Jumat, 27 Agustus 2010

TIPE-TIPE GURU

Guru adalah instrumen utama sekolah. Kualitas pembelajaran serta profesional tidaknya layanan pendidikan ditentukan oleh kualitas guru.

Perlu disadari bahwa tidak semua guru memiliki kualitas sebagai guru. Faktanya, ada orang yang menjadi guru karena memang memiliki mentalitas guru, tapi ada juga yang hanya karena “nasib” saja yang membuatnya menjadi guru. Kualitas guru dapat ditelusuri berdasarkan:

1. Kompetensinya, yakni keahliannya mengelola pembelajaran, mulai dari perencanaan hingga evaluasi.

2. Orientasinya pada

kepuasan kerja, yakni kemauan dan rasa tanggung jawab untuk membuat siswa berhasil.

Secara sederhana, tipe guru dapat dipetakan ke dalam bagan berikut.

1. Tipe Profesional

Ini adalah tipe guru terbaik yang diharapkan ada pada tiap sekolah. Guru ideal dituntut memiliki keahlian (kompetensi) mengajar tinggi, mulai dari perencanaan hingga evaluasi.

Guru tersebut juga memiliki sikap mental dan moralitas yang penuh tanggung jawab. Dia memiliki hasrat kuat dan rasa tanggung jawab tinggi untuk membuat anak didik berhasil. Di antara ciri-ciri guru tipe ini adalah:

a. Biasa mempersiapkan disain, berbagai instrumen dan bahan pembelajaran tanpa diminta, karena menganggapnya sebagai kebutuhan.

b. Aktif mencari dan mengembang-kan bahan-bahan pembelajaran sendiri.

c. Aktif mencari cara agar seluruh anak didiknya berhasil.

d. Sering menjadikan masalah pembelajaran dan siswa sebagai topik pembicaraan.

e. Aktif mengevaluasi kinerjanya sendiri agar kualitas pembela-jarannya meningkat.

f. Berusaha menjadi contoh dan pembimbing terbaik bagi siswa.

g. Keberhasilan mengajar tinggi.

1) Dia malu/tidak puas bila anak didiknya belum berhasil.

2) Dia terus berusaha mencari cara agar siswanya berhasil mencapai kompetensi.

h. Lebih suka berkumpul dengan siswa dibanding guru sehingga:

1) Mempunyai kedekatan dan pengaruh kuat pada siswa.

2) Sering menjadi idola siswa.

2. Tipe Potensial/Pembelajar

Ini tipe guru minimal yang diharapkan setiap sekolah. Mereka guru baru atau lama yang memiliki kemauan dan tanggung jawab tinggi untuk membuat siswanya berhasil, meski kompetensinya belum optimal. Guru tipe ini dicirikan dengan:

a. Menyadari fungsi perencanaan, instrumen dan bahan ajar, tetapi masih kesulitan menyusun dan mengembangkannya.

b. Belum benar-benar percaya diri, tetapi tak segan bertanya/belajar pada sejawat atau atasan bila ada masalah yang belum dia kuasai.

c. Tidak segan bertanya/belajar agar seluruh anak didiknya berhasil.

d. Banyak membahas masalah pembelajaran dan siswa sebagai topik pembicaraan.

e. Suka mengevaluasi kinerja sendiri, dan terbuka pada kritik, saran dan masukan orang lain.

f. Berusaha menjadi contoh dan pembimbing terbaik bagi siswa.

g. Keberhasilan mengajar tinggi.

1) Dia malu atau takut bila anak didiknya belum berhasil.

2) Dia terus berusaha dan tidak berhenti mencari cara agar siswanya berhasil mencapai kompetensi.

Meski demikian, kadang dia masih gugup bila menghadapi komplain oleh wali murid.

h. Selama jam sekolah lebih suka berkumpul dengan siswa dibanding guru sehingga:

1) Mempunyai kedekatan dan pengaruh kuat pada siswa.

2) Potensial jadi idola siswa.

3. Tipe Sinis

Ini adalah tipe guru yang buruk, tetapi banyak dijumpai di sekolah. Tipe ini memiliki cukup kepercayaan diri karena cukup lama mengajar.

Meski begitu, kualitas pembelajaran-nya tidak cukup baik, karena tipe ini kurang fokus pada keberhasilan siswa. Dia kurang memiliki rasa tanggung jawab, hingga kurang peduli apakah siswanya berhasil atau tidak. Di antara karakteristik guru tipe ini:

a. Meski mampu, dia enggan mempersiapkan instrumen dan bahan pembelajaran, karena menganggap itu sebagai beban.

b. Kompetensinya tidak berkem-bang, karena enggan mencari dan mengembangkan diri.

c. Enggan berusaha agar siswa berhasil, tidak berorientasi pada kepuasan kerja, dan perhitungan.

1) Biasa bilang Dibayar berapa? atau Ada tambahan berapa?

2) Menyikapi tugas sebagai beban kwajiban dan suka menghindari tugas sekolah.

3) Suka beralasan repot bila imbalan tidak memadai.

4) Kaya alasan untuk membe-narkan diri sendiri.

d. Jarang membicarakan masalah pembelajaran dan siswa sebagai topik pembicaraan.

1) Fokus perhatiannya bukan pada kualitas kerja.

2) Akrab dengan pembicaraan negatif, kasak-kusuk dan tidak jarang yang berbau sinisme dan permusuhan.

e. Tidak peduli pada kinerja sendiri.

1) Malas bekerja bila tidak ada atasan atau tidak dimandori.

2) Hanya aktif bila ada maunya, seperti kalau ada promosi atau takut kena sanksi.

f. Tidak peduli apakah sikap dan perilakunya layak menjadi contoh bagi siswa atau tidak.

g. Keberhasilan mengajar rendah.

1) Keberhasilan siswa/kepuasan wali murid bukan tujuan.

2) Tidak malu dan tidak peduli meski ada anak didiknya yang belum berhasil.

3) Hanya bekerja keras bila ada imbalan materi yang sepadan.

4) Tidak disiplin, tidak sungguh-sungguh dan lebih suka santai dalam mengajar.

h. Lebih suka berkumpul dengan guru dibanding siswa, sehingga:

1) Kalau bukan guru galak pasti nyantai dan cuek pada siswa.

2) Berusaha dekat dengan siswa bila perlu pengakuan.

3) Karakter anak didik tidak konstruktif.

4) Biang gosip di sekolah.

4. Tipe Drop-Out

Ini adalah tipe guru terburuk, tetapi kadang ada juga sekolah bernasib apes karena punya guru semacam ini. Guru tipe ini tidak punya kemampuan pembelajaran memadai. Dia juga tidak peduli apakah hasil pembelaja-rannya baik atau tidak.

Lebih tragis lagi, dia juga sulit belajar (dhêdêl), sehingga sulit dikembangkan kemampuannya. Singkatnya, tipe ini adalah guru bodoh dan bermental buruk, yang di antara ciri-cirinya:

a. Mengeluh bila diminta menyusun disain dan instrumen pembela-jaran, karena dia tidak menyadari itu sebagai kebutuhan guru.

b. Kompetensi tidak berkembang:

1) Keahlian keguruan rendah.

2) Sulit memahami dan mudah bingung bila dihadapkan pada konsep baru.

c. Tidak berusaha keras agar siswa berhasil. Selain tidak berorientasi pada kepuasan kerja, dia tidak menyadari kekurangan.

d. Jarang membicarakan pembela-jaran dan siswa sebagai topik pembicaraan, karena:

1) Visi pendidikannya lemah.

2) Tidak berpendirian, mudah terpengaruh orang lain.

3) Emosional dan kemampuan berfikir rasionalnya rendah.

4) Kadang mudah tersinggung.

e. Tidak peduli pada kinerja sendiri.

1) Kurang mampu mengajar.

2) Tidak disiplin.

3) Kadang perhitungan, tanpa menyadari bahwa itu artinya dia minta agar orang lain menghargai kebodohannya.

f. Tidak tahu sikap dan perilakunya layak jadi contoh siswa atau tidak.

g. Hasil pembelajaran rendah, tetapi bersikap santai seolah tidak ada masalah, karena:

1) Keberhasilan siswa dan kepu-asan wali murid bukan tujuan.

2) Tidak malu dan tidak peduli meski ada anak didiknya yang belum berhasil.

3) Hanya bekerja keras bila ada imbalan materi yang sepadan.

h. Suka berkumpul baik dengan guru maupun siswa pada jam sekolah.

1) Lebih mudah akrab dengan guru sinis dari pada guru potensial atau profesional.

2) Mudah terpengaruh dan menjadi pengukut setia guru tipe sinis.

3) Perilaku anak didik tidak konstruktif, karena tidak punya pretensi mendidik.

Tipe manakah Anda???????

Selasa, 18 Mei 2010

TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN SEKOLAH

-->
Kualitas sekolah pertama-tama ditentukan oleh faktor pemimpin. Pimpinan sekolah terdiri dari dinas pendidikan, yayasan, kepala sekolah dan komite sekolah.
Ibarat tubuh manusia, pemimpin adalah otaknya. Otak adalah bagian utama yang membuat seluruh organ tubuh berfungsi. Otak memungkinkan seluruh tubuh melakukan suatu pekerjaan, menghasilkan sesuatu atau mencapai suatu tujuan sesuai ide sang otak. Bahkan selagi otak berfungsi dengan baik, seseorang dapat bepergian ke mana saja meski tidak memiliki tangan dan kaki.
Sebagaimana otak manusia yang dipilahkan ke dalam tipe genius, cerdas, normal dan bawah normal, kualitas pimpinan sebagai “otak sekolah” juga beragam. Ada pemimpin sekolah yang cerdas, kreatif, dan penuh tanggung jawab, tapi ada pula yang kurang kreatif, kurang cerdas dan kurang bertanggung jawab.
Pemimpin bertugas untuk membimbing dan mengarahkan bawahan agar bekerja sesuai tujuan sekolah. Oleh karena itu, pemimpin sekolah dituntut memiliki keberanian dan kemampuan menggerakkan bawahan, siswa dan wali murid agar arahan dan instruksinya didengar dan dilaksanakan.
Secara sederhana, tipe kemepimpinan sekolah dapat dipetakan sebagaimana bagan berikut.


-->
1. Tipe Tim Leader/Pemimpin Profesional
Ini adalah tipe paling ideal. Pemimpin tipe ini fokus pada tujuan sekolah dan mampu menjalin hubungan baik dengan seluruh stake holder sekolah.
Team Leader sekolah haruslah orang yang paling paham tujuan, cara dan langkah-langkah mencapai target program dan target kerja secara terprogram, mensupervisi dan mengevaluasi, serta mempertanggung jawabkannya dalam bentuk laporan kerja.
Melalui seperangkat program kerja, tim leader berani dan mampu mengendalikan dan mengarahkan guru, pegawai, siswa dan wali murid untuk mencapai tujuan sekolah.
Kemampuannya menjalin hubungan baik dengan bawahan dan seluruh stake holder memungkinkan kerjasama yang kompak dan penuh kesadaran. Tipe ini mirip pola kepemimpinan tim sepak bola. Setiap tim biasanya memiliki kapten yang bertugas pengatur tim. Sebagai pemimpin, kapten sepak bola juga turut bermain dengan baik.
Karakteristik dan pola kepemimpinan team leader di sekolah adalah sebagai berikut.
a. Team leader adalah guru terbaik di sekolah. Dia mampu memberikan contoh terbaik bagaimana menyusun program, rencana pembelajaran berikut instrumen yang diperlukan. Dia juga paling mampu memberi contoh pembelajaran terbaik.
b. Kelebihan itu memungkinkannya mampu mensupervisi dan mengevaluasi kinerja bawahannya.
c. Hubungan baik dan kesamaan pandangan memungkinkan semua orang bekerja sama secara kompak.
d. Dia juga harus memiliki kelebihan lain, terutama dalam hal kepemimpinan, managemen dan administrasi, sehingga mampu mengendalikan pengelolaan sekolah sesuai garis kebijakan dan tujuan yang ditetapkan.
Tipe ini memerlukan kesamaan pandangan, kemampuan dan semangat juang seluruh tim, sehingga tugas dapat dibagi merata.
2. Tipe Pemimpin Idealis
Ini adalah tipe paling umum. Pemimpin idealis adalah orang yang fokus pada tujuan, hingga kadang kurang menjalin hubungan baik dengan semua komponen sekolah.
Kepemimpinan tipe idealis merupakan yang paling umum di sekolah-sekolah rintisan yang maju. Mereka mampu mencapai hasil bahkan lebih baik dari tipe tim leader.
Fokus pada tujuan menjadikan guru dan pegawai harus bekerja keras. Akibatnya, mereka kadang merasa berat dan tertekan ketika berada di bawah pemimpin idealis yang sarat dengan target kerja betapaun kondisi dan kemampuan bawahannya.
Tipe ini mengacu pada tipe kepemimpinan birokrasi, militer dan perusahaan yang dihadapkan pada target kerja yang ketat. Tipe ini cocok untuk sekolah rintisan atau sedang bermasalah. Pemimpin yang tegas diperlukan ketika berhadapan dengan situasi yang tidak solid, tidak efektif atau terancam.
3. Tipe Nyantai
Ini adalah tipe kepemimpinan yang buruk dan paling umum terjadi di sekolah-sekolah pedesaan. Kepala sekolah memiliki jalinan hubungan baik dengan bawahan, siswa dan wali murid tetapi bukan dalam konteks memuluskan tercapainya tujuan sekolah.
Kepala sekolah semacam ini biasanya paling disukai bawahan. Meski tidak efektif, suasana sekolah biasa terasa kompak, karena hubungan baik tersebut lebih menonjol dari segi hubungan pertemanan, bukan relasi profesional.
Ciri paling umum dari tipe kepala sekolah ini adalah:
a. Guru paling berpengaruh di sekolah karena kemampuan berkomunikasinya, meski sebenarnya bukan guru terbaik. Penguasaan konsep kerja sepenggal-penggal, tapi banyak berbicara meski sebenarnya tidak fokus.
b. Penguasaan managemen, administrasi, dan didaktik-metodik rendah, bahkan di bawah guru kebanyakan. Akibatnya, dia tidak mampu melaksanakan tugas-tugas supervisi, evaluasi, apalagi membimbing guru yang lain.
c. Kualitas kepemimpinan (leadership) rendah dan instan, sehingga disertai dengan terjadi kepemimpinan terbalik. Kepala sekolah justeru segan dan tidak berani memberi instruksi pada bawahan, padahal seharusnya bawahan yang segan kepadanya.
d. Kemampuan berinteraksi dengan guru, siswa dan wali murid sangat baik, hingga sering kali mampu menutupi kelemahan sekolah.
e. Managemen sekolah kurang efisien, karena suka mengadakan kegiatan yang berskala massive.
Sudah barang tentu kepemimpinan seperti ini tidak efektif. Arah program dan kualitas pembelajaran di sekolah tidak akan terfokus pada tujuan yang seharusnya ditetapkan dengan cermat.
Meski demikian, tipe kepemimpinan seperti ini bukan tidak ada gunanya. Kepemimpinan semacam ini biasanya dibutuhkan untuk kepentingan jangka pendek. Para pemimpin semacam ini biasanya dibutuhkan oleh para politisi, tapi bukan sekolahan.
Mereka mampu memobilisasi massa, seperti menggerakkan demonstrasi atau dukung mendukung pejabat. Pada tingkat tertentu mereka mampu memanipulasi emosi banyak orang hingga tanpa berfikir panjang tergerak mendukung atau menentang sesuatu.
4. Tipe Gambar/Simbul
Ini adalah tipe kepemimpinan paling buruk, tetapi banyak juga sekolah yang dipimpin oleh pemimpin semacam ini. Pemimpin hanya berperan sebagai gambar/simbul.
Keberadaannya seolah hanya sebagai syarat kelengkapan saja. Kepemimpinan semacam ini dapat dijumpai pada pemimpin sekolah dengan ciri-ciri:
a. Jarang berbicara mengenai urusan riil di sekolah, karena tidak memiliki konsep pengelolaan sekolah (zero vision) dan fokus pemikirannya tidak ke sekolah.
b. Yang paling banyak dikerjakan biasanya hanya tanda tangan, karena secara riil tidak menguasai tugasnya, baik edukatif, managerial hingga administratif.
c. Pada dasarnya dia lebih nyaman berada di luar sekolah, dan merasa kurang hidup saat berada di sekolah.
d. Cenderung pasrah dan biasa mewakilkan tugas sepenuhnya pada orang lain.
e. Suka menghindari supervisi, evaluasi dan kurang suka ikut pelatihan (managamen, administrasi dan pembelajaran).
f. Kurang suka melakukan rapat dan evaluasi dengan guru, pegawai maupun stake holder sekolah yang lain, karena tidak tahu apa yang harus dibahas.
g. Jarang berinteraksi dengan siswa secara langsung, karena visi edukatifnya lemah.
h. Menunda-nunda pekerjaan, mencari-cari alasan, menyalahkan situasi, aturan atau orang lain karena pada dasarnya tidak mampu melaksanakan tugas, juga tidak berani mengatasi keadaan.
Sudah pasti, ini bukan tipe pemimpin ideal, sebab pada dasarnya pemimpin semacam ini adalah orang yang tidak siap memimpin.
Secara mental, mereka tidak kemampuan dan keberanian seorang pemimpin. Selain tidak efektif, pemimpin gambar menjadikan suasana sekolah cenderung tidak kondusif.

(Disadur dari bahan Pelatihan MBS LAPIS PGMI/AUSAID)

Senin, 22 Maret 2010

PERINGATAN PERTAMA

Selama lima belas tahun menjadi dosen, belum pernah sekalipun aku memperingatkan mahasiswa baik soal disiplin kehadiran, berpakaian ataupun ketertiban dalam mengikuti kegiatan perkuliahan. Setiap kali ada mahasiswa terlambat hadir di kelas, kuliah hanya mengenakan kaos atau sandal jepit, aku tidak pernah menganggapnya sebagai peristiwa yang istimewa. Aku selalu mengaca pada diriku sendiri saat jadi mahasiswa dulu, yang kurang lebih sama dengan mereka.

Hari ini, Senin 22 Maret 2010, adalah hari pertamaku masuk kelas Pembelajaran Bahasa Inggris. Ini pertama kalinya aku memegang matakuliah ini. Sejak pertama kali menjadi dosen, aku selalu menghidar untuk mengajarkan matakuliah bahasa asing. Tentu saja bukan karena aku tidak menguasainya, melainkan karena sedikit ego akademik.Orang-orang seperti aku biasanya merasa kurang respek, kurang bergengsilah bila mengajarkan mata kuliah bahasa. Kesannya kurang tertantang, seperti jadi guru sekolah/madrasah saja, bukan dosen.

Sejak perubahan formasi dosen, di mana aku ditempatkan di program sudi PGMI, aku tidak dapat menghindar lagi dari keharusan mengajarkan materi-materi kuliah semacam mata kuliah bahasa asing. Aku bahkan menyadari harus menyesuaikan diri dengan suasana akademik bagi para calon guru sekolah dasar atau Madrasah ibtida’iyah tersebut. Kesan angker dan intelek harus kusisihkan jauh-jauh dari suasana perkuliahan, dengan harapan mahasiswaku kelak juga akan terbiasa membangun suasana rileks dalam mengelola pembelajaran.

Setelah beberapa kesan santai kumulai, ada satu mahasiswa, sebut saja Fulan, yang kelihatan sama sekali tidak respek dengan kegiatan yang aku bangun. Bahkan saat yel kelas berulangkali dikumandangkan, dia sama sekali tidak merespon. Dia terus berbicara, bercanda dan mengganggu mahasiswa lain, tanpa mempedulikan apapun yang aku sampaikan.

Meski ini perkuliahan pembuka yang hanya menyampaikan hal-hal umum dan contoh-contoh kasus, aku mencoba membawa mahasiswa pada analisis sederhana mengenai beberapa model pembelajaran bahasa asing. Di antara yang aku kemukakan adalah contoh pembelajaran bahasa asing melalui lagu.

Ketika aku memberikan contoh lagu dan maknanya bagi pembelajaran bahasa Inggris di MI, aku bertanya pada mahasiswa mengenai nilai edukatif minimal dalam pembelajaran lagu. Mengingat saat bertanya si Fulan bercanda sangat keras, pertanyaan langsung kutujukan kepadanya. “Apa yang didapat siswa, mas?”

Kontan dia tergagap dan menjawab sekenanya, “A, pak” Sebuah jawaban ngawur dan melecehkan. Mungkin maunya membuat lelucon, tetapi dengan cara melecehkanku. Langsung saja aku katakan padanya, “Anda boleh keluar dari kelas saya kalau anda mau.... silakan..., bla… bla… bla…”

Aku tak peduli apapun alasannya, yang jelas dia hanya merespon sekenanya dan mengada-ada. Akhirnya sekalian aku tegaskan, bahwa siapapun boleh tidak ikut di kelasku, bila tidak merasanya nyaman dengan perkuliahanku. Dia bisa mengambil kuliah pada dosen lain atau minta nilai C saja tanpa perlu kuliah.

Sejak pertama kali jadi dosen, ini pertama kalinya aku memperingatkan mahasiswa dengan nada sedikit tegas. Ini juga pertama kalinya ada mahasiswa yang meremehkan kelasku. Aku tak tahu apa yang mereka pikirkan dengan tindakanku. Aku sendiri tak nyaman harus melakukannya, karena pernah berfikir akan mengingatkan mahasiswa dengan cara ini.

Aku sama sekali tidak membencinya, meski terasa berbeda karena ini pertama kalinya aku memberi peringatan. Lagi pula sebenarnya sudah kwajibanku sebagai pengajar untuk mengingatkan mereka. Out of all, aku berharap dapat membangun suasana perkuliahan yang sedikit berbeda, rileks seperti mengajar sekolah dasar, agar kelak mereka juga dapat melakukan hal yang sama dan lebih efektif saat jadi guru sesungguhnya. Dan aku harap, ini yang terburuk yang pernah kulakukan pada mahasiswa saat kuliah di kelas.

Mengapa Jokowi Diserang Habis-habisan?

Irfan Tamwifi Pensiun dari jabatan presiden, tidak membuat Jokowi terbebas dari berbagai serangan politik seperti yang dihadapinya menjelang...