TRANSLATE

Kamis, 08 Desember 2011

TIPE-TIPE ENTERPRENEURSHIP KEPALA SEKOLAH

Kemampuan dan pola enterpreneurship kepala sekolah dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Kategori tersebut sangat boleh jadi menunjukkan tingkatan, tetapi tidak selalu demikian. Kategori enterpreneurship sebagai tingkatan berarti kemampuan kewirausahaan kepala sekolah masih dalam proses,  yang dimulai dengan cara meniru hingga kemudian mencapai tahap enterpreneurship dengan inovasi-inovasi yang mandiri.
Kategorisasi enterpreneurship kepala sekolah kurang lebih sama dengan enterpreneurship yang berkembang di dunia usaha. Dengan meminjam konsep enterpreneurship Winardi yang dimuat dalam Digilib Petra Christian University, tipe-tipe enterpreneurship kepala sekolah kurang lebih dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kategori. Kelimanya adalah enterpreneurship imitatif, inovatif, fabian, drone enterpreneurship dan paratistik.

Enterpreneurship Imitatif
Kemampuan kewirausahaan kepala sekolah kadang ditunjukkan dengan cara meniru (imitasi) hasil inovasi orang lain. Pola enterpreneurship ini merupakan yang paling umum terjadi, terutama pada fase-fase awal dimulainya inovasi-inivasi dalam pengelolaan sekolah.
Ketika pemimpin sekolah, baik kepala sekolah, pengurus yayasan atau lembaga penyelenggara pendidikan berniat mengembangkan sekolahnya, mereka umumnya belajar dari sekolah lain. Usaha pertama yang biasanya dilakukan adalah dengan cara studi banding ke sekolah-sekolah yang dijadikan model ideal. Selanjutnya mereka berusaha meniru aspek-aspek tertentu dalam rangka mengembangkan aspek-aspek pengelolaan di sekolahnya.
Sekalipun bersifat peniruan, tetapi tidak semua kepala sekolah mampu melakukannya. Kemampuan meniru sekolah lain tidak selalu mudah dilakukan. Peniruan sesederhana apapun ditentukan oleh kemauan dan cara pandang kepala sekolah dan guru-guru untuk berubah dan mengembangkan diri sesuai sekolah yang ditiru.
Faktanya, banyak kepala sekolah dan guru yang pulang dengan tangan hampa setelah studi banding ke sekolah lain. Studi banding seringkali hanya bermakna sebagai rekreasi semata. Mereka tidak tergerak untuk mengubah atau mengembangkan pola pengelolaan sekolah dan pembelajaran meski melihat sekolah lain lebih baik dan layak dicontoh.
Ketidakmampuan meniru bahkan seringkali mewarnai kegiatan studi banding. Di antaranya adalah munculnya ungkapan-ungkapan minor seperti "Ah..., itu kan sekolah di kota. sekolah kita kan di desa?" atau "Alah..., model itu diterapkan di sekolah itu karena mereka punya banyak dana", dan ungkapan-ungkapan sejenis. Ungkapan tersebut memperlihatkan ketidakberdayaan atau keenggana untuk berubah.  
Singkatnya, meniru sekolah lain tidak selalu mudah dilakukan, karena perbedaan kondisi di setiap sekolah selalu membutuhkan inovasi dan penyesuaian-penyesuaian. Mereka yang tidak siap akan cenderung tidak mampu mengadaptasikan kebijakan sekolah lain di sekolahnya sendiri.
Enterpreneurship Inovatif
Ini merupakan tipe enterpreneurship paling baik, di mana dengan melihat potensi sekolah, kepala sekolah mampu mengembangkan ide dan kreasi secara mandiri. Enterpreneurshi semacam ini biasa dilakukan oleh para kepala sekolah yang kaya ide dan informasi. Mereka rajin bereksperimen dan menawarkan perubahan-perubahan secara atraktif, di luar yang dilakukan oleh kepala sekolah pada umumnya.
Kepala sekolah tipe ini umumnya berbeda dari kepala sekolah kebanyakan. Ide-ide mereka tidak selalu dipahami dan diterima oleh kebanyakan orang, tetapi kekuatan visi dan keyakinannya terhadap ide-ide brilian menjadikan mereka terpercaya dan mampu mengembangkan berbagai inovasi demi kemajuan sekolah.
Enterpreneurship Fabian
Enterpreneurship ini dicirikan dengan kecenderungan melakukan berbagai kreasi dan inovasi,  tetapi masih diliputi dengan ketidakmantapan dalam melangkah. Berbagai kreasi dan inovasi dilakukan dengan kurang terhayati. Hal ini terutama terjadi bilamana kreasi dan inovasi kepala sekolah merupakan jenis peniruan (imitasi) yang kurang ditunjang kematangan konsep.
Drone Enterpreneurship
Ini merupakan tipe enterpreneurship yang dipenuhi keraguan yang lebih besar hingga meningkat pada penolakan. Kreasi dan inovasi batal dilakukan karena pemimpin sekolah lebih memilik sikap dan pola pikir yang terlalu skeptis terhadap ide-ide kreatif dan inovatif.
Kepala sekolah lebih memilih bertahan dengan konsep dan pola kerja lama karena tidak melihat perubahan akan segera memberikan hasil signifikan. Mereka bertahan dengan pola kerja lama sekalipun pada akhirnya kalah bersaing dari sekolah lain. Di antara contohnya, kepala sekolah enggan menerapkan metode atau media terbaru karena tidak yakin hasilnya akan lebih baik. Biasanya muncul ungkapan-ungkapan skeptis seperti, "Alah... metode apapun sama saja, tidak akan ada perubahan berarti" atau "Kita tidak usah ikut-ikutan sekolah lain, karena perubahan seperti itu tidak mungkin  menghasilkan kualitas pendidikan yang lebih baik.
Enterpreneurship Paratistik
Ini merupakan tipe enterpreneurship tambahan. Tipe ini dicirikan dengan kecenderungan negatif dalam melakukan kreasi dan inovasi. Tipe ini kadang juga muncul di sebagian kepala sekolah yang lebih berorientasi pada keuntungan jangka pendek bagi sekolah ataupun pribadi tanpa memperhitungkan halal-haram.
Di antara contoh enterpreneurship tipe ini adalah usaha kepala sekolah menyiasati UN atau UNAS dengan beragam cara, seperti membeli bocoran soal, menyuap pengawas, atau modus-modus lainnya. Mereka lebih memilih jalan pintas untuk mengatasi keadaan sulit, sekalipun melanggar hukum dan nilai-nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi dalam pendidikan. 

3 komentar:

Ahmad Budi Wirawan mengatakan...

Sebagai keturunan langsung orang Banjarsari saya senang membaca blog anda, yang sama-sama aktif di bidang pendidikan. Sejak ditinggal kedua mertuaku pundah ketua yayasan jatuh pada suamiku sebagai Ketua Yayasan Islami yang mempunyai pendidikan dari tingkat Paud sd. SMK. Yayasan kami bukan profit oriented, alhamdulillah smpai sekarang tetap eksis. Sebagai pembina saya sering saya harus " ngelus dada" melihat nasib para guru pendidik kami terutama guru2 Paud dan RA. Alhamdulillah karena dedikasi yang tinggilah mengikat mereka tetap setia pada profesinya. Seperti yang tulis di kompasian.com : http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/26/gaji-guru-anakku-seperempat-bayaran-pembantuku/
Salam untuk anda

kiki mengatakan...

www.kompasiana.com/kiki.wulandari

Kampus Pendidikan mengatakan...

Mas Ahmad Budi Wirawan, pasti saudaranya mas Ahmad Budi Nugroho (mas Kethut) dan pak Ahmad Budi Susilo (pak Sus), nggih?