TRANSLATE

Senin, 23 Juli 2012

PENYEBAB SINDROM AKHIR MASA STUDI


Banyak mahasiswa yang di akhir masa studi di perguruan tinggi merasa tidak bisa apa-apa, tidak merasa ahli bidang keilmuan dan keahlian yang ditekuni sejak lulus SLTA. Padahal mereka dihadapkan pada keharusan untuk mandiri, bertanggung jawab pada dirinya sendiri dengan cara bekerja, tetapi merasa jauh dari professional untuk memasuki bidang pekerjaan yang seharusnya mereka tekuni sesuai dengan bidang keilmuan/keahlian yang dipelajari di jurusan atau program studinya.
Banyak mahasiswa mampu menyelesaikan studi bahkan dengan nilai yang secara akademik tergolong baik, tetapi pada dasarnya belum ahli di bidangnya. Ini biasa dialami oleh mahasiswa dengan tipikal berikut.
1.   Kuliah Tanpa Visi 
Banyak calon mahasiswa tidak benar-benar tahu yang mereka cari dengan kuliah di perguruan tinggi. Mereka tidak tahu yang seharusnya mereka lakukan selama studi.   Pilihan terhadap fakultas, jurusan atau program studi bahkan sering didasarkan atas pertimbangan abstrak, umum, bahkan asal kuliah.
Mereka memilih bidang studi tertentu bukan atas pertimbangan masa depan seperti apa yang dia inginkan. Ini biasa dikarenakan hingga masuk ke jenjang perguruan tinggi pada dasarnya banyak yang tidak benar-benar tahu bakat, minat serta masa depan yang benar-benar dia inginkan.
Ada sebagian mahasiswa yang kuliah hanya mengikuti trend. Misalnya dalam memilih jurusan, sebagian mahasiswa hanya mengikuti pilihan paling “laris” di suatu perguruan tinggi. Mereka tetap tidak menghayati apa yang mereka pelajari selama kegiatan kuliah berlangsung. Mereka seakan hanya terbawa arus itu hingga kuliah berakhir.
2.   Kehilangan Visi 
Ada pula mahasiswa yang awalnya memilih jurusan dengan serius. Mereka memilih jurusan karena memang jurusan itu yang dia inginkan, atau karena setelah lulus berharap dapat terjun ke bidang yang sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
Dinamika selama kuliah sering kali membawa mahasiswa terjebak pada “sesuatu” yang lain. Ada di antara mereka larut dalam organisasi, kegiatan di luar kampus, atau pertemanan yang lebih menyita perhatiannya dibanding bidang ilmu dan keahlian yang seharusnya ditekuni.
Jam kuliah yang tidak sepadat waktu belajar sekolah membuat mahasiswa merasa terlalu banyak waktu untuk melakukan hal lain, sehingga kuliah hanya dijalani sebagai formalitas. Pendalaman materi dan profesi hanya dijalani sambil lalu, sehingga ketika di akhir masa studi merasa belum menjadi ahli sesuai bidang ilmu dan keahlian pada jurusan atau prodi yang ditekuni.
3.   Cara Belajar Anak Sekolah 
Berbeda dari anak sekolah, kebanyakan mahasiswa ternyata tidak punya jam belajar yang pasti. Saat sekolah mereka dihadapkan pada jam belajar yang padat yang biasanya disertai dengan berbagai pekerjaan rumah (PR) dari guru, sehingga mereka perlu menjadwalkan jam belajar, minimal untuk mengerjakan PR.
Masalahnya, budaya belajar itu rupanya cenderung terbawa saat mereka kuliah. Padahal saat mereka memasuki jenjang perguruan tinggi, mereka sebenarnya diperlakukan sebagai orang dewasa yang mampu mengelola waktunya sendiri.
Tugas-tugas mata kuliah pada fase-fase awal pada umumnya bersifat anjuran, seperti membaca buku atau mempelajari ini dan itu. Maksud penugasan yang bersifat anjuran adalah dalam rangka mempersiapkan penguasaan dan pendalaman konsep secara meluas. Mahasiswa dikondisikan untuk mengembangkan diri dan wawasan keilmuannya dengan cara lebih banyak membaca sendiri di perpustakaan atau membeli buku-buku yang relevan.
Forum kuliah hanya memberikan pembekalan dasar dan bersifat umum, sementara pendalaman ilmu lebih ditentukan oleh kemauan mahasiswa sendiri untuk menggalinya melalui berbagai fasilitas kampus, terutama perpustakaan. Faktanya, berdasarkan pengalaman, hanya beberapa mahasiswa saja yang mengikuti anjuran tersebut. Bahkan prosentase mahasiswa yang gemar ke perpustakaan masih sangat minim, dan mayoritas pengunjung perpustakaan ternyata lebih banyak mereka yang tengah mempersiapkan penulisan tugas akhir.
4.   Pencari Mudah
Ini merupakan trend umum pelajar. Konsep belajar yang berlaku pada masa kuliah pada dasarnya merupakan proses pendewasaan diri, pematangan diri, pemakaran diri seseorang melalui fasilitasi kampus. Kuliah merupakan pilihan seseorang untuk dimatangkan keilmuan dan keahliannya melalui proses kuliah.
Dengan sendirinya, setiap mahasiswa seharusnya menempatkan diri sebagai trainee yang siap melakoni proses apa saja yang memungkinkannya berkembang menjadi seorang pakar atau ahli di bidang tertentu. Masalahnya, kebanyakan pelajar tidak menempatkan diri pada posisi demikian, tetapi lebih cenderung menempatkan diri layaknya buruh yang dihadapkan pada beban tugas demi tugas.
Berbagai tugas kuliah jarang dipandang sebagai proses pendalaman, pelatihan dan pematangan penguasaan bidang ilmu dan keahlian, melainkan sebagai beban. Mungkin ini berkaitan pula dengan tradisi kampus yang masih menekankan nilai mata kuliah yang formalistik, juga tuntutan sosial yang lebih mengedepankan formalitas, sehingga kelulusan lebih dipentingkan dibanding kemampuan riil.
Sumber: Pengalaman Sendiri

1 komentar:

Niken mengatakan...

yang paling berbahaya, bila memutuskan berkuliah namun tidak memiliki visi, hanya sekedar ingin berkuliah. ditambah lagi semasa kuliah tidak menambahnya dengan skil tertentu yang akan sangat berguna ketika lulus nanti.
Nice posting pak :-)