TRANSLATE

Sabtu, 18 Oktober 2014

MEMAHAMI PERASAAN

Selain panca indera, manusia dibekali dua instrumen penting sebagai software, yaitu pikiran dan perasaan. Keduanya bekerja saling terhubung merespon signal-signal yang ditangkap melalui sensor panca indera.

Sebagaimana pikiran, perasaan bahkan tak jarang memiliki ketajaman analisa melampaui kemampuan pikiran. Melalui perasaan, seseorang dapat mengetahui sesuatu tanpa perlu diberi tahu. Perasaan dapat mengerti tanpa perlu penjelasan, tanpa banyak kata-kata. Itu sebabnya, sebagian mutashowwifin lebih mengandalkan kekuatan intusi ('irfany), dan mengagungkan ilmu hudhuri.

Kepekaan perasaan dapat membuat seseorang menemukan teman, atau bahkan kekasih yang cocok dengannya. Perasaan seperti itu biasa disebut chemistery, yaitu kesesuaian signal batiniah yang memungkinkan seseorang merasa tertarik, nyaman berkomunikasi, berbagi, bekerja sama atau bahkan menjadi pasangan hidup.

Signal seperti itu sering kali tak dapat dijelaskan, dan hanya dapat dirasakan. Itu sebabnya, Mario Teguh bilang, “Bila Anda tak bisa menjelaskan mengapa Anda tertarik, merasa nyaman atau jatuh cinta pada seseorang, maka syukurilah, sebab itulah yang disebut cinta”

Kepekaan perasaan juga dapat membuat seseorang tahu apa yang dirasakan, bahkan dilakukan oleh orang lain, tanpa harus melihat langsung ataupun diberitahu, sebagai mana pepatah siirotul mar’i tumbi’u ‘an sarirotihi. Air muka, gerak-gerik atau bahasa tubuh sudah cukup untuk mengetahui suasana, isi hati bahkan yang dilakukan seseorang di belakang kita.

Cukup dari dari bahasa tubuh, kita dapat mengetahui “ada sesuatu” pada seseorang di sekitar kita, baik teman, kekasih, apalagi suami atau istri. Gambaran tersebut terlihat jelas bagi orang yang memiliki kepekaan perasaan tinggi, atau intuisi yang tajam.

Bagi kebanyakan orang, signal tersebut biasanya masih berupa gambaran yang kabur, meski signal yang ditangkap sebenarnya cukup jelas. Signal tersebut baru dapat diperjelas melalui investigasi mendalam yang ditunjang dengan fakta-fakta konkrit.

Dengan bantuan teknologi, kita juga dapat mengetahui apa yang dirasakan, dipikirkan, bahkan dilakukan oleh seseorang. Kecanggihan teknologi sendiri selalu memiliki sisi rapuh untuk dibajak (hack) atau disusupi, sehingga kita tahu dengan siapa seseorang paling sering, paling nyaman, paling antusias, paling betah dan paling mêmêl berbicara, bahkan apa yang dibicarakan dari detik ke detiknya.

Perasaan juga menduduki posisi penting sebagai penentu keberhasilan hidup, bahkan melampaui kemampuan berfikir. Setiap jenis pekerjaan membutuhkan kesiapan emosional untuk menjalaninya, berupa perasaan nyaman, minat, dan kekuatan mental lainnya. Pernikahan yang langgeng dan bahagia mengharuskan adanya perasaan terikat, percaya dan berharga. Tanpa dukungan perasaan yang memadai, pekerjaan apapun tidak akan optimal. Ikatan pernikahan akan memudar, kehilangan arti dan sangat mungkin terbuka untuk diakhiri saat perasaan pasangan tak nyaman, berjarak atau bahkan berjalan sendiri-sendiri.

Meski demikian, perasaan kurang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Manusia perlu berbicara sebagai upaya klarifikasi perasaan, yaitu memperjelas duduk persoalan, mengambil sikap dan keputusan, serta yang tak kalah pentingnya, melepaskan beban. Itu dapat dicapai bila berbicara dilakukan dengan sikap terbuka dan penuh kejujuran.

Masalahnya, hal-hal yang berkaitan dengan perasaan selalu membuat seseorang sensitif bahkan meningkat egonya. Sensitifnya urusan perasaan membuat orang enggan berbicara apa adanya, dan memilih memanipulasi, memperhalus, atau malah menutup-nutupi gambaran perasaan yang sesungguhnya. Sensitifnya ego membuat seseorang engggan berbicara tentang sesuatu yang membuat dirinya berada pada posisi sebagai pihak yang dipersalahkan, dipermalukan atau jatuh harga dirinya.

Karena itu, berbicara sesuai gambaran perasaannya harus ditunjang dengan kerendahan hati, kesediaan untuk saling mendengarkan serta saling menghargai. Seburuk apapun, sebuah kenyataan yang diperoleh melalui keterbukaan jauh lebih baik dibanding ketertutupan.

Tidak ada komentar: