TRANSLATE

Kamis, 10 Mei 2012

MENTAL BLOCK DI DUNIA PENDIDIKAN


Di dunia bisnis, istilah mental block sudah sedemikian populer, tetapi jarang dibahas di dunia pendidikan. Padahal "penyakit" yang satu ini diakui telah mengakibatkan kemandegan dan kemunduran banyak orang. Kesuksesan yang diraih oleh seseorang konon tidak lepas dari kemampuan seseorang melepaskan diri dari jeratan mental block.

MENGENAL MENTAL BLOCK
Secara harfiah, istilah mental block dapat diartikan dengan jebakan mental, yaitu kondisi kejiwaan yang terkungkung oleh suatu pola pikir atau keyakinan, sehingga menghalangi seseorang atau masyarakat untuk berkembang lebih dinamis. Mental block merupakan keadaan mental yang menempatkan diri pada satu batasan yang pada dasarnya dibuat sendiri oleh pribadi yang bersangkutan. 
Mental block dicirikan dengan beberapa karakteristik, di antaranya:
1. Kecenderungan membatasi kepercayaan diri, sehingga kepercayaan diri rendah. Kecenderungan ini biasanya mengemuka dalam pernyataan-pernyataan seperti, "Saya tidak bisa melakukan itu", "Itu bukan bidang saya", "Saya tidak berani melakukannya", "Kemampuan saya tidak memadai untuk melakukan itu" dan pernyataan-pernyataan sejenisnya.
2. Keyakinan pada adagium-adagium tertentu yang membuat seseorang memilih tidak melakukan, menghindari atau memilih suatu cara tertentu saja, dan menutup diri dari alternatif yang lain.  
3.  Menyerah, tetapi dinyatakan dengan ungkapan berpuas diri, padahal sebenarnya merasa kurang. 
4.  Sinis, tidak respek dan enggan mencoba hal baru. 
Mental block ada pada setiap orang. Bahkan mereka yang merasa sudah lepas dari mental block tertentu sangat boleh jadi terjerat pada mental block yang lain. Meski demikian, kelompok terakhir setidaknya telah menikmati perubahan dan intensitasnya lebih ringan dibanding yang pertama. Perbedaan intensitas jeratan Mental block menjadikan penderitanya dapat dipilahkan ke dalam beberapa tingkatan, mulai dari ringan, sedang sampai dengan yang paling parah. 
SINDROM MENTAL BLOCK DI SEKOLAH
Mental block juga banyak menjangkiti guru dan pengelola sekolah. Padahal kecenderungan tersebut sedikit banyak tentunya juga berimbas pada peserta didiknya. Berbagai inovasi pendidikan yang dibangun melalui berbagai kebijakan pemerintah banyak yang mentah dan tidak memberikan hasil sesuai harapan, terutama akibat cengkeraman mental block yang menjangkiti kalangan pendidik.
Di dunia pendidikan akan dengan mudah dijumpai sikap dan pola pikir yang mencerminkan epidemi mental block di kalangan pendidik. Di antara bentuknya dapat dicermati dari beberapa sikap dan kecenderungan berikut.
1. Banyak program dan anggaran sekolah yang disusun bukan atas dasar kebutuhan riil sekolah, tetapi sekedar memenuhi kebutuhan kedinasan.
2. Banyak kegiatan pelatihan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah melalui dinas pendidikan maupun PENDAIS di lingkungan Kemenag yang tidak menghasilkan perubahan yang berarti, karena penyelenggara pelatihan maupun pesertanya tidak merasa membutuhkan materi pelatihan. Keikutsertaan guru dan pengelola sekolah tidak lebih dari sekedar memenuhi proyek.
3. Banyak guru yang enggan menyusun perangkat pembelajaran karena merasa tidak membutuhkan. 
4.  Kecenderungan mengikuti "yang umum" sekalipun tidak layak diikuti, misalnya "Sekolah lain tidak ada yang bikin program ini dan itu, mengapa kita harus bersusah payah?"  
5. Banyak sekolah yang dalam menyelenggarakan ujian nasional lebih suka mengandalkan kecurangan dari pada mengoptimalkan kualitas pembelajaran reguler. 
KELUAR DARI MENTAL BLOCK
Keluar dari masalah mental block bukan hal mudah, karena berkaitan dengan budaya dan kecenderungan sosial. Meski demikian, keluar dari mental block bukan mustahil dilakukan, dengan catatan ada kemauan baik dari penyelenggara dan pengelola sekolah untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Faktor kepemimpinan lembaga pendidikan sangat menentukan sejauh mana sindrom ini bisa diatasi.

Tidak ada komentar: