TRANSLATE

Minggu, 20 November 2011

YAYASAN "STEMPEL"

Secara normatif, setiap sekolah atau madrasah swasta harus diselenggarakan oleh sebuah organisasi atau perorangan yang berkedudukan sebagai penyelenggara yang berbadan hukum. Badan hukum yang menaungi penyelenggaraan sekolah atau madrasah dapat berupa yayasan, organisasi kemasyarakatan (ormas), atau lembaga pendidikan sosial dan pendidikan.
Faktanya, banyak sekolah dan madrasah yang penyelenggaraan maupun pengelolaannya tidak melibatkan lembaga-lembaga berbadan hukum semacam itu. Pengelolaan sekolah atau madrasah biasanya ada di tangan kepala sekolah dan guru sepenuhnya. Merekalah yang bekerja mulai dari merekrut siswa, menentukan program kerja, anggaran, kurikulum pendidikan, merekrut tenaga guru dan pegawai, hingga menggalang dana bagi pembiayaan sekolah.  

Kalaupun pada akhirnya sekolah atau madrasah dilengkapi dengan yayasan atau lembaga berbadan hukum tertentu, biasanya hanya dilakukan dalam upaya memenuhi kebutuhan formal saja. Yayasan atau lembaga penyelenggara diadakan sebagai kelengkapan administrasi kedinasan.
Yayasan atau lembaga penyelenggara demikian biasanya tidak ditunjang dengan struktur organisasi, program maupun administrasi yang jelas. Tugas pengurus yayasan yang paling umum hanyalah menandatangani Surat Keputusan (SK), terutama SK guru dan pegawai, atau menandatangani proposal pengajuan bantuan pada pemerintah atau instansi swasta lainnya. 
Selebihnya, yayasan atau lembaga penyelenggara tidak banyak berperan dalam pengelolaan sekolah sebagaimana mestinya. Kemajuan dan dinamika sekolah sepenuhnya berada di tangan guru dan kepala sekolah. Keberadaan stake holder lain, semisal komite sekolah atau madrasah juga sering kali hanya diadakan hanya sebagai kelengkapan formal saja, seperti karena tuntutan dinas.  
Di sekolah dan madrasah swasta banyak dijumpai surat keputusan ataupun surat keterangan yayasan yang tidak terpercaya. Hal ini dikarenakan pengelolaan yayasan tidak ditunjang dengan pengadministrasian yang memadai. Bahkan surat-surat yayasan seringkali dibuat sendiri oleh kepala sekolah, guru, bahkan siapapun yang meminta surat keterangan yayasan, dan pengurus yayasan hanya berperan menandatangani dan memberikan stempel.   
Banyak yayasan atau lembaga penyelenggara pendidikan hanya berperan simbolik, atau dengan kata lain hanya menjadi "tukang stempel". Hal ini terjadi karena beberapa kondisi.
Pertama, sekolah atau madrasah swasta seringkali didirikan atas inisiatif masyarakat atau perorangan tanpa ditunjang kejelasan konsep, visi, misi dan bentuknya. Fokus utama mereka saat mendirikan sekolah atau madrasah hanya terletak pada bagaimana membuat gedung, tenaga pengajar dan calon siswa. Masalah-masalah yang berkaitan dengan legalitas penyelenggaraan sekolah atau madrasah dipandang belum penting hingga kurang mendapat perhatian.
Masyarakat mendirikan sekolah atau madrasah hanya atas dasar pertimbangan yang bersifat umum, seperti karena terdorong untuk memanfaatkan tanah wakaf, mengembangkan lembaga pendidikan tradisional dengan sekolah atau madrasah formal, atau hanya ingin "punya" sekolah atau madrasah sendiri. Urusan pengelolaan sekolah atau madrasah dipercayakan sepenuhnya pada mereka yang dipandang kompeten. 
Kedua, sekolah atau madrasah swasta seringkali lebih dulu didirikan dibandingkan dengan yayasan atau lembaga penyelenggaranya. Pendirian yayasan atau lembaga penyelenggara bukan dilakukan dalam rangka menata pengelolaan sekolah atau madrasah, melainkan lebih dikarenakan tuntutan administrasi kedinasan atau tuntutan formal lainnya.
Ketiga, pemahaman terhadap managemen yayasan, pendidikan, sekolah atau madrasah kurang memadai di kalangan pengurus yayasan. Bahkan pengurus yayasan atau lembaga penyelenggara sering kali bukan orang yang paham masalah pengelolaan pendidikan. Tidak jarang ketua pengurus yayasan hanya diambil dari orang yang dianggap paling tua atau dituakan di lingkungan masyarakat yang menyelenggarakan sekolah atau madrasah tersebut.
Pengurus yayasan biasanya tidak tahu menahu urusan sekolah, kecuali urusan-urusan umum, seperti peringatan hari besar atau penggalangan dana dari masyarakat. Urusan internal sekolah sepenuhnya hanya diketahui oleh pengelola sekolah, kepala sekolah dan guru.   
Keempat, adanya pandangan umum masyarakat bahwa sekolah atau madrasah hanyalah lembaga sosial atau keagamaan yang tidak memerlukan managemen dan administrasi yang memadai. Apalagi pengelolaan sekolah swasta pada umumnya kurang ditunjang buget dan perputaran dana yang tidak begitu besar.

1 komentar:

BOONK OVICK mengatakan...

Memang benar banyak kepala sekolah madrasah swasta mengangkat dirinya sebagai kepala Madrasah tanpa sepengetahuan yayasan. Hal ini saya alami ketika menjadi ketua yayasan.
Kiranya kementrian agama harus memberikan sangsi yang keras terhadapnya. Saya siap menunjukkan orangnya