Pernikahan memiliki makna beragam bagi setiap pasangan. Banyak orang mengira pernikahan merupakan perwujudan hubungan cinta kasih dalam bentuk ikatan pernikahan, padahal tidak selalu demikian. Cinta adalah cinta, dan pernikahan adalah pernikahan. Masing-masing memiliki konteks sendiri-sendiri.
Cinta merupakan perasaan unik yang tumbuh di dalam jiwa seseorang secara misterius. Cinta lahir karena perasaan murni yang tumbuh tanpa perlu penjelasan mengenai mengapa orang tertentu begitu istimewa di hati seseorang, atau mengapa sepasang kekasih saling mencintai. Ini dikarenakan cinta ada begitu saja. Cinta adalah anugerah Yang Maha Kuasa Rhoma Irama.
Pernikahan merupakan sebuah ikatan moral antara pria dan wanita untuk hidup bersama yang sering kali dikuatkan secara hukum. Pernikahan hakekatnya bahkan tidak berbeda dari perjanjian atau kontrak antara dua orang untuk saling mengikatkan diri dengan status pemilik dan yang dimiliki, menguasai dan dikuasai, dengan seperangkat hak dan kwajiban masing-masing.
Cinta adalah soal rasa dan perasaan seseorang dengan orang lain, sedangkan pernikahan adalah soal status hubungan dua pihak. Sangat boleh jadi pernikahan didasari oleh perasaan cinta, tetapi tidak sedikit orang yang menikah bukan dengan seseorang yang dicintai. Pernikahan bahkan sering kali didasari oleh kebutuhan untuk memiliki pasangan, sedang cinta didasari oleh kata hati.
Berbeda dari cinta, pernikahan merupakan pilihan yang dilakukan secara sadar ataupun tidak. Pernikahan adalah tindakan menjali hubungan dengan lawan jenis berdasarkan perhitungan logika tertentu. Banyak orang berharap pernikahan merupakan tindak lanjut dari perasaan cinta yang diwujudkan dalam sebuah ikatan, tetapi itu tidak berlaku pada semua orang.
Banyak orang Barat yang tidak lagi membutuhkan pernikahan, karena untuk hidup bersama mereka sudah merasa cukup hanya dengan cinta. Sementara bagi sebagian orang Timur menuntut pernikahan karena mereka memandang cinta tanpa pernikahan tidak ada artinya.
Jalan hidup tak selalu sejalan dengan keinginan. Tidak semua hasrat batin seseorang dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata. Kompleksnya kehidupan sering membuat seseorang tidak dapat hidup bersama atau menikah dengan seseorang yang paling dicintai. Besarnya kekuasaan roda kehidupan kadang memaksa seseorang harus percaya pada Ebid G. Ade, yang menyatakan bahwa cinta tak selalu harus memiliki.
Itu sebabnya tak semua pernikahan didasari cinta. Keterikatan dan kebersamaan yang panjang dalam pernikahan kadang dapat menumbuhkan perasaan cinta, tetapi tidak jarang yang hanya berhenti pada keterikatan semata. Tak sedikit pasangan yang tak berhasil menumbuhkan perasaan cinta pada pasangannya seindah cinta yang pernah tumbuh dan dirasakan di luar konteks pernikahan.
Seseorang mungkin saja menemukan cinta terbaik dan terindahnya dalam pernikahan. Tidak sedikit pula orang yang dapat membangun rasa cinta dalam pernikahannya tetapi tanpa menggeser cinta yang sudah ada pada orang lain. Tidak jarang pula seseorang baru merasakan jatuh cinta setelah menikah, tetapi bukan dengan pasangan resminya.
Ya. Seseorang bisa saja memiliki dua cinta, yaitu cinta yang murni dan cinta karena harus mencintai. Masing-masing memiliki arti, nilai dan tempat sendiri-sendiri di ruang batin seseorang. Kebanyakan orang harus berdusta, belajar melupakan, atau menyimpan dalam-dalam salah satu perasaan cinta itu dari pasangannya, sebab saat seseorang terikat dengan seseorang maka cinta lain harus dinilai sebagai perasaan terlarang.
Jadi sangat mungkin seseorang mengatakan si Dia adalah istriku atau suamiku, tetapi dia bukan kekasihku, bukan orang yang aku cintai. Mungkin terdengar menyakitkan, tetapi begitulah fakta kehidupan. Kebanyakan orang memilih berbohong, dengan mengatakan pada suami atau istrinya bahwa hanya kamu yang aku cintai, meski hati kecilnya mengatakan ada yang lebih aku cintai, meski tak mungkin kuwujudkan.
Hanya sedikit padangan yang mampu menerima kenyataan bahwa rasa dan perasaan tak mungkin dibatasi, apalagi dilarang. Hal ini dikarenakan hubungan seseorang bukan hanya melibatkan cinta tetapi juga ego. Mereka yang tak mampu mengendalikan ego akan sangat sulit menerima kenyataan seperti itu. Mereka yang mampu mengelola egonya akan memungkinkannya belajar memahami dan menerima kenyataan akan kata hati pasangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar