TRANSLATE

Sabtu, 25 Desember 2010

SINDROME GURU BARU

Tahun ini (2010-2011) ada beberapa guru baru yang mengabdikan diri di SD Islam Darush Sholihin. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, mereka harus mengikuti serangkaian kegiatan pelatihan peguruan khas Darush Sholihin. Kebetulan, hampir semua guru yang ada, termasuk yang terkategori guru lama belum pernah memperoleh materi pelatihan serupa.

Sebagian bagian dari lembaga pendidikan ini, mereka perlu menyesuaikan pola pikir dan cara kerjanya dengan platform pendidikan SD Islam Darush Sholihin. Mereka belajar lagi mengenai visi, misi pendidikan lembaga pendidikan ini, tata laksana teknis pembinaan siswa, serta sistem pengelolaan sekolah secara keseluruhan.

Di antara gegap-gempita semangat yang digelorakan selama pelatihan selalu terdengar ungkapan-ungkapan bernada keheranan dari para guru, "Aduh... rumitnya..." "Alamak... masih ada lagi?" "Wah..., ternyata masih banyak yang harus dipelajari lagi" "Aduh.. ini belum paham, sudah harus belajar yang lain lagi"

Rupanya banyak hal yang terbayangkan di kalangan guru-guru baru mengenai bagaimana mengelola sekolah yang baik. Maklum, di sekolah-sekolah konvensional hal yang sama sering tidak mendapat perhatian sama sekali. Bahkan aspek-aspek kerja guru yang paling mendasar seperti prota, promes, silabus dan RPP banyak yang baru dipahami oleh mereka yang sudah bertahun-tahun mengajar di sekolah lain.

Sebenarnya, SD Islam Darush Sholihin tidak mengada-ada dengan materi dan seluruh kegiatan pembelajaran tersebut. Target SD Islam Darush Sholihin hanya menerapkan sistem pembelajaran dan pengelolaan sekolah yang diidealkan menurut kebijakan pemerintah. Hanya saja, harus diakui, akibat rendahnya etos kerja kita selama ini, banyak aspek yang tidak dipahami secara proprsional dan tidak dilaksanakan oleh sekolah-sekolah konvensional.

Bagi yang tidak memahami secara langsung tentang bagaimana SD Islam Darush Sholihin dikelola dan dikembangkan, banyak orang yang salah menilai, seolah-olah mengelola sekolah semacam ini sama dengan sekolah konvensional. Padahal berbeda, jauh berbeda, bahkan jauh dari yang dapat dibayangkan oleh mereka yang hanya menjadikan pengalaman mereka sendiri sebagai ukuran.

Tidak ada komentar: