak sekolah berada di pedesaan. Berdasarkan pengalaman kami, banyak masalah yang harus dihadapi dalam mengelola sekolah swasta. Dibutuhkan kekuatan mental dan kemauan untuk terus mengasah pengetahuan dan ketrampilan agar sekolah swasta dapat terus eksis, terlebih lagi bila berharap mampu bersaing dengan sekolah lain.
Problem-problem umum yang selama ini mengemuka dalam mengelola sekolah swasta di pedesaan mestinya ditelusuri dari 10 unit analisis yang biasa digunakan dalam pengembangan sekolah. Kali ini masalah tersebut hanya ditelusuri secara sederhana dari aspek-aspek yang selama ini kami pandang sebagai aspek menonjol.
Minggu, 27 November 2011
PERINGATAN PERTAMA
Selama lima belas tahun menjadi dosen, belum pernah sekalipun aku memperingatkan mahasiswa baik soal disiplin kehadiran, berpakaian ataupun ketertiban dalam mengikuti kegiatan perkuliahan. Setiap kali ada mahasiswa terlambat hadir di kelas, kuliah hanya mengenakan kaos atau sandal jepit, aku tidak pernah menganggapnya sebagai peristiwa yang istimewa. Aku selalu mengaca pada diriku sendiri saat jadi mahasiswa dulu, yang kurang lebih sama dengan mereka.
Hari ini, Senin 22 Maret 2010, adalah hari pertamaku masuk kelas Pembelajaran Bahasa Inggris. Ini pertama kalinya aku memegang matakuliah ini. Sejak pertama kali menjadi dosen, aku selalu menghidar untuk mengajarkan matakuliah bahasa asing. Tentu saja bukan karena aku tidak menguasainya, melainkan karena sedikit ego akademik.Orang-orang seperti aku biasanya merasa kurang respek, kurang bergengsilah bila mengajarkan mata kuliah bahasa. Kesannya kurang tertantang, seperti jadi guru sekolah/madrasah saja, bukan dosen.
Sejak perubahan formasi dosen, di mana aku ditempatkan di program sudi PGMI, aku tidak dapat menghindar lagi dari keharusan mengajarkan materi-materi kuliah semacam mata kuliah bahasa asing. Aku bahkan menyadari harus menyesuaikan diri dengan suasana akademik bagi para calon guru sekolah dasar atau Madrasah ibtida’iyah tersebut. Kesan angker dan intelek harus kusisihkan jauh-jauh dari suasana perkuliahan, dengan harapan mahasiswaku kelak juga akan terbiasa membangun suasana rileks dalam mengelola pembelajaran.
Setelah beberapa kesan santai kumulai, ada satu mahasiswa, sebut saja Fulan, yang kelihatan sama sekali tidak respek dengan kegiatan yang aku bangun. Bahkan saat yel kelas berulangkali dikumandangkan, dia sama sekali tidak merespon. Dia terus berbicara, bercanda dan mengganggu mahasiswa lain, tanpa mempedulikan apapun yang aku sampaikan.
Meski ini perkuliahan pembuka yang hanya menyampaikan hal-hal umum dan contoh-contoh kasus, aku mencoba membawa mahasiswa pada analisis sederhana mengenai beberapa model pembelajaran bahasa asing. Di antara yang aku kemukakan adalah contoh pembelajaran bahasa asing melalui lagu.
Ketika aku memberikan contoh lagu dan maknanya bagi pembelajaran bahasa Inggris di MI, aku bertanya pada mahasiswa mengenai nilai edukatif minimal dalam pembelajaran lagu. Mengingat saat bertanya si Fulan bercanda sangat keras, pertanyaan langsung kutujukan kepadanya. “Apa yang didapat siswa, mas?”
Kontan dia tergagap dan menjawab sekenanya, “A, pak” Sebuah jawaban ngawur dan melecehkan. Mungkin maunya membuat lelucon, tetapi dengan cara melecehkanku. Langsung saja aku katakan padanya, “Anda boleh keluar dari kelas saya kalau anda mau.... silakan..., bla… bla… bla…”
Aku tak peduli apapun alasannya, yang jelas hanya sekenanya dan mengada-ada. Akhirnya sekalian aku tegaskan, bahwa siapapun boleh tidak ikut di kelasku, bila tidak merasanya nyaman dengan perkuliahanku. Dia bisa mengambil kuliah pada dosen lain atau minta nilai C saja tanpa perlu kuliah.
Sejak pertama kali jadi dosen, ini pertama kalinya aku memperingatkan mahasiswa dengan nada sedikit tegas. Ini juga pertama kalinya ada mahasiswa yang meremehkan kelasku. Aku tak tahu apa yang mereka pikirkan dengan tindakanku. Aku sendiri tak nyaman harus melakukannya, karena pernah berfikir akan mengingatkan mahasiswa dengan cara ini.
Aku sama sekali tidak membencinya, meski terasa berbeda karena ini pertama kalinya aku memberi peringatan. Lagi pula sebenarnya sudah kwajibanku sebagai pengajar untuk mengingatkan mereka. Out of all, aku berharap dapat membangun suasana perkuliahan yang sedikit berbeda, rileks seperti mengajar sekolah dasar, agar kelak mereka juga dapat melakukan hal yang sama dan lebih efektif saat jadi guru sesungguhnya.
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengapa Jokowi Diserang Habis-habisan?
Irfan Tamwifi Pensiun dari jabatan presiden, tidak membuat Jokowi terbebas dari berbagai serangan politik seperti yang dihadapinya menjelang...