Sabtu, 25 Desember 2010

SINDROME GURU BARU

Tahun ini (2010-2011) ada beberapa guru baru yang mengabdikan diri di SD Islam Darush Sholihin. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, mereka harus mengikuti serangkaian kegiatan pelatihan peguruan khas Darush Sholihin. Kebetulan, hampir semua guru yang ada, termasuk yang terkategori guru lama belum pernah memperoleh materi pelatihan serupa.

Sebagian bagian dari lembaga pendidikan ini, mereka perlu menyesuaikan pola pikir dan cara kerjanya dengan platform pendidikan SD Islam Darush Sholihin. Mereka belajar lagi mengenai visi, misi pendidikan lembaga pendidikan ini, tata laksana teknis pembinaan siswa, serta sistem pengelolaan sekolah secara keseluruhan.

Di antara gegap-gempita semangat yang digelorakan selama pelatihan selalu terdengar ungkapan-ungkapan bernada keheranan dari para guru, "Aduh... rumitnya..." "Alamak... masih ada lagi?" "Wah..., ternyata masih banyak yang harus dipelajari lagi" "Aduh.. ini belum paham, sudah harus belajar yang lain lagi"

Rupanya banyak hal yang terbayangkan di kalangan guru-guru baru mengenai bagaimana mengelola sekolah yang baik. Maklum, di sekolah-sekolah konvensional hal yang sama sering tidak mendapat perhatian sama sekali. Bahkan aspek-aspek kerja guru yang paling mendasar seperti prota, promes, silabus dan RPP banyak yang baru dipahami oleh mereka yang sudah bertahun-tahun mengajar di sekolah lain.

Sebenarnya, SD Islam Darush Sholihin tidak mengada-ada dengan materi dan seluruh kegiatan pembelajaran tersebut. Target SD Islam Darush Sholihin hanya menerapkan sistem pembelajaran dan pengelolaan sekolah yang diidealkan menurut kebijakan pemerintah. Hanya saja, harus diakui, akibat rendahnya etos kerja kita selama ini, banyak aspek yang tidak dipahami secara proprsional dan tidak dilaksanakan oleh sekolah-sekolah konvensional.

Bagi yang tidak memahami secara langsung tentang bagaimana SD Islam Darush Sholihin dikelola dan dikembangkan, banyak orang yang salah menilai, seolah-olah mengelola sekolah semacam ini sama dengan sekolah konvensional. Padahal berbeda, jauh berbeda, bahkan jauh dari yang dapat dibayangkan oleh mereka yang hanya menjadikan pengalaman mereka sendiri sebagai ukuran.

SINDROME GURU BARU

Tahun ini (2010-2011) ada beberapa guru baru yang mengabdikan diri di SD Islam Darush Sholihin. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, mereka harus mengikuti serangkaian kegiatan pelatihan peguruan khas Darush Sholihin. Kebetulan, hampir semua guru yang ada, termasuk yang terkategori guru lama belum pernah memperoleh materi pelatihan serupa.

Sebagian bagian dari lembaga pendidikan ini, mereka perlu menyesuaikan pola pikir dan cara kerjanya dengan platform pendidikan SD Islam Darush Sholihin. Mereka belajar lagi mengenai visi, misi pendidikan lembaga pendidikan ini, tata laksana teknis pembinaan siswa, serta sistem pengelolaan sekolah secara keseluruhan.

Di antara gegap-gempita semangat yang digelorakan selama pelatihan selalu terdengar ungkapan-ungkapan bernada keheranan dari para guru, "Aduh... rumitnya..." "Alamak... masih ada lagi?" "Wah..., ternyata masih banyak yang harus dipelajari lagi" "Aduh.. ini belum paham, sudah harus belajar yang lain lagi"

Rupanya banyak hal yang terbayangkan di kalangan guru-guru baru mengenai bagaimana mengelola sekolah yang baik. Maklum, di sekolah-sekolah konvensional hal yang sama sering tidak mendapat perhatian sama sekali. Bahkan aspek-aspek kerja guru yang paling mendasar seperti prota, promes, silabus dan RPP banyak yang baru dipahami oleh mereka yang sudah bertahun-tahun mengajar di sekolah lain.

Sebenarnya, SD Islam Darush Sholihin tidak mengada-ada dengan materi dan seluruh kegiatan pembelajaran tersebut. Target SD Islam Darush Sholihin hanya menerapkan sistem pembelajaran dan pengelolaan sekolah yang diidealkan menurut kebijakan pemerintah. Hanya saja, harus diakui, akibat rendahnya etos kerja kita selama ini, banyak aspek yang tidak dipahami secara proprsional dan tidak dilaksanakan oleh sekolah-sekolah konvensional.

Bagi yang tidak memahami secara langsung tentang bagaimana SD Islam Darush Sholihin dikelola dan dikembangkan, banyak orang yang salah menilai, seolah-olah mengelola sekolah semacam ini sama dengan sekolah konvensional. Padahal berbeda, jauh berbeda, bahkan jauh dari yang dapat dibayangkan oleh mereka yang hanya menjadikan pengalaman mereka sendiri sebagai ukuran.

ADAKAH SARJANA YANG DAPAT MENGAJI?

Seperti mengulang "penyakit" SD Islam Darush Sholihin selama beberapa tahun terakhir, mencari sarjana calon guru yang "teteh mengaji" (mampu membaca al-Qur'an dengan baik dan benar) ternyata bukan masalah mudah. Sulit! Bahkan sarjana keluaran perguruan tinggi agama Islam (PTAI) tidak semua mampu mengaji secara layak.

Tahun lalu, dari 22 orang guru dan pegawai SD Islam Darush Sholihin, tercatat hanya 3 orang yang terkategori mampu mengaji secara layak. Sebagian besar sudah melampaui batas tleransi, sebab sejak awal mereka sudah "diwanti-wanti", bila selama 2 tahun masa pengabdiannya tetap tidak mampu mengaji secara layak, maka berarti mereka tidak layak untuk dipakai sebagai guru di SD Islam Darush Sholihin.

Karena itu, keluarnya sebagian guru sekolah ini di akhir tahun pelajaran 2009-2010 sama sekali tidak layak disesali. Perlu diketahui, bahwa kondisi itulah yang menjadi penyebab utama kegagalan pencapaian target pembelajaran diniyah (al-Qur'an, hifdziyah juz 'Amma, maqari mukhtarah dan materi diniyah lainnya) di sekolah ini selama 2 tahun terakhir. Bagaimana mungkin siswa akan mampu belajar dengan baik, bagaimana mungkin guru mampu mengajarkan secara optimal, sedangkan gurunya sendiri tidak menguasai apa yang seharusnya diajarkan pada siswa-siswanya?

Tahun ini, bukan berarti masalah serupa tak terulang, sebab kenyataannya masih banyak pula guru yang ternyata belum mampu mengaji dengan baik, bahkan ada yang masih buta al-Qur'an sama sekali. Kenyataan itu kami temukan saat latihan mengaji bersama. Sebagian guru tidak bersuara, sebagian lagi hanya menggerakkan bibirnya sambil menunduk, dan sebagian lagi pura-pura sibuk mengerjakan pekerjaan lain.

Setelah dicoba satu persatu baru ketahuan, ada guru yang kemampuan mengajinya masih minim, bahkan ada yang sama sekali belum bisa. Meski demikian, ada sisi positif dari formasi guru SD Islam Darush Sholihin kali ini. Mereka dengan terbuka mengakui kekurangannya dan berniat terus belajar memperbaiki kekurangannya, bukan karena tuntutan sekolah melainkan karena merasa membutuhkan kemampuan mengaji.

Lumayan, kali ini setapak lebih baik dibanding sebelumnya. Kemauan adalah modal terpenting bagi setiap orang untuk berkembang lebih baik. Kemauan guru untuk terus belajar merupakan pertanda baik bagi siswa-siswanya, sebab semangat dan kemauan mereka pasti berdampak positif bagi bangkitnya kemauan dan semangat belajar siswa-siswanya.

Syukurlah. Keterpurukan kualitas pembelajaran di sekolah ini kian terbuka untuk diperbaiki. Sulit dibayangkan bagaimana kualitas pendidikan di sekolah sekolah ini akan membaik, bilamana ketidakmampuan guru dan kepala sekolah justeru ditutupi dengan gengsi dan egoisme yang mengatasnamakan harga diri seperti masa-masa sebelumnya, bukannya dengan kemauan untuk belajar dan memperbaiki diri.

Masa gara-gara bacaan salamnya dibetulkan sudah marah-marah? Sekali lagi Alhamdulilllah, mereka yang bermental seperti itu tak lagi bersama SD Islam Darush Sholihin.
(Salinan Senin, 16 Agustus 2010)

SEBUAH AWAL YANG BAIK

Ini merupakan prestasi terbaik SD Islam Darush Sholihin selama 4 tahun terakhir. Berbeda dari 4 tahun sebelumnya, selama 2 minggu pertama masuk sekolah tidak ada complain sama sekali dari wali murid. Allahu Akbar. Ini luar biasa. Padahal tahun-tahun sebelumnya, sejak hari pertama selalu penuh complain khususnya dari wali murid kelas I.

Setelah 3 minggu berjalan baru ada 3 orang yang meminta perubahan sikap guru, yang sebagian masuk akal, tetapi ada juga yang tidak. Permintaan agar guru kelas awal bersikap lebih luwes seperti guru TK memang kita sadari belum optimal dan tengah kita kembangkan, tetapi soal jam sekolah yang harus diubah atau target pembelajaran tidak usah diberlakukan tentu sulit untuk dipenuhi.

Memang, kualitas guru tahun ini secara kualitatif sama dengan tahun-tahun sebelumnya, tetapi secara keseluruhan, pengelolaan kelas mereka sudah cukup baik. Mereka juga tampak penuh bersungguh-sungguh untuk terus berusaha mencapai kondisi ideal, bukan seenaknya sendiri seperti di masa lalu. Sangat menyedihkan rasanya bila ingat tahun lalu, karena saat hari masuk sekolah dimulai presensi saja tidak punya.

Karena itu, di samping beberapa kekurangan, banyak hal yang sudah berubah dibanding masa lalu. Siswa-siswa lebih tertib di sekolah, jam belajar lebih efektif dan target pembelajaran relatif terkendali. Pengelolaan sekolah sejak hari pertama relatif tidak kedodoran meski guru-guru juga mengakui masih ada kekurangan di sana-sini. (Salinan Senin, 16 Agustus 2010)

Jumat, 24 Desember 2010

MANTAN KASEK TAK LEGOWO

Kasus protes sebagian wali murid SD Islam Darush Sholihin beberapa minggu yang lalu mengajarkan bahwa kepala sekolah harus orang yang berkepribadian baik. Faktanya, selama ini saya telah salah memilih orang. Aku mengira, orang berkepribadian buruk dapat menjadi baik, padahal tidak.

Orang berkepribadian baik selalu menyadari kekurangannya. Mereka akan menutupi kekuangannya dengan cara belajar, bukan malah menutupinya dengan cara-cara yang negatif dan merugikan orang lain. Menutupi kekurangan dengan cara negatif memperlihatkan betapaburuknya kepribadian orang itu. Bagaimana tidak, untuk menutupi keburukannya, dia harus membolak-balikkan fakta, memfitnah, dan menghasut.

Pemimpin berkepribadian baik adalah orang yang siap memimpin dan siap dipimpin. Mereka akan legowo melepaskan jabatan dan bukannya mempertahankan dengan segala cara. Sebaliknya, pemimpin yang buruk adalah mereka yang tidak dapat melepaskan jabatan dengan legowo, tetapi dengan sikap gelo. Masalahnya adalah ketika sikap gelo itu berpadu dengan perkoncoan. Mereka adalah orang-orang picik yang dalam menjalani hidup bukan dengan mengandalkan kekuatan logika, melainkan logika kekuatan. "Siapa yang memiliki pendukung paling banyak?" itulah yang menjadi andalannya.

Ya, intinya pak Helmi memang gelo berat saat harus kehilangan jabatan kepala sekolah. Kami sendiri tidak menyangka, ternyata jabatan ini sebegitu berartinya buat dia. Karena gelo itulah dia ngomong ngelantur ke mana-mana.

Untungnya ini bukan peristiwa pertama bagi kami, sehingga sama sekali bukan masalah.

ORANG BAIK ATAU ORANG BODOH

Dua tahun lalu saya bermain ke seorang yang sahabat yang kebetulan juga memiliki lembaga pendidikan. Saya ingin tahu, mengapa lembaga pendidikan yang didirikan hampir bersamaan dengan lembaga pendidikanku dapat berkembang lebih pesat dan tidak mengalami kesulitan dana seperti kami.
Sebenarnya, sepintas saja sudah bisa dipahami, mengapa mereka berkembang lebih pesat. Posisi sekolah itu yang berada di tengah kota memberikan banyak keuntungan. Apresiasi masyarakat kota pasti lebih terbuka terhadap lembaga-lembaga pendidikan yang menawarkan pelayanan khusus.
Masalahnya, selama 10 tahun tidak pernah sekalipun lembaga pendidikan kami berlangsung tanpa defisit, sementara mereka tidak. Ketika saya menanyakan soal itu, sahabat saya balik bertanya, "Berapa persen dana yang diperoleh sekolah, kamu alokasikan untuk operasional?"
Dengan mantap saya jawab, "Seratus persen!"
Sesaat dia terbengong menatap saya. Saya tidak tahu apakah dia kagum atau heran, hingga tiba-tiba dia kembali bertanya, "Kamu itu orang baik atau orang bodoh?" Kali ini aku yang kaget dan terbengong-bengong. 
Aku tidak tahu bagaimana menjawabnya. Aku baru sadar maksud pertanyaannya setelah dia menjelaskan, "Kegiatan operasional sekolah itu sama halnya dengan belanja. Yang namanya belanja tidak akan pernah cukup kalau tidak dibatasi. "Kalau kamu alokasikan dana itu 100%, pasti kurang. "Bahkan kalau kamu alokasikan 200% juga pasti kurang. Iya, kan?" tanyanya, dan saya hanya mengangguk.
"Masalahnya, anggaran pendidikanku kecil" sahutku.
"Justeru saat itulah kamu harus mulai belajar hemat. Itulah saat di mana kamu harus belajar menyisihkan belanja sekolah agar tidak tekor dan memiliki budget secara mandiri" Jelasnya.
Secara panjang lebar kawanku menjelaskan bagaimana sekolah swasta harus dikelola, yang pada intinya jangan mengalokasikan anggaran sepenuhnya untuk dana operasional, tetapi harus mampu menyisihkan sebagian untuk dana pengembangan. Bagaimanapun sekolah swasta adalah lembaga mandiri yang harus mampu mengembangkan sumber keuangan sendiri.
Sekolah swasta tak perlu terlalu mengikuti kebijakan pemerintah. Selain berubah-ubah dan tidak dapat dijadikan pegangan, sekolah swasta pada dasarnya adalah lembaga mandiri. Sekolah harus mampu menyisihkan pemasukan untuk berkembang, kecuali sekolah memang ingin jalan di tempat. 

MEREKA MEMANG TIDAK MENGAJUKAN

Akhir-akhir ini ada sebagian orang yang meributkan keluarnya beberapa guru SDI Darush Sholihin. Kami sempat mendengar beberapa ungkapan sebagian orang, sebagai berikut:
“Masa, guru-guru yang baik dikeluarkan”,
“Kok guru-guru yang berkualitas tidak direkrut lagi?”
“Kok guru-guru terbaik dipecat?”,
Selain itu ada beberapa ungkapan lagi yang tak pantas diulah atau bahkan sekedar untuk dituliskan.
Buat kami, itu pernyataan dan pertanyaan seperti itu aneh, bahkan sangat aneh. Meski demikian, kami menyadari, mungkin bagi mereka kamilah yang aneh.
Sekali lagi, sebuah mispersepsi muncul di antara kita. Menyikapi masalah aneh seperti ini kami hanya perlu berfikir positif. Bila muncul mispersepsi, menunjukkan bahwa:
1. Banyak orang peduli terhadap Darush Sholihin. Kalau tidak, apapun yang terjadi di sekolah ini tidak akan ada yang merespon apapun.
2. Darush Sholihin harus menjadi lembaga pendidikan terbaik. Hanya saja, setiap orang masih berbeda-beda pendapat mengenai kriteria baik-buruk, kriteria kepemimpinan, ketenagaan dan sistem pendidikannya.
Oleh karena itulah, kami memandang perlu memberikan catatan ini, dengan harapan dapat mengeliminir mispersepsi semacam itu. Meski demikian, kami tetap menyadari, bahwa menghilangkan anggapan miring seperti ini bukan hal mudah dan tidak dapat dipaksakan.
Hal ini dikarenakan ada beragam alasan yang menyebabkan munculnya pemahaman semacam itu. Sebagian hanya karena ketidaktahuan, sebagian hanya terbawa omongan orang lain, dan alasan pribadi lain yang selalu mudah dibuat mengerti.
Kronologi Peristiwa
1. Pengumuman Rekrutmen Tenaga
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, tiap memasuki bulan Februari atau Maret Darush Sholihin menanyakan kesediaan guru/pegawai untuk bekerja sama mengelola unit pendidikan pada tahun berikurnya. Hal ini dikarenakan:
a. Darush Sholihin menerapkan sistem kontrak kerja tahunan bagi setiap guru dan pegawai. (Pertimbangan penerapan sistem kontrak tahunan dapat dibaca pada tulisan yang lain)
b. Bagi yang memilih melanjutkan kerja samanya di Darush Sholihin, masa kontrak mereka sudah akan habis dan harus diperbaharui lagi dengan naskah kerja sama dan bukti hitam di atas putih.
c. Tidak semua guru/pegawai memilih tetap bekerja di Darush Sholihin, karena berbagai alasan. Ada yang tidak ikut serta karena hendak mengajar di sekolah lain, daftar PNS, menikah, melahirkan atau alasan pribadi lainnya.
2. Perubahan Kebutuhan Tenaga
Pada tahun 2010, kinerja SDI Darush Sholihin cenderung kurang efektif. Padahal jumlah tenaga guru/pegawai cukup banyak, bahkan lebih dari yang dibutuhkan. Formasi guru yang semula 1 kelas dipegang oleh 2 orang guru tidak efektif, karena:
a. 2 orang guru kelas tersebut bukan bekerja sama untuk memaksimal-kan pembelajaran di kelas. Guru justeru saling mengandalkan yang lain sehingga.
1) Bila satu guru masuk kelas yang lain tidak masuk sekolah atau bahkan bersantai-santai di luar kelas.
2) Sering kali kelas justeru tidak ada gurunya, karena kedua guru sama-sama tidak masuk.
b. Tugas-tugas kelas seperti adminis-trasi dan kebersihan banyak yang tidak terlaksana karena kedua guru saling mengandalkan yang lain.
c. Secara kedinasan formasi 1 kelas 2 guru menghadapi persoalan, sebab hanya ada 1 orang guru yang diakui oleh dinas pendidikan dan memper-oleh fasilitas pemerintah, sementara yang lain dianggap hanya guru yayasan dan tidak layak mendapat fasilitas sebagaimana yang lain.
Oleh karena itulah, pada tahun 2010 SDI Darush Sholihin perlu melakukan rasionalisasi tenaga guru dan pengelola, dengan harapan lebih efektif dan secara finansial memperoleh kesejahteraan yang lebih baik.
3. Perubahan Pola Rekrutmen
Belajar dari sekolah-sekolah plus mitra Darush Sholihin baik di Jombang, Malang, Sidoarjo dan Surabaya, pada tahun 2010 Darush Sholihin melakukan perubahan pola rekrutmen tenaga.
a. Perpanjangan masa kerja guru/pe-gawai yang semula hanya dilakukan dengan mengisi form kesediaan, diubah menjadi pengajuan lamaran kerja baru.
Seperti halnya sekolah-sekolah plus yang lain, ketika masa kontrak kerja berakhir, perpanjangan kontrak kerja berikutnya harus dilakukan dengan lamaran kerja baru, bukan dengan pengisian form kesediaan.
b. Masa kontrak yang semula hanya 1 (satu) tahun diubah menjadi 2,5 (dua setengah) tahun.
Mengingat adanya kebutuhan untuk melakukan rasionalisasi jumlah guru dan pegawai, setiap guru dan pegawai yang mengajukan lamaran kerja baru perlu dilakukan seleksi ulang. Proses seleksi ulang dilakukan sesuai standar umum lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta, yang meliputi aspek:
a. Loyalitas
b. Kompetensi
c. Kinerja
4. Respon Guru/Pegawai
Sebagian guru/pegawai dapat menerima perubahan ini, tetapi ada juga yang merespon negatif. Dari berbagai sumber kami sempat mendengar beberapa guru/ pegawai keberatan dengan adanya perubahan tersebut.
a. Ada yang menyatakan keberatan dengan masa kontrak 2,5 tahun, sebab menurutnya hal itu terlalu lama, dan berarti kesempatan untuk mendaftar CPNS di sekolah negeri menjadi semakin sempit.
b. Ada juga yang menyatakan tidak akan mengajukan lamaran. Mereka hanya mau kembali bekerja di Darush Sholihin bila dipanggil dan ditanya satu persatu.
c. Jauh hari sebelum pengumuman kami sampaikan, kami mendengar dari staf tata usaha bahwa sebagian guru menyatakan akan mengakhiri masa baktinya pada tahun ini. Sebagian lagi ragu-ragu apakah akan terus ikut serta di Darush Sholihin atau tidak.
Meski ada respon dan informasi seperti itu, kami pernah tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang perlu ditanggapi. Selama ini, kami memang tidak pernah menanggapi pembicaraan apapun dan seperti apapun dari seseorang, kecuali yang bersangkutan menyampaikannya secara langsung pada kami secara lisan maupun tertulis.
5. Sempat Beban Moral
Justeru sejak pengumuman rekrutmen pegawai tersebut kami sampaikan, ada beberapa fenomena menarik.
a. Guru dan pegawai yang pada hari-hari sebelumnya datang terlambat datang ke sekolah tiba-tiba menjadi sangat aktif datang pagi.
b. Guru yang semula sering mening-galkan tugas menjadi semakin rajin.
c. Guru dan pegawai yang semula tidak solid kelihatan kompak.
Kami sempat berfikir bahwa informasi yang saya dengar tentang sikap dan rencana para guru/pegawai itu tidak benar. Bila itu terjadi, maka seleksi guru/pegawai tahun ini pasti sangat membebani kami secara moral.
Hal ini dikarenakan melepaskan guru/ pegawai yang nyata-nyata masih bermi-nat untuk bekerja sama dengan Darush Sholihin merupakan beban mental yang luar biasa berat bagi kami. Meski melalui seleksi terbuka, dan meski sebenarnya dalam sistem kontrak sah saja masing-masing pihak tidak melanjutkan kerja sama di akhir masa kontrak, tetapi melepaskan orang yang masih berminat bekerja sama dengan darush Sholihin menjadi beban batin tersendiri.
a. Selama ini kami sudah menjadi sahabat bahkan di tengah masa-masa sulit.
b. Selama ini antara kami dan guru/ pegawai tidak ada masalah apapun, tidak ada konflik, pertengkaran atau wanprestasi yang mengharuskan sebagian dari mereka tidak diberi tempat untuk mengabdi.
c. Selama ini kami memperlakukan sama seluruh guru/pegawai tanpa diskriminasi, meski kami sadar bahwa di antara mereka ada yang sudah memahami visi, misi dan cara kerja kami dan ada yang belum.
d. Di tengah masyarakat yang kian materialistik, hanya manusia berjiwa perjuangan yang bersedia menjadi guru/pegawai di lembaga pendidik-an keagamaan swasta/pesantren. Tanpa jiwa perjuangan, mereka pasti memilih menjadi buruh pabrik atau jenis pekerjaan yang lain.
6. Beban Moral Hilang
Beban mental tersebut hilang seketika saat batas akhir penyerahan lamaran kerja ada beberapa guru/pegawai yang mengajukan lamaran dan ada pula yang tidak. Jumlah pelamar hanya kurang 1 (satu) orang dari jumlah yang guru/ pegawai dibutuhkan sekolah pada tahun 2010-2011.
Tentu saja hal ini sangat memudahkan kami. Kami tidak perlu melakukan seleksi ulang, dan yang paling penting tidak perlu menolak lamaran kerja.
Beberapa guru yang semula kami duga akan mengajukan lamaran kerja baru ternyata tidak mengajukan. Ketika kami tanyakan melalui staf kantor, ternyata mereka memang tidak mengajukan lamaran baru.
Kami juga sempat bertanya langsung pada beberapa guru/pegawai yang oleh sebagian guru/pegawai diharapkan tetap bekerja sama dengan Darush Sholihin, tetapi yang bersangkutan memastikan tidak ikut serta karena berbagai alasan.
Bagi kami, masalah tenaga selesai tanpa beban. Sebagian guru/pegawai memang diketahui berencana mendiri-kan sekolah baru dan kami mendukung usaha tersebut. Jauh hari sebelumnya beberapa guru melamar di sekolah lain dan daftar S2, dan kami senang karena yang bersangkutan diterima.
Tugas kami hanya mencari kekurangan tenaga guru/pegawai. Bagi kami, itu jauh lebih mudah dibanding beban moral ketika harus melepaskan tenaga yang sudah ada.
7. Respon Aneh
Ketika formasi guru/pegawai 2010/2013 ditetapkan, beberapa orang menemui kami dan mengajukan pertanyaan aneh. Pada intinya, mereka menyatakan:
Sebenarnya guru-guru itu masih berminat, tapi tidak mau mengajukan lamaran baru. Mereka kan guru-guru terbaik, mengapa harus melamar? Mereka kurang apa, sehingga harus diseleksi ulang?
Seharusnya dalam rekrutmen yayasan mendahulukan guru-guru berkualitas, baru guru-guru yang lain. Guru yang bagus-bagus itu tidak perlu melamar, tapi yayasan yang seharusnya meminta kesediaan mereka satu per-satu.
Dengan bahasa yang agar emosional, beberapa guru/pegawai konon juga ditanyai hal yang sama oleh beberapa orang wali murid.
Mengapa guru yang bagus-bagus tidak dipakai?”
“Mengapa guru-guru terbaik dibuang?”
Mengapa mereka tidak didekati secara khusus agar tidak keluar?”
Balik Bertanya
Mendengar pertanyaan semacam itu, kami spontan balik bertanya:
1. Guru terbaik? Siapa saja guru yang dimaksud? Apa beda mereka dari guru-guru yang tetap mengajukan lamaran kerja baru? Apa kriteria guru terbaik itu?
Faktanya, selain berbeda masa kerja, kualitas kerja guru/pegawai Darush Sholihin tidak ada bedanya antara satu dan yang lain.
a. Faktanya, prosentase keberhasilan pembelajaran mereka tidak berbeda antara guru yang dianggap terbaik dan yang tidak terbaik.
b. Guru yang tidak dianggap sebagai guru “berkualitas” dan “terbaik” itu:
1) Dari segi hasil pembelajaran lebih baik.
2) Dari segi hasil pembinaan perilaku anak didik lebih baik. Kasus-kasus siswa bermasalah sedang dan berat justeru lebih banyak terjadi di kelas yang diasuh oleh guru-guru “terbaik”.
3) Dari segi disiplin kerja, mereka lebih baik
Mengapa bukan mereka yang layak disebut guru berkualitas?
c. Lalu apa standar guru terbaik itu? Apakah hanya karena lebih lama berarti lebih baik? Apakah hanya karena sudah dikenal wali murid berarti lebih baik dari yang lain?
2. Mengapa mereka MERASA tidak perlu mengajukan lamaran kerja baru? Mengapa mereka MERASA tidak perlu diseleksi lagi? Mengapa yayasan seharusnya yang meminta mereka bukan sebaliknya?
a. Dengan nada bercanda kami balik bertanya, “Sebenarnya siapa yang majikan, siapa yang pegawai?” Logika mana yang membenarkan “pemilik” harus “melamar” pegawai? Mengapa pegawai menghargai diri lebih begitu tinggi? Kenapa jadi terbolak-balik seperti ini?
Di lembaga apapun dan manapun juga, seharusnya pegawai yang mengikuti aturan di tempat kerja, bukan tempat kerja yang mengikuti aturan pegawai.
b. Apakah mereka tidak tahu, bahwa ikatan kerja kita selama ini adalah sistem kontrak?
Ketika masa kontrak berakhir, maka siapapun yang berminat bekerja kembali seharusnya memperbaha-rui kontrak, tanpa kecuali. Bilamana mereka tidak mengajukan berarti memang berniat tidak bekerja lagi, bukan dibuang atau disingkirkan.
c. Aturan ini berlaku untuk semua guru dan pegawai. Tidak ada yang perlu kami istimewakan di atas yang lain. Mengapa guru yang baru 3-4 tahun bekerja menempatkan diri terlalu tinggi hingga enggan mengajukan lamaran kerja baru, padahal guru yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun saja mengajukan?
d. Yang tidak mengajukan kontrak kerja baru tahun ini bukan hanya guru/pegawai SDI.
Guru/pegawai Playgroup dan TK juga banyak yang tidak mengajukan lamaran kerja baru. Prosentasenya bahkan lebih banyak dan sama sekali tidak masalah.
Seperti norma yang berlaku selama ini, mereka yang menyelesaikan masa kontrak dengan baik sampai batas waktu yang disepakati kita kondite sebagai orang berkomitmen. Mereka pasti kami rekrut kembali bila di lain waktu berkesempatan untuk bekerja sama kembali.
e. Kami tidak “membuang”, juga tidak “menyingkirkan” siapapun.
Bila guru atau pegawai mengajukan lamaran dan kami tolak, mungkin ungkapan emosional semacam itu dapat dimengerti, tetapi faktanya mereka memang tidak mengajukan. Sebagai lembaga formal, bukti legal itu yang kami pegang. Kami tidak melayani cara-cara yang tidak profesional dan kekanak-kanakan.
Bila memang benar ada guru/pegawai yang sebenarnya berminat untuk melanjutkan kerja sama, tetapi tidak mengajukan lamaran kerja baru, kami justeru bertanya-tanya. Mengapa itu dia lakukan? Apa sebenarnya yang mereka mau?
Kami meragukan, apakah benar di antara mereka memang masih ada yang berminat, tetapi tidak mengajukan? Bila benar masih berminat, mengapa ada yang menganjurkan guru/pegawai lain agar tidak mengajukan lamaran kerja baru, bahkan dengan melibatkan “orang luar”? Apa urusannya? Apa tujuannya?


Catatan Akhir
1. Keluar-masuknya guru/pegawai Darush Sholihin di setiap pergantian tahun pelajaran adalah mekanisme biasa, mengingat sistem ketenagaan kita menganut batasan masa kontrak kerja.
Selama Darush Sholihin tetap mampu menjaga kualitas layanan pendidikan pada masyarakat, apa masalahnya?
2. Saat ini, masalah ketenagaan untuk 2010-2013 sudah selesai.
3. Guru/pegawai yang dibutuhkan untuk periode 2010-2013 sudah terpenuhi dan sudah memulai kegiatan pelatihan demi pelatihan dan persiapan Tapel baru.
4. Tidak ada guru/pegawai yang dipecat, dibuang atau disingkirkan. Kami sudah memberi kesempatan yang sama secara terbuka pada semua guru/pegawai, tetapi memang ada yang mengajukan kerja sama baru dan tidak.
5. Kami menghargai keputusan mereka yang memilih bekerja sama dengan kami maupun yang tidak. Mereka yang mengakhiri ikatan kerjanya dengan kami pasti sudah memiliki rencana yang lebih baik dan kami harus mendukungnya.
6. Mereka yang mengakhiri masa kerja dengan baik hingga batas waktu yang tertuang dalam naskah kontrak kerja, dapat mengajukan kembali menjadi guru/pegawai pada periode berikutnya.
7. Prinsipnya, kami hanya akan bekerja sama dengan mereka yang benar-benar siap bekerja sama secara profesional, bukan kekanak-kanakan. Kami hanya melayani mereka yang benar-benar percaya pada layanan yang mampu kami berikan, tanpa meributkan yang bukan urusannya.
8. Masalah ketenagaan adalah urusan internal lembaga, bukan wali murid, komite sekolah, dan bukan pula dinas pendidikan. Bahkan pemerintah hanya berhak menentukan kriteria guru, bukan menentukan siapa orangnya.
9. Selama 10 tahun sejak didirikan, sudah lebih dari 27 orang guru/pegawai yang masuk dan kemudian keluar dari Darush Sholihin, dan tidak pernah menjadikan kualitas pendidikan kami menurun.
Kualitas pendidikan Darush Sholihin tidak tergantung orang per-orang, tapi pada sistem yang kami bangun serta kesiapan lembaga ini menyiapkan dan melatih tenaga secara mandiri.

Mengapa Jokowi Diserang Habis-habisan?

Irfan Tamwifi Pensiun dari jabatan presiden, tidak membuat Jokowi terbebas dari berbagai serangan politik seperti yang dihadapinya menjelang...