TRANSLATE

Rabu, 15 Oktober 2014

MEMAHAMI AMARAH

Sejak mendirikan lembaga pendidikan, saya sudah ratusan kali ketemu orang yang marah2 dg segala ekspresinya, dg segala sebab & alasannya. Ini adalah episode kemarahan terbanyak & paling sering yg pernah kutemui seumur hidup. Ada yang hanya kasak-kusuk, ada yg ngomel asal bicara, ada yang memaki, ada yang mengumpat2, ada yg mutung, ada yang mengancam, ada pula yg diam2 menjegal.
Hampir semua orang pernah marah padaku secara langsung ataupun tidak. Wali murid, guru, pegawai, tetangga, bahkan beberapa kali guru sekolah lain & aparat dinas yg tidak pernah kenalpun ada yang mengumbar amarahnya.
Semula amarah mereka terasa menggangu & mempengaruhiku, tapi lama2 menjadi hal biasa. Mungkin itu karena terlalu seringnya kena damprat orang. He, he, he...
Yang pasti kemarahan orang tak lagi membuat nyali menjadi ciut, bahkan membuat pribadi terasa kian dewasa & kuat. Aku jadi tahu, bahwa orang yg mudah memgumbar amarah pasti sedang brmasalah dg dirinya sendiri. Dia hanya butuh sesuatu untuk memicu amarahnya.
Orang yg sdang marah brarti sdg sakit jiwa, setidaknya kehilangan kendali atas emosinya. Mereka harus dikasihani & bila sempat perlu diantar ke psikiater atau rumah sakit jiwa. Mereka hanya butuh melampiaskan emosi dg cara menghukum orang lain, tak peduli apapun persoalannya. Singkat kata, pemarah hanya butuh orang orang lain sebagai  korban ketidakwarasannya. 
Filosof dan psikolog klasik memandang kemampuan seseorang menempatkan amarah sebagai petunjuk tinggi-rendahnya kualitas mental seseorang. Mudahnya seseorang mengumbar amarah menunjukkan akal sehatnya sedang error, alias tidak berfungsi dg baik. Dalam bahasa filsafat klasik, kemarahan menunjukkan nalar rasional (an-nafs an-nahoqah) dikalahkan oleh nalar emosional (an-nafs al-ghadlabiyah).  shg tak mampu lagi menyikapi & menyelesaikan masalah secara bijak.
Bila  bertemu orang yang sedang marah apapun bentuknya, maka pahamilah bahwa kita sebenarnya sedang apes saja, karena harus bertemu wong edan, minimal orang yang sedang kumat gendhenge. Karena itu, sing gendheng ben gendheng. Mereka hanya butuh melampiaskan emosi dg cara menghukum orang lain, tak peduli apapun sebabnya. tidak usah ikut2an gendheng. Petuah orang tua dulu, Sing waras ngalah. Inna annafsa la'ammaratun bis su'.
Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar: