TRANSLATE

Jumat, 17 Juni 2016

10 PROBLEM UMUM BELAJAR ANAK

Oleh:  Irfan Tamwifi

Pembelajaran efektif merupakan dambaan setiap guru dan sekolah, tetapi mewujudkannya tidak selalu mudah dilakukan. Berbagai hambatan dihadapi guru dalam mengelola pembelajaran di kelas. Selain karena faktor instrumental, seperti kurikulum, guru dan infrastruktur, pembelajaran yang tidak dapat diabaikan adalah yang terletak pada diri peserta didik. Ibarat memasak suatu masakan atau memproduksi suatu produk, efektif tidaknya pencapaian hasil belajar juga ditentukan oleh bahan yang akan dimasak atau bahan baku produksinya. 
Meskipun demikian, sebagian problem belajar yang terletak pada peserta didik pada dasarnya dapat diupayakan untuk dikembangkan, baik secara sendirian, bersama sekolah, wali murid maupun pihak lain seperti konselor. Bahkan tugas pertama guru pada dasarnya adalah mempersiapkan peserta didik agar siap mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru perlu memahami problem-problem umum yang biasa menghambat proses belajar anak. Di antara problem tersebut adalah sebagai berikut.
1.   Minat Belajar
Problem paling umum belajar anak terletak pada rendahnya minat belajar. Belajar sering kali dijalani peserta didik sebagai ritual, aktivitas rutin, dan bukan atas kehendak, keinginan atau inisiatifnya sendiri. Rendahnya minat belajar mengakibatkan proses belajar hanya akan menjadi kegiatan yang kurang bermakna, dan dijalani sambil lalu.
2.   Kemauan Belajar
Belajar merupakan proses yang membutuhkan usaha yang keras. Belajar merupakan proses di mana seseorang melakukan suatu aktivitas mental hingga memperoleh suatu pengetahuan atau keahlian tertentu. Proses yang membutuhkan usaha dengan sendirinya tidak selalu mudah untuk dijalani. Meski demikian, setiap peserta didik yang kondisi mentalnya normal pada dasarnya mampu mempelajari seluruh materi pembelajaran dengan maksimal. Yang membedakan hasil belajar peserta didik satu dari yang lain pada umumnya terletak pada perbedaan kemauan untuk menempuh proses belajar dengan segala beban dan kesulitan di dalamnya. 
3.   Kemandirian Belajar
Pada dasarnya setiap manusia dapat belajar sendiri dari berbagai sumber. Hanya saja, kebanyakan anak cenderung ketergantungan pada guru, sekolah atau orang tuanya. Pada banyak kasus, hambatan belajar terjadi akibat ketergantungan tersebut, padahal seharusnya mereka dapat melakukan proses itu secara mandiri. Banyak anak yang lebih suka disuapi dibanding mengeksplorasi sendiri beragam pengetahuan dan keahlian di sekelilingnya, meskipun internet, media massa dan buku-buku mudah diakses. Ketidakmandirian belajar sering kali menjadi penyebab tidak optimalnya proses belajar yang dilalui peserta didik. Padahal semakin mandiri seorang anak, maka semakin cepat mereka mencapai tujuan belajar.
4.   Kesadaran dan Tanggung Jawab
Seharusnya belajar merupakan kebutuhan setiap individu agar berkembang kemampuannya baik aspek kognitif maupun vokasionnalnya. Hanya saja, tidak semua anak memiliki kesiapan untuk belajar untuk dirinya sendiri. Banyak anak yang tidak merasa butuh untuk belajar. Ketergantungan anak pada orang lain, seperti keluarga dan lingkungan menjadikan belajar sering kali bukan bermakna sebagai kebutuhan diri sendiri, melainkan orang lain, terutama orang tua dan guru.
5.   Mental dan Kepribadian
Anak-anak dengan kondisi mental dan kepribadian tertentu cenderung tidak mudah untuk mengikuti proses pembelajaran secara efektif. Kondisi mental dan kepribadian tersebut tercermin dalam sikap dan perilaku anak dalam mengikuti proses pembelajaran. Anak-anak dengan mentalitas manja, liar, tidak tenang, kesulitan memfokuskan perhatian membutuhkan tenaga ekstra untuk mengantarkan mereka mencapai hasil belajar yang memadai.
6.   Kesiapan Mental
Belajar membutuhkan fokus perhatian secara optimal. Pembelajaran efektif membutuhkan kesiapan mental anak untuk menghadapi dan berproses di kelas. Sering dijumpai anak-anak yang secara fisik di kelas, tetapi sangat boleh jadi hati dan pikirannya berada di tempat lain. Kesiapan mental sangat penting diperhatikan dalam proses pembelajaran, agar hal-hal di luar tujuan pembelajaran dieliminasi sehingga anak lebih fokus pada proses belajar.
7.   Kecerdasan
Tidak dapat dipungkiri bahwa pembelajaran, terutama dalam bidang-bidang kognitif membutuhkan tingkat kecerdasan tertentu. Anak-anak dengan tingkat kecerdasan rendah, apalagi sampai taraf disleksia misalnya, akan menyulitkan guru dalam mengantarkan mereka pada hasil belajar yang optimal. Kecerdasan seorang anak mempengaruhi kemampuan mereka dalam merekam informasi, memahami, apalagi mengimplementasikan konsep atau pengetahuan.
8.  Gaya Belajar
Pembelajaran ideal sering menuntut guru untuk menyesuaikan pendekatan pembelajarannya dengan gaya belajar peserta didik. Masalahnya, di kelas yang peserta didiknya memiliki gaya belajar beragam pada umumnya menyulitkan guru mencapai hasil pembelajaran secara optimal. Mengikuti gaya belajar sekelompok anak berpotensi merugikan anak yang lain, 
9.  Lingkungan Belajar
Aspek krusial yang sering kali diabaikan dalam pengelolaan belajar adalah budaya belajar di suatu sekolah. Budaya sekolah yang tidak terkonsep atau terlanjur diliputi oleh sikap, perilaku dan kebiasaan yang tidak kondusif cenderung sulit mengarahkan peserta didik mencapai kompetensi yang ditetapkan. 
10.  Lingkungan Sosial
Pembelajaran di sekolah pada dasarnya bukan proses yang berdiri sendiri. Secara tidak langsung, lingkungan di mana peserta didik tinggal dan bersosialisasi menentukan seberapa efektif mereka belajar di sekolah. Anak-anak yang bergaul dengan anak-anak yang malas belajar, akan cenderung demikian ketika di sekolah. Anak-anak di keluarga yang menekankan pentingnya belajar dan tidak juga menentukan bagaimana mereka belajar saat di sekolah. 

2 komentar:

Sorraya mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
takia hilmi mengatakan...

Biasanya sih anak2 melakukan SKS atau biasa kita sebut Sistem Kebut Malam.Ini sekalian numpang post kak buat bahan kuliah https://takiaartikel.blogspot.com/2024/08/indonesian-state-educational.html?m=1