TRANSLATE

Sabtu, 26 November 2011

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH: ENTERPRENEURSHIP

Enterpreneurship merupakan salah satu kompetensi yang perlu dimiliki oleh kepala sekolah. Dengan kompetensi tersebut kepala sekolah tidak hanya dituntut berjiwa pendidik, melainkan juga memiliki jiwa kewirausahaan, yaitu daya kreatif dalam membaca dan memanfaatkan peluang sehingga mampu mengambil keuntungan. 
Istilah enterpreneurship memiliki konotasi berbeda bagi kebanyakan orang. Di antara pengertian dari istilah yang berasal dari bahasa Perancil tersebut adalah daya kreatif untuk mengembangkan visi, ide dan solusi, serta keberanian mengambil resiko demi memanfaatkan peluang, memperoleh keuntungan dan kepuasan.
Seorang enterpreneur merupakan pribadi yang kreatif dan dinamis. Mereka memiliki visi yang kuat, mampu merespon perubahan dengan kreasi-kreasi positif, unik dan menguntungkan. Mereka mampu merealisasikan ide kreatif ke dalam realitas.

Tuntutan kompetensi enterpreneurship dalam pendidikan terdengar paradoks mengingat, pertama, pendidikan merupakan kegiatan sosial yang bersifat nirlaba. Sedangkan enterpreneurship lebih dekat dengan dunia usaha bidang perekonomian yang berorientasi pada profit, laba, atau keuntungan materi.
Kedua, kepala sekolah ideal adalah guru terbaik di sekolah. Padahal profesi guru identik dengan pegawai, yaitu orang yang dengan modalitas akademik dan kemampuan profesionalnya bekerja pada pihak lain. Seseorang yang memilih guru atau pengajar sebagai profesi boleh dibilang menyiapkan diri menjadi orang yang dibayar untuk bekerja oleh orang lain. 
Sebaliknya, seorang enterpreneur justeru pribadi yang berkarakter sebaliknya. Enterpreneur adalah orang yang memilih jalan kemandirian, bahkan cenderung "memanfaatkan" tenaga dan keahlian orang lain untuk meraup keuntungan.
Kompetensi enterpreneurship dibutuhkan oleh seorang kepala sekolah bukan dalam kapasitasnya sebagai guru, pengajar, melainkan karena posisinya sebagai manager sekolah. Sekalipun bersifat nirlaba, karakter pengelolaan sekolah kontemporer tidak ubahnya sebuah usaha jasa. Sekolah, apalagi swasta, harus mampu menunjukkan daya saingnya di hadapan sekolah lain agar diminati oleh masyarakat.
Faktanya, pengelolaan sekolah saat ini juga dihadapkan pada meningkatnya persaingan yang semakin ketat. Setiap sekolah dituntut untuk mampu memberikan "kepuasan konsumen" melalui kualitas pendidikan dan pelayanan terbaik. Kualitas layanan yang diberikan sekolah menentukan seberapa besar respon masyarakat pada keberadaan sekolah tersebut.
Keharusan tersebut terasa lebih menonjol bagi sekolah-sekolah swasta yang hidup dan masa depannya ditentukan oleh seberapa tinggi respon masyarakat. Apalagi Seiring penurunan laju pertumbuhan penduduk, banyak sekolah di beberapa daerah harus bersaing hidup. Di berbagai daerah di Indonesia, banyak sekolah swasta ditutup karena sepi peminat.
Hal yang sama dialami sebagian sekolah negeri tingkat dasar, SD dan MI, yang juga dengan terpaksa  dimerger dengan sekolah lain. Merger sekolah bagi guru dan pengelola sekolah negeri, barangkali bukan masalah, karena mereka tetap digaji negara. Meski demikian, bagi sebagian pengelola sekolah negeri persaingan merebut kepercayaan masyarakat bermakna pertaruhan harga diri pengelolanya.
Itulah barangkali dia antara penyebab kompetensi enterpreneurship dibutuhkan oleh kepala sekolah. Sebagai lembaga sosial yang bergerak di bidang jasa pendidikan, kepala sekolah diharuskan mampu berperan sebagai manager. Kompetensi enterpreneurship diperlukan akibat kebutuhan dalam konteks kebutuhan akan peningkatan kualitas managemen sekolah.
Kepala sekolah dituntut mampu merespon dinamika sosial, merancang sistem pengelolaan sekolah yang efektif dan efisien, yang pada gilirannya mampu mempertahankan kepercayaan masyarakat pada institusinya. Apalagi pemerintah memberlakukan managemen berbasis sekolah (MBS), yang menuntut kepala sekolah mampu memimpin dan mengelola sekolah secara efektif.
Kepala sekolah yang enterpreneur diharapkan mampu berperan layaknya manager perusahaan, yang pola pikir dan cara kerjanya memenuh serangkaian proses enterpreneurship, yaitu:
1.   Merespon Peluang
Kepala sekolah memiliki kejelian dalam membaca realitas yang ada di sekolah maupun lingkungan sekitarnya. Mereka merespon berbagai situasi yang dihadapi secara dan menemukan berbagai peluang yang mungkin  dimanfaatkan untuk memajukan sekolah.
2.   Membagun Rencana dan Disain Kerja
Kepala sekolah dengan daya pikirnya. Mereka tidak mengandalkan prosedur dan mekanisme kerja konvensional, apalagi asal jalan. Sebelum bekerja, mereka akan terlebih dahulu mendisain secara cermat apa saja yang akan dilakukan. Mereka menggunakan perhitungan matang dan membangun rencana tahap demi tahap untuk mencapai tujuan dengan mempertimbangkan berbagai resiko.
3.   Pemanfaatan Sumber Daya Secara Bijak dan Kreatif
Kepala sekolah berjiwa enterpreneur tidak terikat oleh keadaan ideal, ketersediaan dana, tenaga dan berbagai infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah. Mereka mampu memanfaatkan sumber daya apa saja yang dimiliki demi meraih sukses.
4.   Mengandalkan Kekuatan Managemen
Kepala sekolah berjiwa enterpreneur bekerja dengan mengandalkan mekanisme organisasi yang efektif. Mereka bukan bekerja sendiri, tetapi mampu membuat orang lain bekerja untuk membantunya mencapai tujuan sekolah.
Dengan kompetensi enterpreneurship yang baik pada kepala sekaolah, bukan mustahil pengelolaan sekolah yang baik akan mendatangkan keuntungan finansial dan kesejahteraan baik bagi guru, kepala sekolah maupun "pemilik" lembaga pendidikan. Hal demikian sebagian sudah cukup dirasakan oleh sebagian pengelola swasta yang dengan berbagai kreasinya mampu menarik minat dan kepecayaan yang besar dari masyarakat.
Persaoalannya, sistem pengelolaan pendidikan masih dihadapkan pada dilema untuk dilengkapi dengan cara-cara kerja enterpreneurship. Sekolah selalu dihadapkan pada keharusan untuk berbiaya rendah, bahkan gratis sama sekali, dan kebutuhan untuk berkembang yang sudah pasti membutuhkan dukungan dana. Belum lagi sorotan berlebihan pada pengelola sekolah seringkali menyurutkan nyali para guru dan kepala sekolah untuk bersusah payah mengelola sekolah secara kreatif.
Singkatnya, untuk apa mereka harus kreatif, bila bekerja kreatif dan tidak digaji sama? Kalau saja ada kepala sekolah yang mampu bekerja layaknya seorang enterpreneur, bukan mustahil mereka akan memilih membuka usaha bidang lain yang jelas keuntungannya tanpa direpotkan oleh kerewelan banyak pihak.

Tidak ada komentar: