TRANSLATE

Selasa, 14 Februari 2012

MEMAHAMI SIKAP APARAT DINAS PENDIDIKAN DAN GURU SEKOLAH NEGERI

Sebagian aparat dinas pendidikan dan guru sekolah negeri masih sering bersikap negatif terhadap sekolah swasta. Ketika berurusan dengan dinas pendidikan atau bertemu guru-guru negeri kepala sekolah, guru dan pegawai sekolah swasta seringkali mendapat teror mental dalam bentuk sikap dan ucapan yang tidak mengenakkan, bernada cibiran, merendahkan, ungkapan asal njeplak, asal bunyi atau pernyataan-pernyataan kotor dan ngawur lainnya.
Bagi guru dan pegawai sekolah swasta, kondisi ini tentu mengganggu kenyamanan mental, terutama saat harus berinteraksi dengan aparat dinas pendidikan dan guru sekolah negeri. Sebagian guru dan pegawai sekolah swasta kadang terpengaruh oleh cibiran, ungkapan yang bernada minor dan merendahkan tersebut sehingga tidak respek lagi pada pekerjaan dan sekolahnya sendiri.  Sebagian lagi enggan berurusan dengan mereka, karena sikap dan mental mereka yang buruk.

Sikap aparat dinas pendidikan dan guru sekolah negeri merupakan persoalan eksternal, yang tidak dapat diubah, kecuali mereka sendiri mau berubah. Mengharapkan perubahan itu tentu bukan hal mudah, apalagi di daerah pinggirian yang visi dan pola pikir aparatnya masih rendahan.
Guru dan pengelola sekolah hanya perlu belajar menyikapi kondisi ini secara bijak agar tidak mengganggu kinerja dan semangat juang. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah memahami, bahwa kondisi ini merupakan bagian dari tantangan umum yang biasa dihadapi oleh sekolah swasta di daerah.
Mendirikan sekolah di daerah memerlukan kemampuan untuk memahami dan mengatasi berbagai gangguan dari “monster-monster jahat” semacam itu. Agar guru dan pengelola sekolah merasa nyaman bekerja dan berinteraksi dengan mereka, maka perlu memahami beberapa hal berikut.
1.      Aparat dinas pendidikan dan guru sekolah negeri yang bersikap demikian menandakan bahwa mereka masih bermental rendah dan bernalar pendek.
Mental rendahan menjadikan seseorang tidak segan asal njeplak, asal bicara, tanpa merasa perlu menjaga harga dirinya sendiri. Nalar pendek menjadikan mereka mudah terbawa oleh negative thinking, sikap iri, dengki serta sinis terhadap perubahan dan kemajuan yang dicapai oleh orang lain.
Meski tidak mengenakkan, kondisi itulah yang sebenarnya memberi peluang bagi sekolah swata untuk lebih maju. Sekolah swasta justeru akan sulit berkembang bila mentalitas dan nalar mereka lebih baik.
2.      Aparat dinas pendidikan dan guru sekolah negeri yang bersikap demikian menandakan tidak siap menghadapi perubahan.
Perubahan kebijakan pendidikan pasca reformasi melahirkan berkembangnya sekolah-sekolah swasta plus. Keleluasaan swasta dalam mengembangkan layanan pendidikan sering kali membuat sekolah negeri tertinggal, bahkan banyak yang ditinggalkan oleh masyarakat. Fenomena semacam ini biasa dijumpai di berbagai kota, di mana masyarakat kelas menengah ke atas banyak yang meninggalkan sekolah negeri.
Masalahnya aparat dan guru sekolah negeri di derah kadang tidak siap dengan perubahan semacam itu. Padahal perubahan tersebut merupakan hasil kebijakan pemerintah sendiri dalam memajukan pendidikan di negeri ini.
3.      Aparat dinas pendidikan dan guru sekolah negeri yang bersikap demikian menandakan bernalar picik.
Mereka yang masih bernalar picik tak segan menghambat pekembangan sekolah swasta dengan berbagai cara. Mereka berusaha membangun kesan miring mengenai sekolah swasta melalui berbagai cara, termasuk menghembuskan berbagai isu dan ungkapan asal bunyi (asbun) semacam itu.
Mereka tidak menyadari itu merupakan promosi gratis bagi sekolah swasta, meski dengan cara berbeda. Seperti halnya selebriti, sekolah yang menjadi bahan gossip dan pembicaraan menandakan bahwa sekolah tersebut cukup diperhitungkan.
4.      Aparat dinas pendidikan dan guru sekolah negeri yang bersikap demikian menandakan masih berparadigma kekuasaan, sehingga sering kali bersikap sok tahu, sok kuasa dan anti kritik.
Orang-orang yang berpola pikir demikian cenderung mendikte sekolah, dan bersikap seolah sebagai pihak yang serba tahu bagaimana mengelola sekolah yang baik. Padahal managemen sekolah negeri yang mereka kelola belum lebih baik dibanding swasta. Mereka bahkan tidak paham bahwa dalam banyak hal managemen sekolah swasta berbeda dari sekolah negeri.
Mereka anti perbedaan dan anti kritik. Karena itu, wajar bila mereka sering kali tak segan menekan sekolah swasta dengan berbagai cara, dan menganggap mbalelo bila ada sekolah swasta yang tidak bersikap layaknya sekolah negeri.
Sebenarnya banyak juga aparat dinas pendidikan dan guru sekolah negeri yang baik. Mereka yang bermental baik, cerdas dan tanggap pada perubahan cenderung respek dan mendukung keberdaan sekolah swasta dan menempatkannya sebagai salah satu indicator kemajuan pendidikan di daerahnya. Sayangnya, aparat dinas pendidikan dan guru negeri yang seperti ini belum terlalu banyak jumlahnya di daerah.

Tidak ada komentar: