Senin, 20 Oktober 2014

SARJANA DI PERSIMPANGAN MISTERI

Wisuda sarjana selalu diliputi kegembiraan. Setelah wisuda usai, biasanya banyak sarjana yang dipenuhi segudang tanya, akan ke mana sesudah ini? Bagi mereka yang beruntung memiliki orang tua berada, yang hanya berharap anaknya kembali ke pangkuan ayah-bunda, dan melanjutkan usaha mereka, mungkin tak ada masalah. Hidup tinggal berlanjut dengan episode magang santai di keluarga sendiri.

Bagi yang tak seberuntung itu, wisuda sarjana hanyalah kegembiraan sesaat. Sesudahnya, mereka dihadapkan pada tantangan hidup yang benar-benar nyata, lebih pelik, lebih complicated dibanding tugas kuliah.

Menjadi sarjana tak ubahnya berada di persimpangan misteri. Menikah sering menjadi solusi aman bagi wanita, tetapi bagi mereka yang terbebani tanggung jawab untuk mandiri dan meraih eksistensi banyak pilihan pelik harus dilakukan. Melanjutkan studi tidak selalu menjadi keputusan mudah. Biaya, kemampuan, juga prospeknya bagaimana akan memunculkan banyak pertimbangan. Memilih langsung kerja juga di mana tempat kerja yang mampu segera memberi pencerahan kesejahteraan. Belum lagi ketatnya persaingan hidup dan berbagai hal tak terduga selalu membayangi setiap langkah.

Satu-satunya pilihan terbaik adalah terus melangkah dengan kesungguhan, menatap hidup sebagai kenyataan, dan masa lalu hanya sebutir sejarah untuk dikenang. Kemampuan akademik bukan lagi satu-satunya andalan, bahkan kekuatan mental jauh lebih dibutuhkan.  Setiap orang akan menemukan jalan terbaik untuk dirinya sendiri. Live will find the way.

Good luck, selamat berjuang, selamat menempuh hidup yang sesungguhnya!! 

Sabtu, 18 Oktober 2014

MEMAHAMI PERASAAN

Selain panca indera, manusia dibekali dua instrumen penting sebagai software, yaitu pikiran dan perasaan. Keduanya bekerja saling terhubung merespon signal-signal yang ditangkap melalui sensor panca indera.

Sebagaimana pikiran, perasaan bahkan tak jarang memiliki ketajaman analisa melampaui kemampuan pikiran. Melalui perasaan, seseorang dapat mengetahui sesuatu tanpa perlu diberi tahu. Perasaan dapat mengerti tanpa perlu penjelasan, tanpa banyak kata-kata. Itu sebabnya, sebagian mutashowwifin lebih mengandalkan kekuatan intusi ('irfany), dan mengagungkan ilmu hudhuri.

Kepekaan perasaan dapat membuat seseorang menemukan teman, atau bahkan kekasih yang cocok dengannya. Perasaan seperti itu biasa disebut chemistery, yaitu kesesuaian signal batiniah yang memungkinkan seseorang merasa tertarik, nyaman berkomunikasi, berbagi, bekerja sama atau bahkan menjadi pasangan hidup.

Signal seperti itu sering kali tak dapat dijelaskan, dan hanya dapat dirasakan. Itu sebabnya, Mario Teguh bilang, “Bila Anda tak bisa menjelaskan mengapa Anda tertarik, merasa nyaman atau jatuh cinta pada seseorang, maka syukurilah, sebab itulah yang disebut cinta”

Kepekaan perasaan juga dapat membuat seseorang tahu apa yang dirasakan, bahkan dilakukan oleh orang lain, tanpa harus melihat langsung ataupun diberitahu, sebagai mana pepatah siirotul mar’i tumbi’u ‘an sarirotihi. Air muka, gerak-gerik atau bahasa tubuh sudah cukup untuk mengetahui suasana, isi hati bahkan yang dilakukan seseorang di belakang kita.

Cukup dari dari bahasa tubuh, kita dapat mengetahui “ada sesuatu” pada seseorang di sekitar kita, baik teman, kekasih, apalagi suami atau istri. Gambaran tersebut terlihat jelas bagi orang yang memiliki kepekaan perasaan tinggi, atau intuisi yang tajam.

Bagi kebanyakan orang, signal tersebut biasanya masih berupa gambaran yang kabur, meski signal yang ditangkap sebenarnya cukup jelas. Signal tersebut baru dapat diperjelas melalui investigasi mendalam yang ditunjang dengan fakta-fakta konkrit.

Dengan bantuan teknologi, kita juga dapat mengetahui apa yang dirasakan, dipikirkan, bahkan dilakukan oleh seseorang. Kecanggihan teknologi sendiri selalu memiliki sisi rapuh untuk dibajak (hack) atau disusupi, sehingga kita tahu dengan siapa seseorang paling sering, paling nyaman, paling antusias, paling betah dan paling mêmêl berbicara, bahkan apa yang dibicarakan dari detik ke detiknya.

Perasaan juga menduduki posisi penting sebagai penentu keberhasilan hidup, bahkan melampaui kemampuan berfikir. Setiap jenis pekerjaan membutuhkan kesiapan emosional untuk menjalaninya, berupa perasaan nyaman, minat, dan kekuatan mental lainnya. Pernikahan yang langgeng dan bahagia mengharuskan adanya perasaan terikat, percaya dan berharga. Tanpa dukungan perasaan yang memadai, pekerjaan apapun tidak akan optimal. Ikatan pernikahan akan memudar, kehilangan arti dan sangat mungkin terbuka untuk diakhiri saat perasaan pasangan tak nyaman, berjarak atau bahkan berjalan sendiri-sendiri.

Meski demikian, perasaan kurang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Manusia perlu berbicara sebagai upaya klarifikasi perasaan, yaitu memperjelas duduk persoalan, mengambil sikap dan keputusan, serta yang tak kalah pentingnya, melepaskan beban. Itu dapat dicapai bila berbicara dilakukan dengan sikap terbuka dan penuh kejujuran.

Masalahnya, hal-hal yang berkaitan dengan perasaan selalu membuat seseorang sensitif bahkan meningkat egonya. Sensitifnya urusan perasaan membuat orang enggan berbicara apa adanya, dan memilih memanipulasi, memperhalus, atau malah menutup-nutupi gambaran perasaan yang sesungguhnya. Sensitifnya ego membuat seseorang engggan berbicara tentang sesuatu yang membuat dirinya berada pada posisi sebagai pihak yang dipersalahkan, dipermalukan atau jatuh harga dirinya.

Karena itu, berbicara sesuai gambaran perasaannya harus ditunjang dengan kerendahan hati, kesediaan untuk saling mendengarkan serta saling menghargai. Seburuk apapun, sebuah kenyataan yang diperoleh melalui keterbukaan jauh lebih baik dibanding ketertutupan.

MEMBICARAKAN KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DIRI SENDIRI

Setiap orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Hanya saja, kebanyakan orang lebih suka berbicara tentang kelebihan dirinya, tetapi hampir tidak ada yang suka membicarakan kekurangan dirinya. 

Bicara tentang kelebihan diri sendiri memang menyenangkan. Padahal seseorang yang hanya membuka dirinya untuk membicarakan kelebihannya saja hanya kian mengokohkan ego dengan membanggakan diri. Pada gilirannya sikap seperti akan menyulitkan seseorang untuk komunikasi dengan baik dan menyelesaikan masalah.

Membicarakan kelebihan diri sendiri dapat membuat seseorang ingin selalu dipandang sempurna, seakan bersih dari kekurangan. Orang seperti ini biasanya mudah tersinggung bila dikritik atau dibicarakan kekurangannya.

Kebanyakan orang tidak suka membicarakan kekurangan diri sendiri karena hal itu sering membuat seseorang merasa tersudut, tersinggung, merasa dipersalahkan ataupun dipermalukan. Padahal membicarakan kekurangan memungkinkan seseorang memperbaiki diri dan memiliki kelebihan.

Kekurangan pada diri seseorang sering kali menjadi sebab munculnya masalah. Memahami dan mengatasi kekurangan dengan sendirinya merupakan cara terbaik dalam menyelesaikan masalah.

Memperbaiki diri melalui koreksi diri ataupun menyelesaikan masalah dengan memahami kekurangan diri sendiri memerlukan kerendahan hati untuk bersedia memahami betapa diri kita bukan insan sempurna. 

Rabu, 15 Oktober 2014

MENANGISLAH BILA PERLU

Menangis sering dipandang sebagai ekspresi kelemahan, terutama bagi laki-laki, padahal menangis adalah keterampilan pertama sejak lahir. Menangis bahkan diciptakan karena bermanfaat bagi manusia.

Menangislah bila perlu...
Sebab menangis merupakan salah satu cara melepas emosi. Menangis menandakan seseorang memiliki perasaan, dapat merasakan senang, sedih, bahagia dan berduka. Menangis adalah mekanisme kejiwaan yang membantu manusia meredakan beban perasaan, mulai dari rasa bahagia, amarah, sedih, kecewa, hingga penyesalan. Menangis membantu manusia bertahan di bawah tekanan dan deraan rasa frustasi.

Menangislah bila perlu...
Sebab menangis merupakan mekanisme kejiwaan yang mampu meredakan perasaan tertekan. Menangis membantu mengurangi deraan stress agar tidak semakin berlebihan, dan kembali menemukan perasaan nyaman. Menangis merupakan pengganti kata-kata, pengungkapan beban pikiran dan perasaan yang tak paling berat untuk dikatakan. Menangis dapat memberikan perasaan lega, dan membuat seseorang lebih siap untuk kembali berkarya dan menghadapi dunia.

Menangislah bila perlu...
Sebab menangis dapat mensublimasikan perasaan, sikap dan perilaku yang tidak perlu. Menangis dapat mengalihkan amarah dengan air mata, hingga tak perlu berkata, bersikap dan bertindak yang menyakiti orang lain. Menangis adalah tanda kejujuran jiwa, yang dapat membuka kebuntuan batin dan mengantarkan pada ketenangan jiwa.    

Menangislah bila perlu...
Sebab menangis dapat membuat fisik lebih sehat. Menangis merupakan cara alami membersihkan mata, menurunkan kadar "mangan" yang konon bertanggung jawab dalam merusak suasana hati (mood), bahkan menurunkan tekanan darah (hipertensi). (merdeka.com)

Sesekali menangislah agar dirimu lebih berdaya...

DIAM ATAU BICARA

Keduanya hanya pilihan, dengan masing2 resikonya. Diam tak selalu berarti emas, dan bicara tak selalu berarti masalah.

Bahkan diam juga bukan pilihan mudah. Mulut mungkin terkatup, tapi tidak demkian dengan air muka sebab tidak mudah hidup dengan berpura-pura. Tak mudah hidup dengan memendam rahasia, menutupi sesuatu dengan menghindari bicara, apalagi bila harus berdusta. Memilih diam untuk sesuatu yang ingin kau katakan adalah penyiksaan terhadap dirimu sendiri.

Memilih diam berarti harus siap menjalani tekanan batin, penyakit paling mematikan no 2 setelah jantung koroner. Diam adalah solusi aman tapi tidak nyaman. Bahkan diam kadang sama artinya dengan menanam bom waktu yang akan meledak pada waktunya dengan resiko yang tak terduga.

Bicara juga tak selalu berarti solusi. Kadang bicara justeru menjadi bencana, sebab tak semua orang bisa menyelesaikan masalah dengan kata2. Apalagi kebanyakan orang lebih suka bicara dengan egonya, bukan dengan fakta, hati dan pikirannya.

