TRANSLATE

Rabu, 09 November 2011

TANTANGAN SEKOLAH SWASTA DI PEDESAAN

Menyelenggarakan sekolah swasta di pedesaan bukan hal mudah saat ini. Pola pikir dan kebutuhan masyarakat desa terhadap pendidikan berbeda dari perkotaan. 
Tingkat sosial ekonomi masyarakat desa pada umumnya tidak lebih tinggi dibanding masyarakat kota, sekalipun banyak juga masyarakat miskin tinggal di kota. Bedanya, tingkat kepadatan penduduk kota menjadikan jumlah keluarga mampu di kota lebih banyak dibanding desa. 

Selain itu, dinamika kota yang lebih pesat menjadikan pemahaman dan kebutuhan terhadap mutu pendidikan bermutu lebih menonjol di kota dibandingkan desa. Akibatnya, Di perkotaan, tingkat kebutuhan terhadap sekolah yang mampu memberikan kualitas pendidikan dan pelayanan lebih besar dibandingkan di pedesaan.  
Sekolah swasta berbayar (tidak gratis) di pedesaan perlu memahami beberapa persoalan yang biasa mereka hadapi.  
KARAKTERISTIK MASYARAKAT PEDESAAN

  • Mayoritas penduduk pedesaan belum menempatkan pendidikan sebagai kebutuhan.
  • Hanya masyarakat yang bervisi pendidikan jauh ke depan saja yang berminat pada sekolah semacam ini, padahal jumlahnyapun belum banyak.
  • Kalaupun ada peminatnya, tuntutan masyarakat terhadap sekolah cenderung lebih tinggi dibanding di perkotaan.
Lembaga pendidikan swasta saat ini semakin tidak mudah berkembang bilamana berada di kabupaten yang dinamika pendidikannya jauh tertinggal dibanding kota dan kabupaten di sekitarnya. Selain miskin sekolah swasta, kebijakan pendidikan daerah tertinggal umumnya kurang ramah terhadap kehadiran sekolah swasta.
PROBLEM PENGEMBANGAN SDM 
Wawasan, pengalaman, visi kerja dan pola kerja calon guru di pedesaan cenderung didominasi visi dan pola kerja sekolah biasa, konvensional, bahkan sekolah negeri. Inilah yang seringkali menyulitkan pengembangan pola pengelolaan yang lebih profesional. Berdasarkan pengalaman, sering kali muncul ungkapan-ungkapan yang menunjukkan keengganan untuk berubah dan maju, seperti:
“Sekolah negeri saja tidak seperti ini, masa sekolah swasta saja cara kerjanya kok ngalah-ngalahi negri”
“Kenapa susah-susah? Mengapa harus membuat ini dan itu? Padahal Sekolah-sekolah lain kan sudah jalan tanpa begini-begitu?”
“Di sekolah lain itu begitu, kenapa di sini begini?”
Mengubah visi dengan menambah wawasanpun belum tentu berhasil. Bahkan ketika mereka diajak studi banding ke sekolah-sekolah maju di perkotaan atau daerah lain, respon yang diberikan cenderung tidak respek dan apatis.
“Itu kan sekolahan di kota, sekolah kita kan di desa”
Faktanya, tidak mudah mengubah visi tenaga guru dan pegawai. Apalagi mereka yang sama sekali tidak pernah hidup di daerah lain sehingga minim perbandingan
Singkat kata, sekolah swasta di pedesaan kurang lebih sama dengan menjual “barang mewah” yang dijual di pedesaan. Pembelinya tentu bukan sembarang orang, yang karenanya membutuhkan guru dan pengelola sekolah yang tidak bekerja secara sembarangan.

Tidak ada komentar: