Sabtu, 31 Oktober 2015

PENYEBAB KEGAGALAN KURIKULUM DI INDONESIA

Beberapa tahun sejak reformasi 1998,  dunia pendidikan di Indonesia marak dengan perubahan demi perubahan kurikulum, mulai dari KBK, KTSP, KTSP Berkarakter, K13, dan KTSP/K13 sekarang. Pada setiap sesi awal dari kegiatan sosialisasi atau pelatihan kurikulum para trainer selalu menekankan bahwa perubahan adalah sesuatu yang pasti, tetapi harus diakui bahwa itu hanya upaya "ngeles" demi menutupi  kegalauan mereka sendiri. 
Siapapun pasti tahu bahwa perubahan kurikulum yang sedemikian sering bukanlah hal wajar di negeri normal manapun. Perubahan-perubahan tersebut memperlihatkan adanya sesuatu yang salah dalam penentuan arah kebijakan pendidikan di negeri ini. Di antara beberapa faktor yang disinyalir memiliki andil terhadap kegagalan tersebut adalah sebagai beriku.
1.   Kegagalan Grand Designing
Sebagai sebuah negara besar, Indonesia seharusnya memiliki peta jalan (road map) yang jelas dalam menentukan arah kebijakan pendidikan nasional. Faktanya, setiap pendidikan di Indonesia justeru dibuat apriori oleh ketidakjelasan arah kebijakan nasional. Tidak seorangpun di kalangan pendidikan mulai jenjang terbawah hingga perguruan tinggi yang tahu akan ada perubahan apa lagi, apa yang harus dipersiapkan, dan akan ke mana  lagi dalam mengelola pendidikan di lapangan. Hal ini dikarenakan tidak ada road map yang benar-benar dapat mereka pegang sebagai peta jalan. Guru dan dosen tak ubahnya kuda penarik pedati yang hanya dapat menunggu instruksi selanjutnya. karena semua kebijakan hanyalah sementara.
2.   Kurikulum Trial and Error
Perubahan kurikulum bahkan selalu dilakukan saat kebijakan kurikulum sebelumnya belum benar-benar berjalan. KBK sudah diganti KTSP saat kurikulum tersebut benar-benar terlaksana, demikian halnya dengan kurikulum berikutnya. Perubahan kurikulum semacam ini memperlihatkan betapa kebijakan kurikulum nasional selama ini masih bersifat coba-coba (trial and error).   
Tidak salah kiranya bila dinyatakan bahwa warisan paling menonjol Orde Baru di dunia pendidikan yang terus dilestarikan adalah "Ganti menteri, ganti kurikulum". Setiap menteri bersama jajarannya selalu berambisi membangun "monumen sejarahnya" sendiri dengan cara mengubah kurikulum. Hal ini memperlihatkan betapa pendidikan nasional telah menjadi korban kepentingan segelintir orang, yang menjadikan perubahan kebijakan pendidikan tak ubahnya perubahan demi perubahan politik yang berlangsung cepat dan tanpa arah. 
3.   Konsep Bombastis 
Dari segi isi atau substansi, kegagalan kurikulum baru di Indonesia sudah terlihat dari konsep kurikulum yang diusung. Kurikulum pendidikan seharusnya merupakan konsep yang realistis dan dapat dengan mudah diterapkan (applicabel). Faktanya, perubahan kurikulum selalu mengusung konsep-konsep bombastis dengan target yang terlalu melangit (baca: muluk-muluk). Hal ini terlihat dari tuntutan kompetensi yang menjangkau kompetensi spiritualitas, konsep utopis yang hanya ada di negeri ini.
Sekalipun tidak ada hal mustahil untuk diwujudkan, tetapi kurikulum adalah konsep yang harus dapat diterapkan. Banyaknya muatan kurikulum di negeri ini sepertinya luput dari perhatian para perancang kurikulum yang entah dari planet mana asalnya. Mereka sepertinya terlalu banyak mendongak ke awang-awang, dan lupa betapa negeri ini sebenarnya kaya akan khazanah pendidikan yang seharusnya diapresiasi. Akibatnya, perubahan kurikulum menjadi tidak aplikabel. Padahal konsep kurikulum seharusnya realistis, dalam arti disesuaikan dengan muatan apa yang harus diajarkan, pada siapa diajarkan dan siapa yang akan menerapkannya. Itu sebab itu wajar bila banyak guru kesulitan menerapkannya. Selain kompetensinya begitu beragam, para perancang kurikulumnya sendiri belum tentu dapat menerapkan.
4.   Minus Contoh
Sebagai sebuah sistem yang aplikatif, penerapan sebuah kebijakan kurikulum seharusnya dimulai dengan membuat suatu proto type agar profil kurikulum benar-benar memiliki gambaran jelas dan konkrit. Kehadiran contoh konkrit akan memudahkan guru dan sekolah untuk melakukan proses belajar dan menyesuaikan diri, bahkan bila perlu tanpa perlu terlalu banyak forum pelatihan. 
Ironisnya, semua perubahan kurikulum dilakukan dengan menyajikan konsep-konsep abstrak. Pada dasarnya, baik trainer, guru peserta pelatihan, bahkan pembuatnya sendiri tidak tahu wujud nyata dari penerapan kurikulum itu di lapangan. Pemerintah hanya menggiring guru dan sekolah ke tempat impian yang sebenarnya sama-sama tidak jelas wujud dan bentuknya.
Sekolah-sekolah dan madrasah-madrasah yang menjadi percontohan tidak lebih dari sekedar "proyek kosong" karena sifatnya yang formalistis. Satuan-satuan pendidikan itu hanyalah sekolah yang secara kebetulan ditunjuk oleh pemerintah serta diberi berbagai fasilitas dan pelatihan. Faktanya di lapangan, tidak ada yang benar-benar layak dicontoh. Kecuali dalam hal administratif dan hal-hal formalistis, profil dan pola pengelolaan pembelajaran di sekolah-sekolah contoh tak jauh berbeda dari yang tanpa fasilitas itu. Bila ditanya, sekolah mana yang 100% menerapkannya dan benar-benar layak dijadikan contoh, maka menteri pendidikan sekalipun belum tentu dapat menjawabnya.
5.   Kegagalan Sistem Pelatihan
Perubahan kurikulum pada dasarnya belum lebih dari sekedar "proyek" pelatihan yang memakan biaya milyaran rupiah. Keberhasilan proyek tersebut mulai dari perencanaan hingga evaluasi hanya ada di atas kertas, tetapi tidak secara signifikan mengubah keadaan di lapangan. 
Apalagi para trainer pelatihan, termasuk trainer PLPG, pada umumnya hanya memahami konsep hasil pelatihan itu sendiri. Selebihnya mereka pada umumnya buta kondisi di lapangan, sebab mereka juga tidak memiliki pengalaman empirik mengelola sekolah dan pembelajaran sesuai dengan materi pelatihan yang disampaikan. Bagaimana mungkin seseorang mengajari orang lain melukis suatu obyek sementara pengajarnya sendiri tidak tahu wujudnya dengan pasti?
Penutup
Kurikulum 2013 sepertinya akan diterapkan kembali dan pemerintah mulai menebar proyek bimbingan teknis (bimtek) ke berbagai daerah. Berdasarkan catatan di atas, sepertinya hasil dari penerapan K13 tidak akan jauh dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. Pelatihan yang hanya beberapa jam saja oleh orang-orang yang tidak memiliki kompetensi empirik di lapangan dan peserta pelatihan yang pada dasarnya tidak terlalu membutuhkan pelatihan, adalah beberapa faktor yang menyebabkan pandangan skeptis semacam ini. 
Alangkah baiknya bila penerapan suatu kurikulum difokuskan dulu pada beberapa sekolah saja hingga suatu konsep benar-benar disempurnakan kelebihan dan kekurangannya, agar setelah diterapkan tidak terjadi tambal sulam seperti selama ini. Bilamana pemerintah mampu membuat contoh yang benar-benar konkrit, bukan sekedar administratif dan formalistis seperti yang selama ini ada, maka para guru dan sekolah-sekolah lain akan dengan mudah belajar menerapkannya.  

Selasa, 21 Juli 2015

SUSAHNYA BERURUSAN DENGAN DOSEN PEMBIMBING

Lima bulan lalu aku berusaha menghadap pengujiku yang satu ini, sebut saja namanya pak Nas. Bukan hal mudah bertemu dosen yang satu ini, karena nomor handphone yang aku dapatkan tak pernah diangkat setiap kali aku telepon, juga tak pernah terjawab setiap aku SMS. Aku sempat ragu apakah ini benar nomor beliau, dan setelah aku konfirmasi ke kantor memang itu nomor beliau.
Gagal bertemu dengan memanfaatkan teknologi, aku memilih cara manual pada minggu berikutnya. Aku cari saja jadwal kuliah yang beliau ajarkan, dan kutemukan dua hari jam mengajar beliau di kampus. Dua hari itu aku menunggu di depan ruang kuliahnya, tapi tidak ada kuliah beliau seperti di jadwal itu. Siang hari setelah jadwal berikutnya juga sama, tidak ada kuliah beliau hari itu. Aku tanya ke staf kantor, apakah beliau mengajar hari ini. "Mestinya iya, tapi kadang jadwalnya diubah dengan kesepakatan mahasiswa" Jawabnya. "Terus kapan dan di mana aku dapat bertemu beliau?" Tanyaku, tapi mereka hanya menggeleng saja, dan akupun memutar otak untuk mencari cara bertemu. 
Minggu berikutnya aku tanya teman-temanku yang mengajar di kampus itu, tetapi semuanya angkat tangan untuk berurusan dengan orang satu itu. Informasi yang kudapat tentang dosen satu ini bahkan kurang mengenakkan, "Kenapa kamu berurusan dengan itu. Dia orang sulit" Begitu teman-temanku menyebutnya. 
Apapun dia aku tak peduli, sebab yang jelas aku memang harus konsultasi dengannya. Dua minggu ini aku memang belum beruntung, dan harus pulang untuk kembali lagi minggu depan, tapi ada satu poin yang kurasa membantu. Salah seorang sahabatku menjadi pimpinan fakultasnya. Aku sempatkan mampir ke kanto, tapi dia sedang ada kegiatan, sehingga aku memilih pulang dulu.
Saat perjalanan pulang aku coba telepon sahabatku itu, tetapi tak terangkat. Akhirnya aku kirim SMS. "Apa kabar pak Dekan. Tadi aku mampi ke kantor, tapi antum kelihatan sibuk. Semoga sukses saja" bunyi SMS-ku.
Di pejalanan pulang, tiba-tiba dia menjawab SMS dariku, dan seketika aku menelponnya. Setelah ngobrol saja sini sambil nyetir kendaraan, aku tanya soal dosen yang satu itu. "Kalau soal itu tanya aku kan beres? Beliau di kampus hari Selasa dan Rabo"
Bener, minggu berikutnya aku berusaha datang pagi-pagi ke fakultas itu. Sekitar setengah tiga sore aku melihat dia mengajar dan aku menunggunya di depan kelas. Saat ada kesempatan, aku langsung masuk menghadap. "Baik. Saya baca dulu. Itu namanya bekerja" Begitu jawabnya. Setelah empat minggu berusaha, minggu ini aku pulang dengan perasaan lega. Aku berharap minggu depan ada kemajuan.
Minggu berikutnya aku menunggunya di depan kelas. Setelah beberapa saat menunggu, aku melihat dia lewat dan langsung kusalami. "Belum. Belum selesai saya baca. Masih ada beberapa naskah lain yang harus saya koreksi" Jawabnya dengan nada datar. 
"Tapi saudara harusnya kan ujian ulang, karena sudah terlalu lama, kan?" Begitu tanyanya mengagetkanku.
"Iya, prof. Saya diberi dispensasi oleh kampus" Jawabku.
"Oke. Nanti saya pelajari dulu" Jawabnya. Akupun pulang dengan perasaan kurang nyaman. Sikapnya memberiku kesan beliau tak berkenan dengan kehadiranku hari ini. Sepertinya aku terlalu cepat datang, padahal beliau butuh waktu lebih lama.
Minggu berikutnya aku tetap saja datang ke ruang kuliahnya, tapi kali ini beliau tidak ditempat. Akupun kembali pulang dan datang lagi minggu berikutnya, tetapi kembali tak berhasil bertemu. Baru minggu berikutnya lagi aku berhasil bertemu. "Belum. Baru punya siapa itu yang selesai" Jawabnya dengan wajah dingin, dan akupun kembali pulang dengan tangan hampa.

RESIKO WIRAUSAHA BERMODAL UANG

Di tengah pergaulan sehari-hari banyak orang enggan berwirausaha karena merasa "tidak punya modal", dalam arti tidak punya uang yang banyak untuk membuka usaha. Di kepala banyak orang, modal berwirausaha adalah uang yang banyak. Dengan kata lain, kebanyakan orang beranggapan bahwa selalu dibutuhkan uang yang banyak untuk menghasilkan uang.
Mereka hanya melihat para pengusaha berkembang hanya bermodal uang, sehingga sering kali muncul ungkapan, "Pantas saja dia sukses, karena banyak modal!", atau "Habis bagaimana lagi? Aku kalah modal!"
Banyak anak yang mengeluh karena merasa tidak dimodali, dalam arti tidak diberi uang banyak untuk membuka usaha, oleh orang tuanya. Banyak orang berfikir, kalau saja dia diberi modal berupa uang yang banyak, dia akan dengan mudah membuka usaha. 
Pandangan seperti ini tidak tepat, bahkan boleh dibilang keliru besar, apalagi bagi mereka yang belum pernah mempunyai pengalaman membangun usaha. Para motivator bahkan menyebut alasan "tidak punya modal" adalah pandangan picik yang hanya muncul dari mulut pemalas yang bodoh.
Maaf, ini memang ungkapan yang kasar, tetapi memang demikian adanya dan harus dikatakan untuk mengingatkan. Mengapa demikian?
Dengan belajar dari melihat kesuksesan orang lain, membaca artikel, kursus wirausaha, atau bahkan hanya dengan berangan-angan, banyak anak muda mengira dapat menjadi pengusaha sukses dalam waktu singkat, padahal faktanya tidak. Semua orang yang pernah berfikir demikian selalu harus menelan pahitnya kegagalan, sebab wirausaha adalah hal nyata, dan mewujudkan sebuah bisnis yang benar-benar berhasil tak pernah semudah mengangan-angankannya. 
Kebanyakan usaha yang diawali dengan modal berupa uang dalam jumlah besar selalu berakhir dengan kegagalan. Hal ini bisa terjadi karena pengusaha dadakan yang hanya bermodal uang berhadapan dengan resiko fatal berupa:
1.   Tertipu
Mereka yang mengandalkan uang sering kali hanya berfikir keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dengan mudah dalam waktu yang tidak terlalu lama. Mereka buta terhadap berbagai resiko membelanjakan atau menyerahkan uang pada orang lain. Pengusaha dadakan sering kali berfikir terlalu dangkal hingga mudah terjebak oleh konsep usaha yang terkesan mudah dan masuk akal. Apalagi bila itu dilakukan karena ada orang lain yang berusaha meyakinkannya, misalnya hanya dengan berinvestasi beberapa juta, dia akan mendapat keuntungan berlipat-ganda dalam waktu singkat. Padahal faktanya, jangankan mendapat untung, membuat uang kembali saja sering kali mustahil.
2.   Diakali Orang Lain
Pengusaha dadakan biasanya hanya tahu sedikit, bahkan boleh dibilang buta kondisi lapangan yang sesungguhnya. Mereka umumnya terlalu banyak ketidaktahuannya, tetapi merasah tahu. Akibatnya, saat-saat mengawali usaha mereka sering kali diakali oleh relasi-relasi bisnis, seperti terpaksa membeli barang lebih mahal dari seharusnya, mengeluarkan dana yang tidak perlu, hingga tertipu mentah-mentah.
3.   Rugi atau Bahkan Kehilangan Uang
Menjalani bisnis bagi pengusaha baru sering kali dihadapkan pada hal-hal di luar perkiraan, atau tidak pernah terpikirkan sebelumnya baik akibat situasi yang memang tak diketahui sebelumnya atau karena tertipu. Selain menimbulkan kegamangan, hal-hal baru yang tak diketahui membuat ongkos memulai usaha terlalu besar dari yang diperhitungkan semula, sehingga gagal meraup untung, atau bahkan rugi sama sekali. 
Misalnya, membuat suatu produk seperti yang diharapkan ternyata tak semudah yang dipikirkan sebelumnya, sehingga ongkos produksi terlalu besar, atau bahkan kesulitan mewujudkan produk yang diimpikan, atau tiba-tiab baru tahu kalau produk yang dibuat ternyata sudah memiliki pesaing yang jauh lebih kuat. Contoh lain lagi, ada calon pengusaha yang setelah menginvestasikan uangnya, ternyata ada perubahan kebijakan pemerintah, penurunan harga produk atau kenaikan harga bahan baku, sehingga bukan saja gagal untung, melainkan juga gagal mewujudkan bisnis.

Minggu, 05 April 2015

10 TANDA PELAJAR-MAHASISWA MEMILIKI MASA DEPAN CERAH

Masa depan merupakan misteri bagi setiap orang, apalagi bagi seseorang yang masih berstatus pelajar/mahasiswa. Segala kemungkinan dapat saja terjadi, tapi bukan berarti masa depan tidak dapat diperkirakan akan seperti apa.
Masa depan cerah secara umum ditandai dengan diraihnya suatu posisi atau kondisi sosial-ekonomi yang mapan dan memberi tambahan nilai diri seseorang, seperti kehormatan dan kemudahan. Beberapa kecenderungan sikap dan perilaku selama menjadi pelajar/mahasiswa dapat menjadi indikator apakah seorang pelajar/mahasiswa memiliki masa depan cerah atau tidak.
1.   Memiliki Tujuan dan Target
Seseorang yang memiliki tujuan berarti memiliki hidup yang terarah dengan jelas. Dimilikinya tujuan oleh seseorang juga menunjukkan adanya kekuatan mental yang nota bene merupakan modal utama menuju kesuksesan di masa depan. Tahap demi tahap mereka akan mengarahkan seluruh kekuatan hidupnya untuk meraih yang diinginkan.
Hal yang berbeda tentunya terjadi pada pelajar/mahasiswa yang tidak jelas tujuan dan target hidup yang jelas. Pelajar/mahasiswa yang tidak memiliki tujuan dan target hidup yang jelas biasanya mudah terombang-ambing oleh godaan di sekelilingnya, hingga masa depan mereka tidak dapat diperkirakan dengan jelas. 
2.   Fokus Pada Pengembangan Diri
Fokus pelajar dan mahasiswa secara umum dibedakan menjadi dua, yaitu yang berorientasi pada pengembangan diri dan kesenangan. Pelajar dan mahasiswa yang memiliki masa depan cerah tidak akan mengorbankan hari-hari untuk hal-hal yang tidak menunjang kesuksesan di masa depan. Mereka menjadikan hal-hal yang mampu mengembangkan potensi dirinya sebagai prioritas.
Lain halnya dengan pelajar atau mahasiswa lebay, di mana mereka umumnya mudah lemah pada hal-hal yang berkaitan dengan kesenangan, terutama masalah percintaan. Pelajar/mahasiswa lebay menempatkan urusan percintaan sebagai segalanya, dan menomorsekiankan pengembangan potensi dirinya di masa depan. 
3.   Ringan Tangan
Kegemaran membantu orang lain merupakan karakteristik orang sukses. Gemar membantu orang lain menunjukkan karakter baik yang diperlukan dalam dunia kerja, yang membuat seseorang disukai dan terkesan memiliki integritas positif. Sikap ringan tangan membantu orang lain bahkan sering kali menjadi investasi sosial yang sangat berharga yang akan dipetik buahnya di masa depan.
Kegemaran membantu orang lain terbentuk seiring proses perkembangan kepribadian seseorang, dan tidak dapat dibuat-buat. Seorang yang malas membantu orang lain sama halnya dengan membuat jarak dirinya dari bantuan orang lain saat dia memerlukan.
4.   Mudah Diterima dalam Pergaulan
Kesuksesan selalu berkaitan dengan keberhasilan membangun hubungan secara positif dengan orang lain, baik di masa kini maupun di masa depan. Kemampuan tersebut tidak dapat dipelajari secara instan, melainkan membutuhkan latihan sepanjang masa perkembangan mental dan kepribadian seseorang.
Status pelajar/mahasiswa belum bernilai apa-apa, sehingga tidak layak dijalani dengan keangkuhan. Bahkan fase ini merupakan masa-masa di mana mereka membangun pijakan penting menuju sukses di masa depan, yaitu dengan selalu berusaha agar diterima dan mampu menjalin relasi secara positif dengan komunitas di manapun mereka berada.
5.  Berwawasan dan Berkeahlian
Hal utama yang dipersiapkan oleh pelajar dan mahasiswa selama studi pada dasarnya adalah meningkatkan kemampuan, baik berupa wawasan pengetahuan maupun melatih keahlian tertentu. Pelajar dan mahasiswa yang sukses di masa depan pada umumnya tidak puas hanya sekedar lulus. Mereka berusaha melakukan yang terbaik di setiap tugas yang tengah dihadapi.
Kemampuan meningkatkan penguasaan setiap materi pelajaran, wawasan dan keahlian berarti membangun kemampuan pelajar untuk dihargai. Ini akan membantu pelajar/mahasiswa di masa depan untuk diterima di dunia kerja maupun mewujudkan impian mereka. Apalagi bilamana pengetahuan dan keahlian yang dimiliki dilengkapi dengan kemampuan menjelaskannya di depan orang lain, di mana kemampuan menjelaskan atau bahkan mengajarkan menunjukkan kedalaman pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.
6.  Penyayang Keluarga
Seseorang yang dekat dengan keluarga menandakan memiliki jiwa yang kontruktif. Hanya orang berjiwa konstruktif dan teratur sajalah yang berpeluang menjadi orang sukses. Orang yang hidupnya amburadul hampir tidak mempunya peluang sukses.
Kedekatan dengan keluarga juga menunjukkan kepribadian yang bertanggung jawab dan penuh motivasi. Kepribadian seperti inilah yang berpeluang meraih sukses, berupa kepercayaan dan kemudahan dalam hidup. 
7.   Realistis
Pelajar sukses biasanya merupakan orang yang memiliki impian yang tinggi, tetapi bukan sembarang impian. Impian yang mereka miliki merupakan impian yang nyata dan mudah diraih, bukan impian yang muluk-muluk. Impian dan terget yang realistis membuat seseorang lebih mudah mewujudkannya tahap demi tahap.
Cara berfikir realistis juga membuat seseorang tidak mudah putus asa menghadapi persaingan, sebab dia tahu batas kemampuannya, tahu apa saja yang mungkin untuk di raih, dan mampu melihat banyak peluang. Bila suatu terget tidak tercapai, orang realistis akan dengan mudah beralih pada target-target lain yang dipandang masih terbuka. 
8.   Lurus
Pelajar/mahasiswa sukses umumnya orang yang tidak neko-neko, tidak banyak tingkah. Pelajar dan mahasiswa yang suka berkonfrontasi, protes, demonstrasi atau aktivis pada umumnya tak terlalu sukses dalam hidupnya. Meski selama sekolah atau kuliah terlihat hebat di depan teman-temannya, kebanyakan di antara mereka justeru kurang diterima di dunia kerja. Kalaupun ada, biasanya tidak terlalu banyak. Sementara mereka yang selama studi kelihata tidak banyak tingkah justeru berhasil.
Fenomena dapat dipahami, sebab orang-orang yang dapat diterima dunia kerja biasanya adalah orang yang disukai, mudah menjalin kerja sama, dan tidak banyak protes. Keaktifan yang dibutuhkan pelajar/mahasiswa dan menjadi modal sukses adalah pengalaman berorganisasi yang konstruktif, seperti OSIS dan Pramuka yang mampu membuat seseorang belajar diterima dan dihargai, bukan belajar menentang, melawan atau membangun konfrontasi.
9.   Optimis
Optimisme adalah modal bertindak. Optimisme berarti keyakinan bahwa suatu usaha akan memberi hasil seperti harapan atau mendekati harapan. Optimisme berarti keyakinan akan hasil yang akan diraih sekalipun masih terasa samar.
Pelajar atau mahasiswa sukses adalah orang yang di dalam pikirannya terbersit keyakinan bahwa dia pasti akan menjadi sesuatu yang bernilai. Sangat boleh jadi mereka sebenarnya menyadari berbagai keterbatasan yang dimiliki, semisal keterbatasan dukungan ekonomi orang tua, tetapi dia yakin memiliki sesuatu yang membuatnya berhasil.
10.  Positif
Sikap positif adalah modal bagi mereka yang lebih suka melihat kesempatan, kekuatan, peluang dan jalan keluar terbaik. Sikap positif merupakan kebalikan sikap negatif, di mana seseorang lebih suka melihat sisi lemah, kekurangan, hambatan dan batasan-batasan.
Pelajar atau mahasiswa sukses dicirikan dengan pola pikir positif, di mana mereka mampu melihat ada sisi-sisi baik dan menguntungkan yang membantunya meraih impian. Pelajar dan mahasiswa seperti ini tidak akan mudah menyerah pada keadaan maupun tantangan yang ada di hadapannya. Sikap positif membuatnya mampu untuk selalu menemukan kekuatan mental, melihat sisi-sisi baik dan menguntungkan yang dapat dimanfaatkan untuk meraih sukses. 

Sabtu, 04 April 2015

BUDAYA BELAJAR; MAHASISWA DAN WACANA SOSIAL

Di era 80 dan 90-an, dengan mudah dijumpai kelompok-kelompok mahasiswa yang duduk melingkar di rerumputan dan di berbagai sudut kampus. Mereka berkelompok atas dasar beragam visi, orientasi, bahkan aliran pemikiran yang rajin mendiskusikan berbagai topik. 
Fenomena yang sama akhir-akhir ini semakin jarang dijumpai di berbagai perguruan tinggi di tanah air. Jumlah kelompok diskusi mahasiswa semakin kecil. Sepertinya semakin sedikit mahasiswa yang tertarik untuk mengasah daya intelektualitas mereka dengan berbagai isu sosial, politik, keagamaan, apalagi mendalami berbagai wacana pemikiran yang rumit. Pengembangan wawasan keilmuan kurang ditempatkan sebagai bagian dari kebutuhan pengembangan diri.
Mahasiswa semakin jauh dari wacana pemikiran, bahkan dengan bidang keilmuan sesuaI jurusan yang tengah mereka tempuh. Mereka lebih tertarik pada gebyar dunia yang pragmatisnya, bahkan cenderung konsumtif. Kafe-kafe di sekitar kampus yang kian ramai sepertinya lebih dibutuhkan dibanding kelompok diskusi dan pengembangan daya intelektual lainnya. Mengasah intelektualitas menjadi kegiatan yang kurang menarik minat mahasiswa. 
Mahasiswa semakin pragmatis dalam menyikapi persoalan akademik. Pola belajar mahasiswa tidak ubahnya pola belajar anak sekolah yang hanya terfokus pada usaha menyelesaikan matakuliah demi mata kuliah yang berorientasi pada pencapaian indeks prestasi akademik.
Sungguh menyesakkan dada saat bertanya perihal isu-isu pendidikan tak satupun mahasiswa yang merespon, bahkan pernah mendengarnya.    

Senin, 20 Oktober 2014

SARJANA DI PERSIMPANGAN MISTERI

Wisuda sarjana selalu diliputi kegembiraan. Setelah wisuda usai, biasanya banyak sarjana yang dipenuhi segudang tanya, akan ke mana sesudah ini? Bagi mereka yang beruntung memiliki orang tua berada, yang hanya berharap anaknya kembali ke pangkuan ayah-bunda, dan melanjutkan usaha mereka, mungkin tak ada masalah. Hidup tinggal berlanjut dengan episode magang santai di keluarga sendiri.

Bagi yang tak seberuntung itu, wisuda sarjana hanyalah kegembiraan sesaat. Sesudahnya, mereka dihadapkan pada tantangan hidup yang benar-benar nyata, lebih pelik, lebih complicated dibanding tugas kuliah.

Menjadi sarjana tak ubahnya berada di persimpangan misteri. Menikah sering menjadi solusi aman bagi wanita, tetapi bagi mereka yang terbebani tanggung jawab untuk mandiri dan meraih eksistensi banyak pilihan pelik harus dilakukan. Melanjutkan studi tidak selalu menjadi keputusan mudah. Biaya, kemampuan, juga prospeknya bagaimana akan memunculkan banyak pertimbangan. Memilih langsung kerja juga di mana tempat kerja yang mampu segera memberi pencerahan kesejahteraan. Belum lagi ketatnya persaingan hidup dan berbagai hal tak terduga selalu membayangi setiap langkah.

Satu-satunya pilihan terbaik adalah terus melangkah dengan kesungguhan, menatap hidup sebagai kenyataan, dan masa lalu hanya sebutir sejarah untuk dikenang. Kemampuan akademik bukan lagi satu-satunya andalan, bahkan kekuatan mental jauh lebih dibutuhkan.  Setiap orang akan menemukan jalan terbaik untuk dirinya sendiri. Live will find the way.

Good luck, selamat berjuang, selamat menempuh hidup yang sesungguhnya!! 

Sabtu, 18 Oktober 2014

MEMAHAMI PERASAAN

Selain panca indera, manusia dibekali dua instrumen penting sebagai software, yaitu pikiran dan perasaan. Keduanya bekerja saling terhubung merespon signal-signal yang ditangkap melalui sensor panca indera.

Sebagaimana pikiran, perasaan bahkan tak jarang memiliki ketajaman analisa melampaui kemampuan pikiran. Melalui perasaan, seseorang dapat mengetahui sesuatu tanpa perlu diberi tahu. Perasaan dapat mengerti tanpa perlu penjelasan, tanpa banyak kata-kata. Itu sebabnya, sebagian mutashowwifin lebih mengandalkan kekuatan intusi ('irfany), dan mengagungkan ilmu hudhuri.

Kepekaan perasaan dapat membuat seseorang menemukan teman, atau bahkan kekasih yang cocok dengannya. Perasaan seperti itu biasa disebut chemistery, yaitu kesesuaian signal batiniah yang memungkinkan seseorang merasa tertarik, nyaman berkomunikasi, berbagi, bekerja sama atau bahkan menjadi pasangan hidup.

Signal seperti itu sering kali tak dapat dijelaskan, dan hanya dapat dirasakan. Itu sebabnya, Mario Teguh bilang, “Bila Anda tak bisa menjelaskan mengapa Anda tertarik, merasa nyaman atau jatuh cinta pada seseorang, maka syukurilah, sebab itulah yang disebut cinta”

Kepekaan perasaan juga dapat membuat seseorang tahu apa yang dirasakan, bahkan dilakukan oleh orang lain, tanpa harus melihat langsung ataupun diberitahu, sebagai mana pepatah siirotul mar’i tumbi’u ‘an sarirotihi. Air muka, gerak-gerik atau bahasa tubuh sudah cukup untuk mengetahui suasana, isi hati bahkan yang dilakukan seseorang di belakang kita.

Cukup dari dari bahasa tubuh, kita dapat mengetahui “ada sesuatu” pada seseorang di sekitar kita, baik teman, kekasih, apalagi suami atau istri. Gambaran tersebut terlihat jelas bagi orang yang memiliki kepekaan perasaan tinggi, atau intuisi yang tajam.

Bagi kebanyakan orang, signal tersebut biasanya masih berupa gambaran yang kabur, meski signal yang ditangkap sebenarnya cukup jelas. Signal tersebut baru dapat diperjelas melalui investigasi mendalam yang ditunjang dengan fakta-fakta konkrit.

Dengan bantuan teknologi, kita juga dapat mengetahui apa yang dirasakan, dipikirkan, bahkan dilakukan oleh seseorang. Kecanggihan teknologi sendiri selalu memiliki sisi rapuh untuk dibajak (hack) atau disusupi, sehingga kita tahu dengan siapa seseorang paling sering, paling nyaman, paling antusias, paling betah dan paling mêmêl berbicara, bahkan apa yang dibicarakan dari detik ke detiknya.

Perasaan juga menduduki posisi penting sebagai penentu keberhasilan hidup, bahkan melampaui kemampuan berfikir. Setiap jenis pekerjaan membutuhkan kesiapan emosional untuk menjalaninya, berupa perasaan nyaman, minat, dan kekuatan mental lainnya. Pernikahan yang langgeng dan bahagia mengharuskan adanya perasaan terikat, percaya dan berharga. Tanpa dukungan perasaan yang memadai, pekerjaan apapun tidak akan optimal. Ikatan pernikahan akan memudar, kehilangan arti dan sangat mungkin terbuka untuk diakhiri saat perasaan pasangan tak nyaman, berjarak atau bahkan berjalan sendiri-sendiri.

Meski demikian, perasaan kurang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Manusia perlu berbicara sebagai upaya klarifikasi perasaan, yaitu memperjelas duduk persoalan, mengambil sikap dan keputusan, serta yang tak kalah pentingnya, melepaskan beban. Itu dapat dicapai bila berbicara dilakukan dengan sikap terbuka dan penuh kejujuran.

Masalahnya, hal-hal yang berkaitan dengan perasaan selalu membuat seseorang sensitif bahkan meningkat egonya. Sensitifnya urusan perasaan membuat orang enggan berbicara apa adanya, dan memilih memanipulasi, memperhalus, atau malah menutup-nutupi gambaran perasaan yang sesungguhnya. Sensitifnya ego membuat seseorang engggan berbicara tentang sesuatu yang membuat dirinya berada pada posisi sebagai pihak yang dipersalahkan, dipermalukan atau jatuh harga dirinya.

Karena itu, berbicara sesuai gambaran perasaannya harus ditunjang dengan kerendahan hati, kesediaan untuk saling mendengarkan serta saling menghargai. Seburuk apapun, sebuah kenyataan yang diperoleh melalui keterbukaan jauh lebih baik dibanding ketertutupan.

Mengapa Jokowi Diserang Habis-habisan?

Irfan Tamwifi Pensiun dari jabatan presiden, tidak membuat Jokowi terbebas dari berbagai serangan politik seperti yang dihadapinya menjelang...