Bicara hanya akan memberi solusi bila didasari kejujuran dan ketulusan. Sayangnya, kedua hal ini semakin mahal dan langka

MEMAHAMI AMARAH

Sejak mendirikan lembaga pendidikan, saya sudah ratusan kali ketemu orang yang marah2 dg segala ekspresinya, dg segala sebab & alasannya. Ini adalah episode kemarahan terbanyak & paling sering yg pernah kutemui seumur hidup. Ada yang hanya kasak-kusuk, ada yg ngomel asal bicara, ada yang memaki, ada yang mengumpat2, ada yg mutung, ada yang mengancam, ada pula yg diam2 menjegal.
Hampir semua orang pernah marah padaku secara langsung ataupun tidak. Wali murid, guru, pegawai, tetangga, bahkan beberapa kali guru sekolah lain & aparat dinas yg tidak pernah kenalpun ada yang mengumbar amarahnya.
Semula amarah mereka terasa menggangu & mempengaruhiku, tapi lama2 menjadi hal biasa. Mungkin itu karena terlalu seringnya kena damprat orang. He, he, he...
Yang pasti kemarahan orang tak lagi membuat nyali menjadi ciut, bahkan membuat pribadi terasa kian dewasa & kuat. Aku jadi tahu, bahwa orang yg mudah memgumbar amarah pasti sedang brmasalah dg dirinya sendiri. Dia hanya butuh sesuatu untuk memicu amarahnya.
Orang yg sdang marah brarti sdg sakit jiwa, setidaknya kehilangan kendali atas emosinya. Mereka harus dikasihani & bila sempat perlu diantar ke psikiater atau rumah sakit jiwa. Mereka hanya butuh melampiaskan emosi dg cara menghukum orang lain, tak peduli apapun persoalannya. Singkat kata, pemarah hanya butuh orang orang lain sebagai  korban ketidakwarasannya. 
Filosof dan psikolog klasik memandang kemampuan seseorang menempatkan amarah sebagai petunjuk tinggi-rendahnya kualitas mental seseorang. Mudahnya seseorang mengumbar amarah menunjukkan akal sehatnya sedang error, alias tidak berfungsi dg baik. Dalam bahasa filsafat klasik, kemarahan menunjukkan nalar rasional (an-nafs an-nahoqah) dikalahkan oleh nalar emosional (an-nafs al-ghadlabiyah).  shg tak mampu lagi menyikapi & menyelesaikan masalah secara bijak.
Bila  bertemu orang yang sedang marah apapun bentuknya, maka pahamilah bahwa kita sebenarnya sedang apes saja, karena harus bertemu wong edan, minimal orang yang sedang kumat gendhenge. Karena itu, sing gendheng ben gendheng. Mereka hanya butuh melampiaskan emosi dg cara menghukum orang lain, tak peduli apapun sebabnya. tidak usah ikut2an gendheng. Petuah orang tua dulu, Sing waras ngalah. Inna annafsa la'ammaratun bis su'.
Semoga bermanfaat.

Kamis, 07 Agustus 2014

CINTA DALAM PERNIKAHAN



Pernikahan memiliki makna beragam bagi setiap pasangan. Banyak orang mengira pernikahan merupakan perwujudan hubungan cinta kasih dalam bentuk ikatan pernikahan, padahal tidak selalu demikian. Cinta adalah cinta, dan pernikahan adalah pernikahan. Masing-masing memiliki konteks sendiri-sendiri.
Cinta merupakan perasaan unik yang tumbuh di dalam jiwa seseorang secara misterius. Cinta lahir karena perasaan murni yang tumbuh tanpa perlu penjelasan mengenai mengapa orang tertentu begitu istimewa di hati seseorang, atau mengapa sepasang kekasih saling mencintai. Ini dikarenakan cinta ada begitu saja. Cinta adalah anugerah Yang Maha Kuasa Rhoma Irama.
Pernikahan merupakan sebuah ikatan moral antara pria dan wanita untuk hidup bersama yang sering kali dikuatkan secara hukum. Pernikahan hakekatnya bahkan tidak berbeda dari perjanjian atau kontrak antara dua orang untuk saling mengikatkan diri dengan status pemilik dan yang dimiliki, menguasai dan dikuasai, dengan seperangkat hak dan kwajiban masing-masing.
Cinta adalah soal rasa dan perasaan seseorang dengan orang lain, sedangkan pernikahan adalah soal status hubungan dua pihak. Sangat boleh jadi pernikahan didasari oleh perasaan cinta, tetapi tidak sedikit orang yang menikah bukan dengan seseorang yang dicintai. Pernikahan bahkan sering kali didasari oleh kebutuhan untuk memiliki pasangan, sedang cinta didasari oleh kata hati.
Berbeda dari cinta, pernikahan merupakan pilihan yang dilakukan secara sadar ataupun tidak. Pernikahan adalah tindakan menjali hubungan dengan lawan jenis berdasarkan perhitungan logika tertentu. Banyak orang berharap pernikahan merupakan tindak lanjut dari perasaan cinta yang diwujudkan dalam sebuah ikatan, tetapi itu tidak berlaku pada semua orang.
Banyak orang Barat yang tidak lagi membutuhkan pernikahan, karena untuk hidup bersama mereka sudah merasa cukup hanya dengan cinta. Sementara bagi sebagian orang Timur menuntut pernikahan karena mereka memandang cinta tanpa pernikahan tidak ada artinya.
Jalan hidup tak selalu sejalan dengan keinginan. Tidak semua hasrat batin seseorang dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata. Kompleksnya kehidupan sering membuat seseorang tidak dapat hidup bersama atau menikah dengan seseorang yang paling dicintai. Besarnya kekuasaan roda kehidupan kadang memaksa seseorang harus percaya pada Ebid G. Ade, yang menyatakan bahwa cinta tak selalu harus memiliki.
Itu sebabnya tak semua pernikahan didasari cinta. Keterikatan dan kebersamaan yang panjang dalam pernikahan kadang dapat menumbuhkan perasaan cinta, tetapi tidak jarang yang hanya berhenti pada keterikatan semata. Tak sedikit pasangan yang tak berhasil menumbuhkan perasaan cinta pada pasangannya seindah cinta yang pernah tumbuh dan dirasakan di luar konteks pernikahan.
Seseorang mungkin saja menemukan cinta terbaik dan terindahnya dalam pernikahan. Tidak sedikit pula orang yang dapat membangun rasa cinta dalam pernikahannya tetapi tanpa menggeser cinta yang sudah ada pada orang lain. Tidak jarang pula seseorang baru merasakan jatuh cinta setelah menikah, tetapi bukan dengan pasangan resminya.
Ya. Seseorang bisa saja memiliki dua cinta, yaitu cinta yang murni dan cinta karena harus mencintai. Masing-masing memiliki arti, nilai dan tempat sendiri-sendiri di ruang batin seseorang. Kebanyakan orang harus berdusta, belajar melupakan, atau menyimpan dalam-dalam salah satu perasaan cinta itu dari pasangannya, sebab saat seseorang terikat dengan seseorang maka cinta lain harus dinilai sebagai perasaan terlarang.
Jadi sangat mungkin seseorang mengatakan si Dia adalah istriku atau suamiku, tetapi dia bukan kekasihku, bukan orang yang aku cintai. Mungkin terdengar menyakitkan, tetapi begitulah fakta kehidupan. Kebanyakan orang memilih berbohong, dengan mengatakan pada suami atau istrinya bahwa hanya kamu yang aku cintai, meski hati kecilnya mengatakan ada yang lebih aku cintai, meski tak mungkin kuwujudkan.
Hanya sedikit padangan yang mampu menerima kenyataan bahwa rasa dan perasaan tak mungkin dibatasi, apalagi dilarang. Hal ini dikarenakan hubungan seseorang bukan hanya melibatkan cinta tetapi juga ego. Mereka yang tak mampu mengendalikan ego akan sangat sulit menerima kenyataan seperti itu. Mereka yang mampu mengelola egonya akan memungkinkannya belajar memahami dan menerima kenyataan akan kata hati pasangannya. 

Mengapa Jokowi Diserang Habis-habisan?

Irfan Tamwifi Pensiun dari jabatan presiden, tidak membuat Jokowi terbebas dari berbagai serangan politik seperti yang dihadapinya menjelang...