Kamis, 07 Agustus 2014

CINTA DALAM PERNIKAHAN



Pernikahan memiliki makna beragam bagi setiap pasangan. Banyak orang mengira pernikahan merupakan perwujudan hubungan cinta kasih dalam bentuk ikatan pernikahan, padahal tidak selalu demikian. Cinta adalah cinta, dan pernikahan adalah pernikahan. Masing-masing memiliki konteks sendiri-sendiri.
Cinta merupakan perasaan unik yang tumbuh di dalam jiwa seseorang secara misterius. Cinta lahir karena perasaan murni yang tumbuh tanpa perlu penjelasan mengenai mengapa orang tertentu begitu istimewa di hati seseorang, atau mengapa sepasang kekasih saling mencintai. Ini dikarenakan cinta ada begitu saja. Cinta adalah anugerah Yang Maha Kuasa Rhoma Irama.
Pernikahan merupakan sebuah ikatan moral antara pria dan wanita untuk hidup bersama yang sering kali dikuatkan secara hukum. Pernikahan hakekatnya bahkan tidak berbeda dari perjanjian atau kontrak antara dua orang untuk saling mengikatkan diri dengan status pemilik dan yang dimiliki, menguasai dan dikuasai, dengan seperangkat hak dan kwajiban masing-masing.
Cinta adalah soal rasa dan perasaan seseorang dengan orang lain, sedangkan pernikahan adalah soal status hubungan dua pihak. Sangat boleh jadi pernikahan didasari oleh perasaan cinta, tetapi tidak sedikit orang yang menikah bukan dengan seseorang yang dicintai. Pernikahan bahkan sering kali didasari oleh kebutuhan untuk memiliki pasangan, sedang cinta didasari oleh kata hati.
Berbeda dari cinta, pernikahan merupakan pilihan yang dilakukan secara sadar ataupun tidak. Pernikahan adalah tindakan menjali hubungan dengan lawan jenis berdasarkan perhitungan logika tertentu. Banyak orang berharap pernikahan merupakan tindak lanjut dari perasaan cinta yang diwujudkan dalam sebuah ikatan, tetapi itu tidak berlaku pada semua orang.
Banyak orang Barat yang tidak lagi membutuhkan pernikahan, karena untuk hidup bersama mereka sudah merasa cukup hanya dengan cinta. Sementara bagi sebagian orang Timur menuntut pernikahan karena mereka memandang cinta tanpa pernikahan tidak ada artinya.
Jalan hidup tak selalu sejalan dengan keinginan. Tidak semua hasrat batin seseorang dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata. Kompleksnya kehidupan sering membuat seseorang tidak dapat hidup bersama atau menikah dengan seseorang yang paling dicintai. Besarnya kekuasaan roda kehidupan kadang memaksa seseorang harus percaya pada Ebid G. Ade, yang menyatakan bahwa cinta tak selalu harus memiliki.
Itu sebabnya tak semua pernikahan didasari cinta. Keterikatan dan kebersamaan yang panjang dalam pernikahan kadang dapat menumbuhkan perasaan cinta, tetapi tidak jarang yang hanya berhenti pada keterikatan semata. Tak sedikit pasangan yang tak berhasil menumbuhkan perasaan cinta pada pasangannya seindah cinta yang pernah tumbuh dan dirasakan di luar konteks pernikahan.
Seseorang mungkin saja menemukan cinta terbaik dan terindahnya dalam pernikahan. Tidak sedikit pula orang yang dapat membangun rasa cinta dalam pernikahannya tetapi tanpa menggeser cinta yang sudah ada pada orang lain. Tidak jarang pula seseorang baru merasakan jatuh cinta setelah menikah, tetapi bukan dengan pasangan resminya.
Ya. Seseorang bisa saja memiliki dua cinta, yaitu cinta yang murni dan cinta karena harus mencintai. Masing-masing memiliki arti, nilai dan tempat sendiri-sendiri di ruang batin seseorang. Kebanyakan orang harus berdusta, belajar melupakan, atau menyimpan dalam-dalam salah satu perasaan cinta itu dari pasangannya, sebab saat seseorang terikat dengan seseorang maka cinta lain harus dinilai sebagai perasaan terlarang.
Jadi sangat mungkin seseorang mengatakan si Dia adalah istriku atau suamiku, tetapi dia bukan kekasihku, bukan orang yang aku cintai. Mungkin terdengar menyakitkan, tetapi begitulah fakta kehidupan. Kebanyakan orang memilih berbohong, dengan mengatakan pada suami atau istrinya bahwa hanya kamu yang aku cintai, meski hati kecilnya mengatakan ada yang lebih aku cintai, meski tak mungkin kuwujudkan.
Hanya sedikit padangan yang mampu menerima kenyataan bahwa rasa dan perasaan tak mungkin dibatasi, apalagi dilarang. Hal ini dikarenakan hubungan seseorang bukan hanya melibatkan cinta tetapi juga ego. Mereka yang tak mampu mengendalikan ego akan sangat sulit menerima kenyataan seperti itu. Mereka yang mampu mengelola egonya akan memungkinkannya belajar memahami dan menerima kenyataan akan kata hati pasangannya. 

Minggu, 27 Juli 2014

SANTRI MENCARI TUHAN


Di suatu pesantren konon ada seorang santri, bernama Fulan yang warna kulitnya separuh hitam dan separuhnya lagi putih. Tentu saja dia sangat resah dengan kondisinya. Selain sering diolok-olok, dia juga resah karena sering kali harus berulangkali menjawab pertanyaan yang sama, terutama bila baru kenal, seperti “…Mengapa kulitmu bisa seperti itu?..”, “..Apakah bapak dan ibum berbeda warna?...”. Banyak pula yang bertanya, “Ibumu dulu ngidam apa?” 
Apalagi sebagai manusia normal dia juga berharap suatu saat akan menemukan pasangan hidup. Kalau saat itu sudah ada TV swasta mungkin tidak jadi soal, sebab bisa jadi dia malah kaya raya untuk main sinetron seperti Ucok Baba atau Daus. Keunikannya bisa menjadikannya populer dan kaya raya. Masalahnya, konon dia hidup di masa lalu.
Dia sangat berharap suatu saat kondisinya akan berubah menjadi seperti manusia pada umumnya. Oleh karena itu, dia selalu berdoa agar Tuhan mengabulkan keinginannya memiliki tubuh hanya dengan satu warna, hitam atau putih saja.
Suatu ketika dia mendengar kyai tempat dia “nyantri” memberi petuah pada santri-santrinya. “Wahai santri-santriku… Setiap muslim wajib menjadi manusia yang optimis, karena Islam mengajarkan man jadda wajada. Artinya, barang siapa yang bersungguh-sunggu pasti berhasil” Demikian di antara petuahnya.
Petuah itu rupanya begitu mengena di hati Fulan. Meski di pesantren hampir tidak dikenal istilah interupsi, Fulan memberanikan diri menginterupsi ceramah sang kyai. “Maaf Kyai” sahutnya memotong ceramah.
“Ya… ada apa kang Fulan?” sahut Kyai.
“Apa benar ajaran itu dapat dilaksanakan?”
“Oh ya, pasti. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Ini bagian dari sunnatullah” jelas kyai.
“Hmmm…. Itu berlaku dalam masalah apa, Kyai?”
“Apa saja…. Ini kunci sukses yang mengalahkan apapun…, dan ini harus jadi prinsip hidup setiap muslim” Jelas Kyai lebih lanjut.
Fulanpun mengangguk-angguk. Tiba-tiba pikirannya menerawang jauh, seakan menemukan secercah jalan untuk memecahkan masalah yang selama ini mengganggu pikirannya. Sebegitu jauhnya pikiran itu melayang, hingga dia hampir-hampir tak mendengar lagi lanjutan ceramah sang Kyai.
Man jadda wajada, barang siapa bersungguh-sungguh pasti berhasil” maqalah itu selalu terngiang di pikirannya, dan tanpa terasa selalu terucap di bibirnya hingga beberapa hari. 
Dari maqalah inilah muncul ide di benaknya. Dia ingin bertemu dengan Allah. Bila sudah bertemu Allah, dia akan mohon agar Allah berkenan mengubah warna kulitnya menjadi hitam atau putih saja, supaya tidak dwi warna. Setelah merenungkan niatnya beberapa hari, suatu malam dia membulatkan tekad untuk mencari Allah. “Ya… aku harus mencari Allah dan bertemu dengan-Nya” Begitu gumannya berulang kali.
---***---
Suatu pagi setelah pengajian, Fulan berjalan bergegas menghadap Kyai di ndalem (rumah kyai). “Ada apa, kang Fulan?” kata Kyai membuka pembicaraan.
“Begini, Kyai. Saya sowan (menghadap) ke sini dalam rangka mohon restu, dan mohon ijin untuk pamit?” Ucapnya dengan santun.
“Pamit? Memang kamu sudah merasa bisa ngaji, kok baru mondok (belajar di pesantren) beberapa bulan sudah mau pulang?” Sahut Kyai sedikit terkejut.
“Maaf, kyai. Saya bukan mau pulang” jawabnya lirih.
“Lho, memang kamu mau ke mana?” Tanya Kyai.
Fulan agak bingung menjelaskannya, tapi akhirnya dengan yakin di bilang, “E…., saya mau pergi mencari Allah” 
“Hah?!! Mencari Allah? Buat apa? Apa kamu sudah gila, kang?” Tanya kyai keheranan.
Semula Fulan hampir tak dapat berkata-kata, tapi dia berusaha menjelaskan, “Begini, Kyai. Saya sangat risau dengan kulit tubuh saya ini. Kalau berhasil bertemu Allah saya akan mohon agar diubah kuning, putih atau hitam sekalian. Kemarin lusa kyai pernah mengajarkan pada kami man jadda wajada, makanya saya yakin pasti berhasil”
Kini giliran sang Kyai yang terdiam. “Benar juga anak ini. Guman kyai dalam hati.
Akhirnya, sang kyai mengijinkan Fulan meninggalkan pesantren. Setelah diberi berbagai petuah, Fulan dengan penuh semangat berangkat. Fulan begitu girang karena merasa kyai mendukung niatnya. Fulanpun bergegas ke kamar untuk mengambil perbekalan, dan tidak lupa berpamitan pada teman-temannya di pesantren.
Mendengar alasan kepergiannya, teman-teman Fulan heran, bahkan tidak sedikit yang menertawakan. “Hah, mencari Allah? Apa kamu sudah gila?” Demikian celetuk teman-temannya.
Dengan penuh percaya diri dia menjawab, “Man jadda wajada. Saya mohon doa restunya saja teman-teman”
“Ya sudah. Saya restui, saya doakan, semoga berhasil” ucap teman-temannya dengan nada berkelakar.
Tak berapa pa lama, Fulanpun beranjak keluar area pesantren. Di pintu gerbang dia bertemu dengan kang Kabir, kepala pondok yang biasa menjadi mentor utama di pesantren itu. “Fulan, kamu mau ke mana? Mengapa membawa bekal begitu banyak?”
“Oh iya, kang Kabir. Maaf, saya belum sempat pamitan. Saya mau pegi mencari Allah. Mohon do’a restunya” jawab Fulan polos.
“Mencari Allah? Apa aku nggak salah dengar?” Tanyanya dengan nada geli.
“Lho…, kang Kabir masa lupa petuah Kyai kemarin, man jadda wajada”, jawabnya dengan nada santai dan penuh keyakinan.
“O…. iya, iya. Ya sudah. Kalau begitu selamat jalan. Semoga berhasil” timpalnya.
Setelah bersalaman, Fulanpun melangkah keluar pintu gerbang pesantren. Baru saja dia kakinya menapak dua langkah, tiba-tiba kang Kabir kembali memanggilnya. “Fulan… Fulan… tunggu sebentar!” panggil kang Kabir.
“Ada apa, kang Kabir?” Tanya Fulan.
Sambil memegang pundak Fulan, kang Kabir berpesan, “Kang Fulan, nanti kalau kamu berhasil bertemu Allah, tolong tanyakan, kelak di akherat aku ini ada di surga sebelah mana. Itu saja, ya?” ucapnya lirih tapi jelas.
“Iya, kang. Insya Allah saya tanyakan. Doakan saja kang, agar saya berhasil”
“Iya…, insya Allah berhasil” ucap kang Kabir seraya melepas Fulan pergi.
Fulan semakin mantap dengan dukungan kang Kabir. Maklum, kang Kabir memang dikenal sebagai santri utama di pesantren itu, yang kemungkinan besar dia akan menjadi kyai di daerahnya bila kelak sudah pulang kampung. Selain alim, pandai mengaji, dan mentor utama bagi para santri, kang kabir juga dikenal paling rajin beribadah. Hampir setiap hari dia berpuasa, entah puasa apa dia tidak tahu, sedangkan setiap malam waktunya dihabiskan untuk shalat malam dan berdzikir.
--***--- 
Berhari-hari sudah Fulan berjalan ke berbagai arah yang dia sendiri tak tahu akan ke mana. Suatu saat dia berhenti di sebuah pasar, dan beristirahat sejenak. Dia menggelar alas tidur dan merebahkan tubuhnya di emperan toko yang sedang tutup. Belum sempat dia memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara hardikan keras, “He…. Siapa tidur di sini? Ayo bangun!”
Fulanpun bangkit. Dia terkejut, karena tiba-tiba saja dihadapannya telah berdiri seorang lelaki berbadan tinggi besar dan berwajah seram. Fulan sempat ngeri dibuatnya, tapi tiba-tiba mukanya berubah berbinar setelah beberapa saat memandangi wajah lelaki itu. “He… kamu kan Dharmo?” celetuknya kegirangan.
Lelaki itupun terkejut dengan sapaan Fulan. “Lho…, ternyata kamu Fulan! Ha… ha… ha… Apa kabar kawan?” sahutnya seraya memeluk tubuh Fulan erat-erat. Maklum, mereka adalah sahabat karib waktu kecil yang sudah bertahun-tahun berpisah. 
“Fulan, bagaimana ceritanya kamu kok bisa jadi gelandangan seperti ini?” Tanya Dharmo setelah melepaskan rengkuhannya.
“Gelandangan gimana, ngawur saja kalau bicara” sahut Fulan sewot.
“Habisnya kamu tidur di emperan toko kaya pengemis”
“Kamu sendiri mau ke mana, kok ada di sini?” Tanya Fulan balik.
“Aku memang selalu di sini, kawan. Terus terang, sejak keluar dari kampung dulu aku merantau, tapi gagal jadi orang sukses. Akhirnya, aku berhasil menjadi pimpinan genk penjahat di daerah ini” jelasnya dengan penuh percaya diri.
“Kamu nggak usah kuatir. Semua orang di sini takut sama aku, karena aku dikenal raja tega di daerah ini” jelasnya lagi seraya tertawa lebar.
Mendengar jawaban itu, fulan hanya mengangguk-angguk tanpa mampu berkata apa-apa. “Heh… kamu sendiri bagaimana kok bisa berada di sini?” Tanya Dharmo memecah keterkejutan Fulan.
“Selama ini sebenarnya aku di pesantren, tapi saat ini aku sedang mencari Allah. Aku ingin Allah mengubah warna kulitku biar nggak terus-terusan jadi olok-olokan orang. Masa orang kok kaya bendera saja” jelasnya disambut derai tawa keduanya.
“O… begitu. Memangnya, kamu bisa ketemu Allah?” Tanya Dharmo dengan penuh rasa ingin tahu.
“Pasti bisa, soalnya kata guruku, man jadda wajada, barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil” jawab Fulan sedikit berceramah.
Dharmo hanya manggut-manggut. “Ya sudah… mudah-mudahan berhasil kawanku”
“Amin” timpal fulan.
“Oh, iya. Nanti kalau kamu berhasil ketemu Allah, aku minta tolong, ya Fulan?” kata Dharmo.
“Tolong apa?” sahut Fulan.
“Tolong tanyakan pada Allah, besok di akherat aku ini ada di neraka sebelah mana. Soalanya selama ini aku menghabiskan hidupku untuk kejahatan dan kemaksiatan. Merampok, mecuri dan maksiat sudah jadi keseharianku. Karena itu aku optimis masuk neraka” Jelasnya dengan nada serius.
“Oh… nggak usah kuatir. Pasti aku tanyakan” jawab Fulan polos.
Setelah berbincang beberapa lama, kedua sahabat lama itupun berpisah. Fulan kembali melanjutkan perjalanannya menyusuri berbagai desa, kota bahkan hutan belantara. 
---***---
Kekuatan tekad Fulan membuat Allah iba. Allah mengutus malaikat Rahmah agar menemui Fulan. Suatu ketika Fulan dikejutkan oleh sosok lelaki berwajah tampan. Lelaki itu mengaku sebagai malaikat Rahmah yang sengaja diutus Allah untuk menemuinya. “Assalamu ‘Alaikum, ya Fulan” sosok lelaki itu menyapanya lembut.
Fulan terkejut mendengar sapaan itu. “Wa Alaikumus Salam… Anda siapa kok tahu nama saya?” Tanya Fulan sembari mendekat.
“Aku ini malaikat Rahmah utusan Allah” jawab sosok lelaki itu.
“Alhamdulillahi robbil ‘alamin” seru Fulan.
“Allah selalu memperhatikan usahamu, dan dengan rahman rahim-Nya aku disuruh menemuimu” jelas malaikat itu.
Subhanallah wal hamdu lilllah…. Begini malaikat. Tubuh saya ini warnanya hitam dan putih kaya bendera, karena itu saya mohon agar diubah. Kalau hitam ya hitam saja, dan kalau putih ya putih saja, tapi kalau bisa ya berkulit putih dan berwajah ganteng” Jelas Fulan.
“O… iya, Kalau begitu sekarang silakan bercermin” jawab malaikat Rahmah seraya menyodorkan cermin.
Fulanpun segera meraih cermin dan melihat wajahnya di cermin. Dia terkejut kegirangan, karena di cermin itu dia melihat kulit tubuhnya tidak lagi dwi-warna. Dia sekarang berkulit putih dan berwajah sangat tampan.
Subhanallah wal hamdulillah…” berulang kali dia memekik memuji Allah.
“Sudah cukup keinginanmu?” Tanya sang malaikat beberapa saat kemudian.
“Sebentar malaikat… masih ada titipan temanku” sahutnya.
“Soal apa itu?”
“Begini. Temanku yang satu namanya Kabir. Dia itu orangnya alim, pintar mengaji, khusyuk dan rajin beribadah. Dia ingin tahu, di akherat kelak dia akan ditempatkan di surga sebelah mana. Satu lagi temanku namanya Dharmo. Sekarang dia itu jadi pimpinan penjahat. Hidupnya dihabiskan untuk maksiat. Dharmo ingin tahu, di akherat kelak dia akan ditempatkan di surga sebelah mana?” jelas Fulan.
“Baiklah, saya bukakan dulu file calon penduduk surga” jawab sang malaikat.
Setelah membuka daftar calon penduduk surga beberapa saat, malaikat itu bilang, “Wah… si Kabir kok nggak ada di daftar calon tetap penduduk surga, tapi dia ada dalam daftar calon tetap penduduk neraka. Si Dharmo justru nggak ada di daftar calon tetap penduduk neraka, tapi dia ada dalam daftar calon tetap penduduk surga” jelas sang malaikat.
“Apa nggak salah, malaikat?” Tanya Fulan keheranan.
“Nggak… daftar ini nggak mungkin salah” jawab malaikat singkat.
“Ya sudah kalau begitu. Terima kasih… puji syukur ke hadirat Allah” ucap Fulan
“Sudah cukup, Fulan?” Tanya sang Malaikat.
“Alhamdulillah sudah, Malaikat” jawab Fulan dan tiba-tiba sosok tadi sudah hilang dari hadapannya.
---***---
Dengan langkah kegirangan Fulanpun berjalan pulang, menyusuri jalanan yang pernah dia lalui sebelumnya. Fulan sengaja mampir ke pasar tempat dia bertemu Dharmo tempo hari, tetapi keadaan pasar malam itu begitu sepi. Saat hendak istirahat, dia dikejutkan oleh hardikan seseorang yang tiba-tiba sudah ada di hadapannya sambil menodongkan senjata tajam. “Serahkan hartamu”
Semula Fulan ketakutan, tetapi dia merasa kenal dengan suara itu, “Hei, Dharmo. Ini aku, Fulan”
Dharmopun terkejut dengan panggilan itu. Sejenak dia mengamati orang yang berwajah tampan itu. “Bener kamu Fulan?” Tanya Dharmo.
“Iya”
“Kalau wajahmu aku nggak kenal, tapi suara kamu sepertinya kamu memang Fulan”
“Aku sudah berhasil mencapai tujuanku, kawan. Sekarang aku sudah berubah jadi seperti ini”
“O… Jadi kamu sudah bertemu Allah? Waduh…, kamu jadi ganteng banget, kawan” Tanya Dharmo.
“Itulah… Masa kamu mau rampok aku?”
“Ya, enggaklah… Eh, gimana? Sudah kamu tanyakan titipanku kemarin?”
“Sudah”
“O. Iya?”
“Menurut daftar calon tetap penduduk neraka, nama kamu tidak ada di sana. Nama kamu itu justru ada di daftar calon tetap penduduk surga” jelas Fulan.
“Ah…, bagaimana bisa begitu?” Tanya Dharmo keheranan.
“Nggak tahulah…, mungkin Allah sayang sama kamu, dan berharap kamu akan bertobat” sambung Fulan.
Dharmo terdiam. Dia percaya sahabatnya tidak berbohong. “Fulan, aku pikir dengan semua kejahatanku selama ini aku tak mungkin masuk surga”
“Allah itu Maha Pengampun, kawan. Allah pasti mengampuni kalau kamu bertobat. Makanya, sebelum ajal menjemput kamu bertobat saja, kawan. Kita kan tidak tahu berapa lama lagi hidup di dunia”
Secara tiba-tiba hati Dharmo luluh. “Sebenarnya aku punya agenda merampok janda kampong sebelah besok malam, tapi selagi masih ada kesempatan aku ingin bertobat saja dari sekarang”
“Nah, gitu dong. Itu baru kawanku. Coba bagaimana kalau besok kamu mati dihajar orang kampong? Kesempatanmu bertobat hilang, kan?” Sahut Fulan girang.
“Bener, kawan. Kalau gitu aku ikut kamu ke pesantren” 
“Boleh” Jawab Fulan riang. Kedua sahabat itupun melanjutkan perjalanan ke pesantren.
Setelah pejalanan berhari-hari, akhirnya Fulan sampai kembali di pesantren. Saat tiba di pesantren, tak seorangpun mengenalnya, sampai Fulan memperkenalkan dirinya kembali. Seluruh santri, ustadz dan kyai heran dengan keberhasilan Fulan. Diapun di arak ke serambi masjid, karena semua orang ingin mendengar pengalamannya. “Fulan. Kamu benar-benar berubah. Tubuh kamu tidak lagi dwi-warna. Gimana ceritanya?” Tanya sang kyai mengawali dialog.
“Alhamdulillah… berkat man jadda wajada, Allah berkenan menolongku” jawab Fulan mengawali cerita panjang perjalanannya. 
Saat tengah asyik menceritakan pengalamannya, tiba-tiba kang Kabir mendekat dan bertanya, “Kang Fulan. Apakah pesananku juga sudah kang Fulan sampaikan?”
“O… iya, iya. Aku sudah tanyakan, tapi… kata malaikat itu nama kang Kabir tidak ada dalam daftar calon penduduk surga, tapi justru ada di daftar calon tetap penduduk neraka” jawab Fulan dengan perasaan kurang nyaman.
“Apa nggak salah, Fulan?”
“Enggak…, tadinya aku juga sempat mempertanyakan begitu, tapi memang begitu kata malaikat Rahmah” jawab Fulan polos.
Tiba-tiba wajah kang Kabir berubah merah meradang. Dia langsung berdiri sambil memaki-maki. “Sialan! Kalau begini caranya sia-sia saja aku beribadah selama ini. Kalau akhirnya hanya masuk neraka, buat apa aku jadi orang baik. Mulai saat ini aku keluar dari pesantren saja. Persetan dengan agama, persetan dengan ibadah, persetan dengan sholat, puasa…@#$%&*&%^^&%$&^%.” Umpat kang Kabir seraya berlari meninggalkan kerumunan.
Seluruh santri terkejut dengan sikap kang Kabir. Kang Kabir terus memaki, mengumpat dan berlari meninggalkan kerumunan santri, guru dan kyai pesantren itu. Dia memilik keluar dari pesantren dan memilih menikmati hidup bukan sebagai muslim yang baik.
---***---
Kisah ini tentu saja hanya fiktif belaka. Kyai kampungku yang menceritakan kisah ini hanya mengajak kami belajar bahwa lebih baik merasa sebagai manusia yang penuh dosa dibanding telah terlalu banyak berbuat kebajikan. Lebih baik merasa lebih pantas jadi penghuni neraka dibanding terlalu pantasmenjadi penghuni sorga.





IMAN PALING MENAKJUBKAN

Diriwayatkan dalam suatu pertemuan,Rosulullah saw. sembari bercanda bertanya pada para sahabat. "Iman siapakah yang paling menakjubkan di hadapan Allah?"
Seorang sahabat menjawab, "Iman kami, ya rosulallah. Kami ikut hijrah, berjihad, dan siap mengorbankan apa saja demi agama Islam", tapi rosulullah menggeleng seraya menjawab, "bukan" 
Sahabat lain menjawab, "Kalau begitu pasti iman paduka, ya rosulallah", tetapi rosulullah kembali menggeleng seraya berkata, "Bukan"
Satu sahabat mencoba menjawab lagi, "Iman para malaikat ya Rosulullah, sebab mereka selalu taat pada Allah, tak pernah membangkang, bahkan selalu bersujud kepada Allah". Rosulullah kembali menggeleng seraya berkata, "Bukan"
Setelah tiga jawaban ternyata salah, para sahabat menyerah, seraya berkata, "Allahu wa rasuluhu a'lam", yang artinya hanya Allah dan rasul-nya yang lebih tahu. 
Akhirnya Rasulullah berkata, "Bagaimana kalian tidak beriman, bukankah kalian menyaksikan sediri bagaimana aku menerima wahyu? Bukankah kalian belajar agama ini langsung dariku?"
"Bagaimana imanku tidak kuat, bukankah aku sendiri yang menerima wahyu, yang isra', yang mi'raj, yang berkwajiban menyebarkannya pada seluruh umat manusia?"
"Bagaimana malaikat tidak beriman, bukankah tugas mereka menyampaikan wahyu kepadaku?"
Rasulullah melanjutkan, "Iman yang paling menakjubkan di hadapan Allah adalah iman umatku kelak, yang tidak pernah berjumpa langsung denganku, tidak pernah berjumpa dengan kalian, tak pernah berjumpa dengan para tabi'in, tetapi mereka kukuh mempertahankan keimanannya"
Riwayat di atas setidaknya mengajarkan tiga hal. Pertama, Iman yang menakjubkan di hadapan Allah adalah iman manusia di era sesudah nabi, dan mungkin termasuk iman manusia saat ini. Iman yang menakjubkan dan tinggi nilainya di hadapan Allah adalah manusia jaman ini yang mempertahankan keimanan di tengah besar dan massive-nya tantangan keimanan yang dihadapi oleh manusia saat ini.
Kedua, riwayat di atas juga mengajarkan bahwa tinggi rendahnya kualitas keimanan seseorang bukan diukur dari kemampuan keagamaan seseorang, tetapi dari seberapa besar seseorang mampu mengatasi tantangan-tantangan keimanan pada jamannya. Bila seorang kyai, ustadz, muballigh, atau guru-guru agama yang dekat dengan sumber-sumber ajaran Islam memiliki iman yang baik, maka itu sudah sewajarnya. Iman yang bernilai tinggi adalah milik mereka yang tetap mempertahankan keimanan di tengah lingkungan yang penuh tantangan. 
Rajin sholat, berpuasa, shalat malam, dan bersedekah sudah sewajarya bila dilakukan oleh mereka yang berada di lingkungan Islami, seperti pesantren, masjid, atau anggota komunitas yang taat agama. Keimanan seseorang akan sangat istimewa nilainya bila ketaatan tersebut dimiliki oleh orang yang hidup di lingkungan yang tidak taat agama, misalnya di tengah lokalisasi, di lingkungan pasar, atau komunitas yang tidak taat agama.
Ketiga, bila dipahami dari kebalikannya (mafhum mukhalafah), maka keimanan yang paling buruk adalah iman mereka yang dekat dengan agama seperti pesantren, masjid atau majlis ulama, tetapi mengingkari ajaran dan nilai-nilai Islam. Dalam konteks yang lebih luas, kejahatan yang dilakukan penjahat yang terlahir di lingkungan penjahat adalah kejahatan biasa. Kejahatan tertinggi adalah yang dilakukan oleh orang yang tahu atau bahkan membidangi keadilan, hukum. Pencurian yang dilakukan oleh anak pencopet adalah kejahatan biasa. Kejahatan luar biasa adalah pencurian yang dilakukan oleh hakim.
Wallahu A'lam...   
   

Sabtu, 28 Juni 2014

KEUNGGULAN SEKOLAH SWASTA BERBAYAR

Di tengah dorongan untuk penyelenggaraan pendidikan gratis, di tengah masyakat berkembang sekolah-sekolah swasta berbayar, yang sebagian bahkan bernilai fantastis bagi kebanyakan orang. Kehadiran sekolah gratis tidak dengan sendirinya menghapuskan keberadaan sekolah swasta. Bahkan sebagian sekolah swasta jauh lebih diminati dibanding sekolah gratis.
Fenomena ini sering kali sulit dipahami oleh masyarakat awam, terutama yang masih perhitungan dalam memilih pendidikan bermutu. Bagaimana bisa, sekolah yang berbayar bahkan sangat mahal lebih diminati dibanding yang gratis. 
Sekolah berbayar memang memiliki kelebihan yang hanya dipahami oleh masyarakat dengan tingkat berfikir dan tingkat sosial ekonomi tertentu. Mereka memiliki kebutuhan yang tidak dapat dipahami oleh masyarakat awam pada umumnya. Kebutuhan itulah yang diapresiasi oleh sekolah-sekolah swasta hingga memungkinkannya tetap memiliki "pasar" sendiri. Di antara kelebihan tersebut terletak pada beberapa aspek berikut. 
1.  Kualitas Layanan
Selain menekankan mutu pembelajaran, sekolah berbayar pada umumnya menekankan aspek service atau pelayanan. Pelayanan tersebut berkaitan dengan berbagai hal dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling prinsip, mulai dari keramahan, kelengkapan dan kenyamanan sarana-prasarana, hingga keamanan. Sekolah gratis pada umumnya kurang memperhatikan aspek ini. Berbagai fasilitas sarana dan prasarana mungkin saja selengkap atau bahkan lebih lengkap dibanding sekolah berbayar, hanya saja keberadaannya baru sebatas ada. 
2.  Kualitas Pendidikan
Pada dasarnya kualitas lulusan sekolah berbayar tidak selalu lebih baik dibanding sekolah gratis. Hal ini dikarenakan kualitas lulusan ditentukan oleh banyak faktor, termasuk faktor bawaan anak. Hanya saja, sekolah swasta pada umumnya mengupayakan untuk dapat memberikan layanan pendidikan yang lebih optimal dibanding sekolah gratis. Mereka memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan pendidikan yang semaksimal mungkin mampu mendorong anak mencapai kompetensi seoptimal yang mampu mereka raih. 
3.  Kualitas Lingkungan Sosial
Sekolah berbayar pada umumnya bukan hanya fokus pada kualitas pembelajaran. Hal-hal yang dinilai turut memberikan nilai tambah bagi perkembangan anak juga diberikan perhatian yang besar. Bila di sekolah gratis lingkungan sosial dibiarkan sebagaimana adanya, sekolah berbayar justeru berupaya mengelola lingkungan sosial agar lebih ramah dan manusiawi. 
4.  Etos Kerja
Sekolah berbayar mengemban tanggung jawab langsung dari masyarakat. Sekolah berbayar akan dengan serta merta dikomplain, bahkan kadang memunculkan pemberitaan bilamana teledor dalam memberikan layanan yang kurang memuaskan. Kondisi ini memaksa guru dan pengelola sekolah berbayar untuk bekerja lebih keras dibanding guru dan pengelola sekolah gratis.
5.  Variasi Kegiatan
Nuansa sekolah swasta berbayar pada umumnya berbeda dari sekolah gratis. Sekolah akan berupaya memberikan kegiatan yang lebih berwarna bagi anak, dalam rangka memberikan pengalaman belajar yang lebih berwarna. Oleh karenanya, kegiatan sekolah pada umumnya lebih bervariasi dibanding sekolah gratis, yang umumnya justeru berupaya meminimalkan kegiatan demi penghematan.
6.  Program Unggulan
Sekolah swasta berbayar selalu menonjolkan suatu kegiatan yang ditempatkan sebagai nilai tambah dibanding sekolah sejenis. Bila sekolah gratis cenderung mencari kesamaan dengan sekolah lain, sekolah berbayar justeru terdorong untuk berupaya menemukan perbedaan dan keunikah sekolah dibanding sekolah lain. Perbedaan itulah yang dapat memberikan nilai tambah bagi sekolah dan siswanya. Nilai tambah tersebut dengan jelas membedakan sekolah tersebut dibanding sekolah-sekolah lain hingga lebih mudah dikenali dan memberikan pengalaman belajar yang berbeda. 

Sabtu, 14 Juni 2014

PENGERTIAN DAN BENTUK-BENTUK BULLYING

Oleh: Irfan Tamwifi

Bullying memiliki konteks pengertian yang luas. Bullying bukan hanya berbentuk sikap dan perilaku kekerasan dan represi pada orang lain, melainkan lebih luas lagi. Pengertian bullying mencakup berbagai sikap dan perilaku yang mengarah pada pelecehan, penghinaan, penindasan, dan kekerasan oleh orang yang lebih dominan kepada orang lain yang lebih inferior.
Bentuk bullying sangat beragam, mulai dari sikap, perkataan hingga perbuatan atau tindakan yang mengarah pada usaha merendahkan, mengganggu, menekan, dan merugikan orang lain secara fisik maupun mental.
1. Sikap
Bullying dapat dilakukan dalam bentuk sikap baik berupa ekspresi wajah maupun bahasa tubuh yang ditujukan untuk menakut-nakuti, melecehkan, merendahkan, menghina, sikap yang memperlihatkan ketidaksukaan, jijik, atau membuat orang lain merasa tidak nyaman. Di antara bentuk bully dengan sikap adalah wajah sinis, acuh tak acuh, pandangan merendahkan dan sebagainya. Sebagai misal ada seorang teman yang berpakaian lusuh dan orang lain memandangnya dengan tatapan aneh.
2. Perkataan
Bullying paling sering dilakukan dalam bentuk kata-kata yang bernada ejekan, olok-olokan, sindiran, intimidasi, atau bahkan hardikan. Sebagai misal seseorang mengejek orang lain dengan predikat negatif, menyebut nama orang tua, etnis, agama atau stereo type lain yang membuat seseorang menjadi tidak nyaman.
3. Perbuatan
Bullying paling berat biasanya yang dilakukan dengan disertai perilaku atau tindakan tertentu yang mengarah pada usaha merendahkan, meremehkan, "ngerjain" atau mempermainkan, hingga mengancam dan menyiksa orang lain. Di antara contoh yang lazim dilakukan adalah dengan pengucilan seseorang dari yang lain, sehingga korban bullying merasa tidak tidak nyaman, diremehkan atau diterima lingkungan pergaulannya.

BULLYING: DULU DAN SEKARANG

Bully atau bullying merupakan istilah baru dalam perbendaharaan bahasa di Indonesia sekarang. Bully atau bullying secara kebahasaan berarti tindakan mengganggu kenyamanan mental orang lain (noisily domineering) yang mengarah pada merendahkan, melecehkan, membuat kesal orang lain (tending to browbeat others).
Meski dari istilah baru dikenal, tetapi kebisaan bullying dari segi perilaku sudah dikenal sejak dahulu kala. Bedanya, pada jaman sekarang bullying dipandang sebagai perbuatan tercela bahkan dapat dipidanakan, sementara pada jaman dulu bullying dianggap sebagai hal biasa.
Di sekolah, di lingkungan rumah, kampung dan berbagai tempat sering dijumpai seorang atau beberapa orang anak dijadikan bahan ejekan, olok-olok, "permainan" serta bentuk-bentuk pelecehan lainnya. Di antara buktinya adalah pemberian nama panggilan yang melecehkan, misalnya anak berhidung panjang dipanggil petruk, anak gemuk atau memiliki perut gendut dipanggil bagong, si gendut atau si gembul, dan berbagai panggilan lain yang bernada mengejek.
Anak-anak yang menjadi korban bullying umumnya merasa terhina, direndahkan, dan tertekan. Tidak jarang bullying mengakibatkan pertengkaran dan permusuhan bagi anak yang berani melawan, dan tertekan bagi yang lemah. Meski demikian, ada juga anak yang hingga dewasa tetap nyaman dengan nama ejekan tersebut, sehingga di pedesaan Jawa masih ada beberapa orang yang dipanggil, Darto Bagong, Imron Kate, Sumadi Kambing dan sebagainya. 
Bullying pada masa lalu hanya dipandang sebagai perilaku biasa yang akan hilang atau tidak berarti lagi seiring perkembangan anak saat memasuki masa dewasa, atau setelah kegiatan berlalu. Itu sebabnya, metode bullying sendiri bahkan masih sering dipertahankan dalam berbagai kegiatan formal, sebagai misal, perpeloncoan dalam kegiatan kemahasiswaan, masa orientasi siswa dan sebagainya.
Hal ini berbeda dengan pandangan masyarakat mengenai bullying pada masa sekarang. Meningkatkan kebutuhan untuk menghargai privasi, martabat dan perkembangan mental menempatkan bullying sebagai sikap dan perilaku yang dinilai merugikan dan harus dihindari. Kesadaran atas kebutuhan penghargaan dan menjaga tumbuh kembang mental anak menjadikan bullying sulit diterima oleh anak manusia saat ini.
Itu sebabnya, bullying harus dihindari baik di lingkungan keluarga, sosial maupun sekolah. Apalagi bentuk-bentuk bullying tak jarang mengarah pada sikap dan tindakan yang mengarah kriminal, seperti mengancam, menekan, atau mengeksploitasi yang lemah demi keuntungan yang kuat (the act of intimidating a weaker person to make them do something).
Apalagi tekanan mental yang terjadi selama kegiatan bullying tidak jarang berakibat fatal, kematian. Kasus-kasus kematian remaja saat opspek, kekerasan di sekolah-sekolah ketentaraan, IPDN, dan berbagai kampus yang marak beberapa waktu terakhir merupakan dampak bullying yang berlebihan dan membudaya yang tak lagi dapat diterima oleh manusia saat ini.

Minggu, 25 Mei 2014

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KURIKULUM 2013 DENGAN KBK DAN KTSP

Dalam berbagai forum pelatihan Kurikulum 2013 (K13) selalu ditekankan bahwa kurikulum ini berbeda dari kurikulum sebelumnya. Para trainer yang mewakili pemerintah tersebut seakan menunjukkan  bahkan K13 berbeda sama sekali dari KBK dan KTSP. Padahal dalam banyak, bahkan sangat banyak hal, ketiganya memiliki banyak kesamaan. Bahkan beberapa hal yang dinyatakan sebagai pembeda dari kurikulum sebelumnya sesungguhnya hanya penegasan saja.
1.  Pendekatan Pembelajaran
Ditekankannya pendekatan scientific diklaim sebagai ciri khas K13, padahal perubahan sebenarnya hanya dari segi istilah dan langkah-langkah teknisnya saja. Hal ini dikarenakan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) sejak awal menekankan pendekatan inquiry, yang pada hakekatnya tidak berbeda secara signifikan dari pendekatan scientific. Melalui proses inquiry siswa melakukan proses pembelajaran berdasarkan pengamatan, pengalaman, diskusi, yang bermuara pada penyimpulan, yang tahapannya persis sama dengan pendekatan yang diistilahkan dengan pendekatan scientific
2.  Perubahan Paradigma
K13 menekankan perubahan paradigma pembelajaran dari berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat pada siswa. Klaim ini dalam berbagai forum pelatihan merupakan salah satu bentuk manipulasi informasi, seakan-akan tidak ada dalam KBK dan KTSP. Padahal penekanan atas perlunya perubahan paradigma sejak awal merupakan aspek yang paling ditekankan dalam KBK dan KTSP. Perubahan paradigma seperti itu bahkan selalu menjadi materi pertama dalam pelatihan KBK dan KTSP.  
3.  Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran K13 dicontohkan seolah berbeda dari KBK dan KTSP, di mana proses pembelajaran tidak dilakukan dengan berbasis guru, melainkan melalui pendekatan yang disebut scientific tersebut. Padahal dalam praktiknya, seluruh metode pembelajaran yang selama ini dituntut digunakan dalam KBK dan KTSP tetap digunakan dalam K13. Metode pembelajaran K13 sama sekali tidak berbeda dari kurikulum sebelumnya.
4.  Pembelajaran Tematik
Perbedaan paling jelas dari K13 dari KBK dan KTSP adalah pada digunakannya pendekatan tematik. Kalau ada bagian yang dipandang berbeda mungkin di sinilah letak perbedaan K13 dari KBK dan KTSP. Di jenjang sekolah dasar, pembelajaran tematik K13 diberlakukan pada seluruh tingkatan kelas, sementara sebelumnya hanya diterapkan di kelas bawah (kelas 1-3). Hanya saja, berdasarkan buku-buku yang diterbitkan oleh pemerintah, struktur materi  pelajaran (sub tema) mulai kelas IV ke atas tidak lebih dari kliping materi pelajaran yang berlaku dalam KBK dan KTSP, sekedar untuk menyamarkan mata pelajaran ke dalam tema-tema yang telah ditentukan. Dengan kata lain, substansi pembelajaran pada K13 sebenarnya tidak berbeda dari sebelumnya, sebab yang berbeda hanya dalam penempatannya. 
5.  Penilaian 
Penilaian dalam pendekatan scientific yang sebelumnya menggunakan penilaian autentik diubah menjadi penilaian berdasarkan beberapa Kompetensi, yaitu K1, K2, K3 dan K4. Substansi penilaian tersebut pada prinsipnya tidak berbeda, alias sama dengan KBK dan KTSP. Penilaian dengan menggunakan rubrik penilaian sudah ditekankan dalam KBK dan KTSP, sekalipun karena berbagai kerumitan yang dihadapi dalam praktik, akhirnya disederhakan dengan berbagai varian. Penilaian dalam K13 justeru tidak konsisten, sebab setiap kompetensi (K1-K4) belum tentu relevan dengan semua tema yang dipelajari. 
6.  Pengembangan Kompetensi
Perbedaan mendasar K13 dari KBK dan KTSP juga diklaim berdasarkan pengembangan kompetensi yang sebelumnya berbasis mata pelajaran menjadi didasarkan kada Kurikulum Inti (KI). Faktanya, buku-buku pelajaran K13 tidak demikian. KD pembelajaran masih berdasarkan mata pelajaran. Hal ini dapat dicermati dari sub tema yang dikembangkan dalam buku-buku K13 persis sama dengan mata pelajaran. Yang terjadi sebenarnya bahkan pemaksaan materi pelajaran (sub tema) dengan tema yang telah ditetapkan, padahal sub tema tersebut tidak jelas relevansinya dengan tema. Pada kelas 1, kompetensi yang dikembangkan dalam tema dan subtema mungkin masih relevan dalam banyak hal, tetapi tidak selalu demikian untuk kelas IV. Sebagai misal, materi Kenampakan Alam (IPS) disambungkan dengan Garis Bilangan (Matematika) yang berdasarkan buku terbitan pemerintah jelas tidak jelas relevansinya. Kalaupun relevan, belum tentu setiap guru mampu mengkaitkan keduanya. 

Mengapa Jokowi Diserang Habis-habisan?

Irfan Tamwifi Pensiun dari jabatan presiden, tidak membuat Jokowi terbebas dari berbagai serangan politik seperti yang dihadapinya menjelang...